Aparat Kepolisian Resor Trenggalek, Jawa Timur, bertindak cepat dengan menangkap delapan orang pelaku (tiga di antaranya berstatus ASN/PNS) yang diduga terlibat dalam sindikasi pembalakan dan penjualan tanaman perdu jenis sonokeling di kawasan rumija jalan nasional Tulungagung-Trenggalek.
"Ya, kami tangkap kemarin (Jumat, 12/4) dan sampai sekarang masih proses penyidikan," kata Kasat Reskrim Polres Trenggalek AKP Sumi Handana di Trenggalek, Sabtu.
Informasi dari sumber internal kepolisian, kedelapan terduga pelaku itu ditangkap di beberapa tempat berbeda. Mulai dari Trenggalek, Tulungagung dan Kediri.
Dua di antara terduga pelaku yang ditangkap di Kediri bahkan disebut-sebut berstatus ASN (aparatur sipil negara) di BBPSN wilayah kerja Kediri raya.
Namun, terkait hal ini, Sumi Handana enggan menjelaskan rinci, dengan alasan kasus itu masih proses penyidikan/pemeriksaan dan akan dilaporkan ke pimpinan (Kapolres).
"Tunggu hasil gelar perkara saja, sebab kami belum menentukan status hukum mereka," ucapnya.
Dikonfirmasi terkait hal ini, tim JPIK (jaringan pemantau independen kehutanan) Mochammad Ichwan mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan aparat kepolisian di Trenggalek.
Ia berharap langkah serupa segera dilakukan oleh jajaran Polres Tulungagung mengingat "locus delicty" atau objek kasus pembalakan tidak hanya terjadi di rumija jalan nasional yang masuk wilayah Kabupaten Trenggalek, tetapi juga di Kabupaten Tulungagung.
"Tapi yang ditangani Polres Trenggalek ini kan khusus untuk kasus (pembalakan) di wilayah Trenggalek. Untuk penebangan yang di Tulungagung mereka tidak bisa tangani, harusnya ini domain Polres Tulungagung untuk menindaklanjuti," ujarnya.
Menurut Ichwan, tidak ada yang perlu ditunggu untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Dia selalu tim JPIK nasional maupun atas nama PPLH Mangkubumi bahkan telah melayangkan surat laporan resmi ke Polres Tulungagung terkait kasus pembalakan 89 tanaman kayu sonokeling di wilayah rumija Tulungagung-Blitar dan Tulungagung-Trenggalek.
Tim gabungan dari Dinas Kehutanan, BBKSDA, BBPJN, Dinas PU Binamarga Jatim, Gakkum KLHK, JPIK dan LSM telah melakukan evaluasi bersama dan memastikan ada 89 batang pohon sonokeling berdiameter antara 30 centimeter hingga 1 meter hilang ditebang secara ilegal atau tanpa melalui prosedur baku yang ditetapkan.
Akibatnya, kerugian negara ditaksir mencapai Rp2 miliar lebih. Beberapa sumber bahkan menyebut nilai kayu sonokeling dengan diameter di atas 50 centimeter bisa mencapai Rp30 juta lebih per batang. Sehingga jika total pohon yang hilang ditebang ada sebanyak 89 batang, kerugian negara ditaksir bisa tembus Rp4 miliar lebih.
"Kami berharap Polres Tulungagung bisa segera menindaklanjuti kasus ini. Karena informasinya masih ada oknum blandong besar berinisial IS yang belum tertangkap karena dia hanya bermain di wilayah Tulungagung.," ujarnya.
Ichwan memastikan dirinya, atas nama JPIK akan melaporkan kasus yang sama ke Polda Jatim dalam tempo 2-3 hari lagi jika penanganan kasus di daerah mengalami pelambatan atau bahkan buntu.
"Kemarin rekomendasi tim gabungan, pemilih wilayah dalam hal ini BBPJN di PPK 21 dan PPK 25 yang berhak untuk mengadukan kasus ini. Tapi nyatanya setelah tenggat dua hari yang disepakati mereka juga tak kunjung melapor. Untungnya jajaran Polres Trenggalek bertindak cepat, sehingga sekarang kami mengawal penanganan kasus ini yang di Tulungagung, juga di Trenggalek tentunya," papar Ichwan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Ya, kami tangkap kemarin (Jumat, 12/4) dan sampai sekarang masih proses penyidikan," kata Kasat Reskrim Polres Trenggalek AKP Sumi Handana di Trenggalek, Sabtu.
Informasi dari sumber internal kepolisian, kedelapan terduga pelaku itu ditangkap di beberapa tempat berbeda. Mulai dari Trenggalek, Tulungagung dan Kediri.
Dua di antara terduga pelaku yang ditangkap di Kediri bahkan disebut-sebut berstatus ASN (aparatur sipil negara) di BBPSN wilayah kerja Kediri raya.
Namun, terkait hal ini, Sumi Handana enggan menjelaskan rinci, dengan alasan kasus itu masih proses penyidikan/pemeriksaan dan akan dilaporkan ke pimpinan (Kapolres).
"Tunggu hasil gelar perkara saja, sebab kami belum menentukan status hukum mereka," ucapnya.
Dikonfirmasi terkait hal ini, tim JPIK (jaringan pemantau independen kehutanan) Mochammad Ichwan mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan aparat kepolisian di Trenggalek.
Ia berharap langkah serupa segera dilakukan oleh jajaran Polres Tulungagung mengingat "locus delicty" atau objek kasus pembalakan tidak hanya terjadi di rumija jalan nasional yang masuk wilayah Kabupaten Trenggalek, tetapi juga di Kabupaten Tulungagung.
"Tapi yang ditangani Polres Trenggalek ini kan khusus untuk kasus (pembalakan) di wilayah Trenggalek. Untuk penebangan yang di Tulungagung mereka tidak bisa tangani, harusnya ini domain Polres Tulungagung untuk menindaklanjuti," ujarnya.
Menurut Ichwan, tidak ada yang perlu ditunggu untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Dia selalu tim JPIK nasional maupun atas nama PPLH Mangkubumi bahkan telah melayangkan surat laporan resmi ke Polres Tulungagung terkait kasus pembalakan 89 tanaman kayu sonokeling di wilayah rumija Tulungagung-Blitar dan Tulungagung-Trenggalek.
Tim gabungan dari Dinas Kehutanan, BBKSDA, BBPJN, Dinas PU Binamarga Jatim, Gakkum KLHK, JPIK dan LSM telah melakukan evaluasi bersama dan memastikan ada 89 batang pohon sonokeling berdiameter antara 30 centimeter hingga 1 meter hilang ditebang secara ilegal atau tanpa melalui prosedur baku yang ditetapkan.
Akibatnya, kerugian negara ditaksir mencapai Rp2 miliar lebih. Beberapa sumber bahkan menyebut nilai kayu sonokeling dengan diameter di atas 50 centimeter bisa mencapai Rp30 juta lebih per batang. Sehingga jika total pohon yang hilang ditebang ada sebanyak 89 batang, kerugian negara ditaksir bisa tembus Rp4 miliar lebih.
"Kami berharap Polres Tulungagung bisa segera menindaklanjuti kasus ini. Karena informasinya masih ada oknum blandong besar berinisial IS yang belum tertangkap karena dia hanya bermain di wilayah Tulungagung.," ujarnya.
Ichwan memastikan dirinya, atas nama JPIK akan melaporkan kasus yang sama ke Polda Jatim dalam tempo 2-3 hari lagi jika penanganan kasus di daerah mengalami pelambatan atau bahkan buntu.
"Kemarin rekomendasi tim gabungan, pemilih wilayah dalam hal ini BBPJN di PPK 21 dan PPK 25 yang berhak untuk mengadukan kasus ini. Tapi nyatanya setelah tenggat dua hari yang disepakati mereka juga tak kunjung melapor. Untungnya jajaran Polres Trenggalek bertindak cepat, sehingga sekarang kami mengawal penanganan kasus ini yang di Tulungagung, juga di Trenggalek tentunya," papar Ichwan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019