Surabaya (Antaranews Jatim) - Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana menilai sosialisasi Pemilu 2019 yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum setempat masih minim sehingga bisa memicu tingginya angka golput di Kota Pahlawan, Jatim.
"Sampai sekarang tidak ada sosialisasi KPU berupa pemasangan baliho atau spanduk di kampung-kampung. Kinerja KPU dalam proses pemilu kali bisa jadi memicu tingginya golput karena sosialisasinya sangat kurang," kata Whisnu Sakti Buana di Surabaya, Selasa.
Selain itu, lanjut dia, berdasarkan hasil survei yang ada menyebut bahwa masyarakat yang mengetahui akan ada Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden 2019 masih kecil.
"Mungkin konsep pemilu harus dievaluasi. Bicaranya pesta rakyat, tapi rakyat tidak bisa melakukan apa-apa. Begini dilarang begitu disemprit. Batasannya terlalu banyak," kata Whisnu yang juga Wakil Wali Kota Surabaya ini.
Hal ini, lanjut dia, berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya yang tidak banyak mengatur larangan bagi para calon anggota legislatif khususnya pada saat masa kampanye.
"Begitu ngomong pemilu, waktu gelar kampanyae apapun bebas tidak dialrang. Tapi sekarang terlalu rumit dipahami. Belum lagi nanti saat coblosan, terima kartu suara tentunya akan rumit lagi. Bagi warga tidak tahu pasti masuk golput," katanya.
Selama ini, lanjut dia, masyarakat lebih banyak tahu adanya sosialisasi pemilu pada saat para caleg itu datang melakukan kampanye ke kampung-kampung.
"Kan ini konyol, harusnya masyarakat tahu sendiri ini kalau sekarang sudah masuk masa pemilu. Sehinga kalau tiba-tiba ada orang baik hati masuk kampung, mesti sudah tahu kalau ini caleg," ujarnya.
Mendapati hal itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya Divisi SDM dan Partisipasi Masyarakat Muhammad Kholid Asyadulloh mengatakan sosialisasi yang sudah dilakukan KPU dengan banyak cara yakni bisa konvensional seperti memasang Alat Peraga Sosialisasi (APS) atau mendatangi komunitas-komunitas.
"Yang non-konvensional termasuk di antaranya bekerja sama denga wartawan dalam mewartakan soal Pemilu," katanya.
Selain itu, lanjut dia, di jajaran KPU Surabaya hingga Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), sampai saat ini juga diwajibkan melakukan sosialisasi pemilu lewat media sosial, minimal facebook dan Instagram.
Sedangkan untuk sosialisasi konvensional, kata dia, jajaran di tingkat PPK juga ada kewajiban sosialisasi ke pertemuan-pertemuan RT/RW, atau tempat berkumpulnya masyarakat.
Mengenai pemasangan APS di kampung-kampung, Kholid mengatakan pihaknya sudah memasangnya. "Tapi memang mungkin belum seluruhnya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Sampai sekarang tidak ada sosialisasi KPU berupa pemasangan baliho atau spanduk di kampung-kampung. Kinerja KPU dalam proses pemilu kali bisa jadi memicu tingginya golput karena sosialisasinya sangat kurang," kata Whisnu Sakti Buana di Surabaya, Selasa.
Selain itu, lanjut dia, berdasarkan hasil survei yang ada menyebut bahwa masyarakat yang mengetahui akan ada Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden 2019 masih kecil.
"Mungkin konsep pemilu harus dievaluasi. Bicaranya pesta rakyat, tapi rakyat tidak bisa melakukan apa-apa. Begini dilarang begitu disemprit. Batasannya terlalu banyak," kata Whisnu yang juga Wakil Wali Kota Surabaya ini.
Hal ini, lanjut dia, berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya yang tidak banyak mengatur larangan bagi para calon anggota legislatif khususnya pada saat masa kampanye.
"Begitu ngomong pemilu, waktu gelar kampanyae apapun bebas tidak dialrang. Tapi sekarang terlalu rumit dipahami. Belum lagi nanti saat coblosan, terima kartu suara tentunya akan rumit lagi. Bagi warga tidak tahu pasti masuk golput," katanya.
Selama ini, lanjut dia, masyarakat lebih banyak tahu adanya sosialisasi pemilu pada saat para caleg itu datang melakukan kampanye ke kampung-kampung.
"Kan ini konyol, harusnya masyarakat tahu sendiri ini kalau sekarang sudah masuk masa pemilu. Sehinga kalau tiba-tiba ada orang baik hati masuk kampung, mesti sudah tahu kalau ini caleg," ujarnya.
Mendapati hal itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya Divisi SDM dan Partisipasi Masyarakat Muhammad Kholid Asyadulloh mengatakan sosialisasi yang sudah dilakukan KPU dengan banyak cara yakni bisa konvensional seperti memasang Alat Peraga Sosialisasi (APS) atau mendatangi komunitas-komunitas.
"Yang non-konvensional termasuk di antaranya bekerja sama denga wartawan dalam mewartakan soal Pemilu," katanya.
Selain itu, lanjut dia, di jajaran KPU Surabaya hingga Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), sampai saat ini juga diwajibkan melakukan sosialisasi pemilu lewat media sosial, minimal facebook dan Instagram.
Sedangkan untuk sosialisasi konvensional, kata dia, jajaran di tingkat PPK juga ada kewajiban sosialisasi ke pertemuan-pertemuan RT/RW, atau tempat berkumpulnya masyarakat.
Mengenai pemasangan APS di kampung-kampung, Kholid mengatakan pihaknya sudah memasangnya. "Tapi memang mungkin belum seluruhnya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019