Tulungagung (Antaranews Jatim) - Panelis sekaligus pengamat sosiologi politik Zainudin Maliki menilai pasangan calon petahana lebih diuntungkan dibanding penantang, dalam situasi debat publik semalam (Minggu, 22/4) karena sarat pengalaman juga prestasi selama satu periode memimpin daerah.
"Ya, dimana-mana kelebihan petahana seperti itu. Kalau petahana tidak bisa mengkapitalisasi apa yang sudah dilakukan, tentu akan menjadi kerugian besar," kata panelis debat publik II Pilkada Tulungagung, Zainudin Maliki di Tulungagung, Senin.
Rektor Universitas Muhammadyah Surabaya ini menyebut Syahri dan Maryoto bisa mengoptimalkan keuntungan tersebut.
Tidak hanya dalam konteks Pilkada Tulungagung. Menurutnya di semua gelaran pilkada yang ada calon petahananya, maka "juara bertahan" akan selalu diuntungkan. Zainudin Maliki mencontohkan kasus Pilkada DKI Jakarta 2017 dimana ada tiga pasangan calon, dengan Cagub Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Anis Baswedan dan Agus Yudhoyono Harimurti (AHY).
"Saat itu juga begitu. Ahok yang berpengalaman dan tahu persoalan detail Jakarta lebih banyak diuntungkan. Sementara AHY, meski memahami konteks kebijakan dan program yang ditawarkan, tapi tidak bisa detail hingga data angka. Lebih banyak konsepsi umum, seperi diskursus. Wacana kalau dalam Bahasa Indonesianya," kata Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur ini.
Selama debat Syahri dan Maryoto banyak menjawab setiap pertanyaan panelis maupun pertanyaan warganet melalui tampilan video "livestreaming" dengan mengungkap data-fakta atas program layanan publik yang sudah dijalankan Pemkab Tulungagung selama satu periode dia memimpin bersama Maryoto Bhirowo, 2013-2018.
Misal di bidang pendidikan, Syahri menyebut aneka kebijakan seperti bisa sekolah gratis, seragam gratis hingga pelatihan guru-guru tidak tetap.
Demikian pula dalam isu kesehatan dimana Syahri dan Maryoto telah mengeluarkan pengganti jaminan kesehatan daerah (jamkesda) yang diberi nama PBID (program bantuan iuran daerah), khusus untuk warga miskin yang belum tercakup dalam program Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Program jaminan kesehatan ini sepenuhnya disubsidi oleh pemerintah daerah menggunakan alokasi dana APBD.
"Di bidang layanan kependudukan tahun kemarin (2017) kami juga sudah me-'lounching` apa yang disebut `e-KTP mobilling` atau layanan KTPE keliling. Ini untuk melayani permohonan administrasi kependudukan secara jemput bola, sehingga warga tidak perlu jauh-jauh datang ke dispendukcpil dan mengantri berjam-jam," papar Syahri saat diberi kesempatan menyampaikan program di forum debat publik.
Demikian pula dengan terbentunya Perlindungan Sosial Anak Integratif (PSAI) yang menjadi satu-satunya di Jatim dan segera menjadi percontohan nasional, layanan kesehatan di RSUD dr Iskak dengan "public service centre"-nya, hingga sistem pendaftaran layanan kesehatan yang kini bisa dilakukan secara daring (online) dengan gawai dari rumah sehingga tidak perlu antre.
Tulungagung juga sudah punya unit layanan terpadu satu atap. Di situ ada tujuh lembaga, mulai Imigrasi, kepolisian, BPJS, pemda dan seterusnya.
Juga gelar layanan perizinan satu pintu hingga layanan administrasi yang kecil-kecil berbasis di kecamatan. Semua sudah jalan dan efektif, papar Syahri pamer.
"Semua ini kami tidak sebatas berwacana dan berencana. Namun sudah kami rintis dan Insya Allah tahun ini bisa diresmikan," katanya.
Sementara Margiono yang mendapat kesempatan awal menyampaikan visi-misi bidang layanan publik lebih fokus pada penyampaian komitmen politik.
Mulai dari keinginan besarnya membangun pusat informasi publik yang pertama di Tulungagung, menjadikan pendopo kabupaten sebagai rumah rakyat, serta totalitas penuh Margiono-Eko untuk mengabdikan diri kepada masyarakat.
"Kenapa saya menyampaikan beberapa isu strategis dan bukan program. Sebab program-program teknis itu sebenarnya sudah terlalu banyak. Problem pelayanan publik itu menurut saya bukan di program, tetapi di kemampuan untuk mewujudkan dan melaksanakan program tersebut," kata Margiono menyampaikan argumentasinya.
Margiono mencontohkan masalah-masalah perizinan, akte, sertifikat, KTP dan lain-lain yang menurutnya sudah ada panduan dan petunjuk juknis, namun sampai sekarang belum kunjung maksimal.
Dikatakan, pemerintah pusat melalui Kementerian PAN dan Birokrasi sudah mengintrodusir program yang namanya MPP. Mall Pelayanan Publik.
"Di sini sudah ada petunjuknya, kita tinggal mengikuti. Semua selesai dengan (program) Mall Pelayanan Publik ini. Kalau kita mampu. persoalannya kita sudah mampu atau tidak. Tulungagung saya kira sekarang belum. Nanti 2019 atau 2020, Insya Allah ini akan terlaksana. Itu kalau saya dipercaya dan terpilih," kata Margiono.
Panelis Zainudin Maliki mengapresiasi adu program serta visi-misi pasangan calon tersebut. Kedua pasangan calon dia beri skor cukup bagus dalam tampilan debat tersebut, kendati skor untuk masing-masing pasangan masih berselisih tipis 80 : 70 dari maksimal penilaian 100.
"Saya tidak sebut namanya atau paslon ya. Sensitif. Nanti dikiranya mendukung salah satu pasangan calon. Tapi kira-kira (mereka) hampir berimbang lah. Hanya salah satu memang ada sejumlah keunggulan yang dimiliki sehingga saat debat ia sedikit di atas angin," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Ya, dimana-mana kelebihan petahana seperti itu. Kalau petahana tidak bisa mengkapitalisasi apa yang sudah dilakukan, tentu akan menjadi kerugian besar," kata panelis debat publik II Pilkada Tulungagung, Zainudin Maliki di Tulungagung, Senin.
Rektor Universitas Muhammadyah Surabaya ini menyebut Syahri dan Maryoto bisa mengoptimalkan keuntungan tersebut.
Tidak hanya dalam konteks Pilkada Tulungagung. Menurutnya di semua gelaran pilkada yang ada calon petahananya, maka "juara bertahan" akan selalu diuntungkan. Zainudin Maliki mencontohkan kasus Pilkada DKI Jakarta 2017 dimana ada tiga pasangan calon, dengan Cagub Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Anis Baswedan dan Agus Yudhoyono Harimurti (AHY).
"Saat itu juga begitu. Ahok yang berpengalaman dan tahu persoalan detail Jakarta lebih banyak diuntungkan. Sementara AHY, meski memahami konteks kebijakan dan program yang ditawarkan, tapi tidak bisa detail hingga data angka. Lebih banyak konsepsi umum, seperi diskursus. Wacana kalau dalam Bahasa Indonesianya," kata Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur ini.
Selama debat Syahri dan Maryoto banyak menjawab setiap pertanyaan panelis maupun pertanyaan warganet melalui tampilan video "livestreaming" dengan mengungkap data-fakta atas program layanan publik yang sudah dijalankan Pemkab Tulungagung selama satu periode dia memimpin bersama Maryoto Bhirowo, 2013-2018.
Misal di bidang pendidikan, Syahri menyebut aneka kebijakan seperti bisa sekolah gratis, seragam gratis hingga pelatihan guru-guru tidak tetap.
Demikian pula dalam isu kesehatan dimana Syahri dan Maryoto telah mengeluarkan pengganti jaminan kesehatan daerah (jamkesda) yang diberi nama PBID (program bantuan iuran daerah), khusus untuk warga miskin yang belum tercakup dalam program Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Program jaminan kesehatan ini sepenuhnya disubsidi oleh pemerintah daerah menggunakan alokasi dana APBD.
"Di bidang layanan kependudukan tahun kemarin (2017) kami juga sudah me-'lounching` apa yang disebut `e-KTP mobilling` atau layanan KTPE keliling. Ini untuk melayani permohonan administrasi kependudukan secara jemput bola, sehingga warga tidak perlu jauh-jauh datang ke dispendukcpil dan mengantri berjam-jam," papar Syahri saat diberi kesempatan menyampaikan program di forum debat publik.
Demikian pula dengan terbentunya Perlindungan Sosial Anak Integratif (PSAI) yang menjadi satu-satunya di Jatim dan segera menjadi percontohan nasional, layanan kesehatan di RSUD dr Iskak dengan "public service centre"-nya, hingga sistem pendaftaran layanan kesehatan yang kini bisa dilakukan secara daring (online) dengan gawai dari rumah sehingga tidak perlu antre.
Tulungagung juga sudah punya unit layanan terpadu satu atap. Di situ ada tujuh lembaga, mulai Imigrasi, kepolisian, BPJS, pemda dan seterusnya.
Juga gelar layanan perizinan satu pintu hingga layanan administrasi yang kecil-kecil berbasis di kecamatan. Semua sudah jalan dan efektif, papar Syahri pamer.
"Semua ini kami tidak sebatas berwacana dan berencana. Namun sudah kami rintis dan Insya Allah tahun ini bisa diresmikan," katanya.
Sementara Margiono yang mendapat kesempatan awal menyampaikan visi-misi bidang layanan publik lebih fokus pada penyampaian komitmen politik.
Mulai dari keinginan besarnya membangun pusat informasi publik yang pertama di Tulungagung, menjadikan pendopo kabupaten sebagai rumah rakyat, serta totalitas penuh Margiono-Eko untuk mengabdikan diri kepada masyarakat.
"Kenapa saya menyampaikan beberapa isu strategis dan bukan program. Sebab program-program teknis itu sebenarnya sudah terlalu banyak. Problem pelayanan publik itu menurut saya bukan di program, tetapi di kemampuan untuk mewujudkan dan melaksanakan program tersebut," kata Margiono menyampaikan argumentasinya.
Margiono mencontohkan masalah-masalah perizinan, akte, sertifikat, KTP dan lain-lain yang menurutnya sudah ada panduan dan petunjuk juknis, namun sampai sekarang belum kunjung maksimal.
Dikatakan, pemerintah pusat melalui Kementerian PAN dan Birokrasi sudah mengintrodusir program yang namanya MPP. Mall Pelayanan Publik.
"Di sini sudah ada petunjuknya, kita tinggal mengikuti. Semua selesai dengan (program) Mall Pelayanan Publik ini. Kalau kita mampu. persoalannya kita sudah mampu atau tidak. Tulungagung saya kira sekarang belum. Nanti 2019 atau 2020, Insya Allah ini akan terlaksana. Itu kalau saya dipercaya dan terpilih," kata Margiono.
Panelis Zainudin Maliki mengapresiasi adu program serta visi-misi pasangan calon tersebut. Kedua pasangan calon dia beri skor cukup bagus dalam tampilan debat tersebut, kendati skor untuk masing-masing pasangan masih berselisih tipis 80 : 70 dari maksimal penilaian 100.
"Saya tidak sebut namanya atau paslon ya. Sensitif. Nanti dikiranya mendukung salah satu pasangan calon. Tapi kira-kira (mereka) hampir berimbang lah. Hanya salah satu memang ada sejumlah keunggulan yang dimiliki sehingga saat debat ia sedikit di atas angin," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018