Surabaya (Antaranews Jatim) - Komunitas seniman Bengkel Muda Surabaya menggelar kegiatan "Bengkel Sastra" di Surabaya, Rabu malam, yang sekaligus digelar untuk memperingati Hari Puisi Dunia.
"Bengkel Sastra adalah kegiatan rutin bulanan bagi masyarakat pecinta sastra di Kota Surabaya dan sekitarnya. Kebetulan bulan ini digelar pada 21 Maret, yang ditetapkan sebagai Hari Puisi Dunia. Maka kami ambil tema peringatan Hari Puisi Dunia," ujar koordinator acara Ndindy Indiati saat dikonfirmasi di Surabaya, Kamis.
Kegiatan pada malam hari itu menampilkan orasi sastra oleh pengajar dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Prof. Dr Soetanto Soepiadhy dan penyair Dadang Ari Murtono.
Sejumlah penyair muda juga membacakan puisinya di antaranya Arul Lamandau, Aris Setiawan dan Rizki Amir. Juga diramaikan oleh musikalisasi puisi dari kelompok "Nasar lan Kancane".
Sastrawan Sirikit Syah pun turut tampil membacakan karya puisinya. Alfian Dwi Bakri dari kampus Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) Surabaya menutup acara dengan menampilkan wayang karton berjudul "Ekalaya Strong".
Penyair Dadang Ari Murtono dalam orasinya menyebut Hari Puisi Dunia ditetapkan tanggal 21 Maret oleh organisasi pendidikan, keilmuan dan kebudayaan Persatuan Bangsa-bangsa (Unesco), setelah menggelar pertemuan selama 30 hari bersama 50 organisasi regional, nasional dan internasional yang mengurusi puisi, serta 15 penyair perwakilan dari pusat perpuisian di berbagai wilayah geokultural.
"Tanggal 21 Maret ditetapkan sebagai hari puisi dunia bukan diambil dari tanggal kelahiran salah seorang penyair ternama. 21 Maret adalah hari pertama musim semi di belahan utara bumi," katanya.
Bagi dia, memperingati Hari Puisi adalah merayakan keberagaman linguistik dan bahasa-bahasa yang terancam punah yang semestinya memang layak didengarkan.
"Bagaimanapun kita adalah warga puisi dunia, warga sastra dunia. Kita merayakan Hari Puisi tanpa harus menulis menggunakan bahasa-bahasa internasional atau menunggu karya kita diterjemahkan ke dalamnya. Kita tidak perlu rendah diri hanya karena cuma bisa menulis dalam bahasa ibu kita," ucap penyair asal Mojokerto, Jawa Timur, ini. (*)
Video Oleh Hanif Nasrullah
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Bengkel Sastra adalah kegiatan rutin bulanan bagi masyarakat pecinta sastra di Kota Surabaya dan sekitarnya. Kebetulan bulan ini digelar pada 21 Maret, yang ditetapkan sebagai Hari Puisi Dunia. Maka kami ambil tema peringatan Hari Puisi Dunia," ujar koordinator acara Ndindy Indiati saat dikonfirmasi di Surabaya, Kamis.
Kegiatan pada malam hari itu menampilkan orasi sastra oleh pengajar dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Prof. Dr Soetanto Soepiadhy dan penyair Dadang Ari Murtono.
Sejumlah penyair muda juga membacakan puisinya di antaranya Arul Lamandau, Aris Setiawan dan Rizki Amir. Juga diramaikan oleh musikalisasi puisi dari kelompok "Nasar lan Kancane".
Sastrawan Sirikit Syah pun turut tampil membacakan karya puisinya. Alfian Dwi Bakri dari kampus Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) Surabaya menutup acara dengan menampilkan wayang karton berjudul "Ekalaya Strong".
Penyair Dadang Ari Murtono dalam orasinya menyebut Hari Puisi Dunia ditetapkan tanggal 21 Maret oleh organisasi pendidikan, keilmuan dan kebudayaan Persatuan Bangsa-bangsa (Unesco), setelah menggelar pertemuan selama 30 hari bersama 50 organisasi regional, nasional dan internasional yang mengurusi puisi, serta 15 penyair perwakilan dari pusat perpuisian di berbagai wilayah geokultural.
"Tanggal 21 Maret ditetapkan sebagai hari puisi dunia bukan diambil dari tanggal kelahiran salah seorang penyair ternama. 21 Maret adalah hari pertama musim semi di belahan utara bumi," katanya.
Bagi dia, memperingati Hari Puisi adalah merayakan keberagaman linguistik dan bahasa-bahasa yang terancam punah yang semestinya memang layak didengarkan.
"Bagaimanapun kita adalah warga puisi dunia, warga sastra dunia. Kita merayakan Hari Puisi tanpa harus menulis menggunakan bahasa-bahasa internasional atau menunggu karya kita diterjemahkan ke dalamnya. Kita tidak perlu rendah diri hanya karena cuma bisa menulis dalam bahasa ibu kita," ucap penyair asal Mojokerto, Jawa Timur, ini. (*)
Video Oleh Hanif Nasrullah
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018