Kediri (Antara Jatim) - Pemerintah Kota Kediri, Jawa Timur, masih menunggu keputusan Gubernur Jatim terkait dengan pengajuan upah minimum kota (UMK) 2018, sehingga secepatnya bisa melakukan sosialisasi pada para pemilik usaha di kota ini.
"Untuk UMK kami menunggu penetapan Gubernur Jatim, rencananya 21 November ini. Kami juga sudah mengusulkan UMK 2018, nilainya nainya Rp1758.117,91," kata Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Tenaga Kerja Kota Kediri Kristianto di Kediri, Selasa.
Ia mengatakan, usulan UMK 2018 itu memang naik ketimbang UMK 2017, yaitu Rp1.617.000. Kenaikan usulan UMK itu dipengaruhi banyak faktor, misalnya tingkat pertumbuhan ekonomi, hingga inflasi. Selain itu, untuk menentukan UMK juga sudah ada peraturan dari pusat.
"Untuk pembahasannya sekarang ada Peraturan Pemerintah serta Peraturan Menteri Dalam Negeri. Jadi, UMK yang baru didapat dengan rumus khusus selain mempertimbangkan UMK yang lama, misalnya tingkat inflasi nasional dengan pertumbuhan ekonomi nasional," katanya.
Lebih lanjut, Kristianto juga mengatakan dalam memutuskan nominal UMK 2018, juga sudah melalui rapat di dewan pengupahan. Saat rapat tersebut, juga melibatkan berbagai pihak, yang tergabung di dewan pengupahan misalnya dari unsur pemerintah daerah, BPS, hingga serikat pekerja," ujarnya.
Ia juga mengatakan, dalam memutuskan tersebut semua pihak juga sudah sepakat dan tidak ada kendala berarti. Salah satunya, karena ada aturan terkait keputusan soal penetapan UMK di daerah tersebut.
"Ada patokan memutuskan UMK, jadi tidak perlu ribut lagi. Dengan berpegangan aturan itu, sebelum dirumuskan, sehingga ada kesepakatan," katanya.
Di Kediri, kata dia, ada lebih dari 32 ribu UMKM yang terdata, sementara untuk perusahaan juga cukup banyak. Pemilik UMK juga dianjurkan untuk mematuhi aturan UMK yang berlaku, sebab itu merupakan hak pekerja.
Namun, ia mengakui masih ada beberapa pemilik usaha yang belum menetapkan UMK yang berlaku. Misalnya, pemilik toko, masih banyak yang memberikan upah di bawah UM yang berlaku. Selain itu, beberapa pengusaha juga banyak yang dibantu keluarga, sehingga upah yang diberikan juga hanya sesuai dengan kesepakatan.
"Kadang-kadang UMKM itu tidak ada hubungan kerja, artinya biasanya yang ikut bekerja saudaranya, jadi jam kerja tidak ada. Di toko juga, terkadang di bawah UMK dan ini dilematis, antara infestasi jalan terus atau ditutup usahanya. Namun, sepanjang ada MoU antara kedua belah pihak, kami juga menoleransi," katanya.
Terkait dengan adanya aduan pemberian upah tidak sesuai dengan UMK, ia mengatakan hingga kini memang belum ada aduan yang masuk. Namun, jika ada aduan, nantinya dari dinas akan memrosesnya serta memastikan kesehatan perusahaan.
Pihaknya juga sudah menyiapkan sosialisasi terkait dengan UMK 2018 pada para pengusaha di kota ini. Sosialisasi tersebut sebagai bentuk imbauan, agar pengusaha mengetahui dan memberikan hak para pekerja sesuai dengan aturan yang telah berlaku. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017