Surabaya (Antara Jatim) - Kepolisian Daerah Jawa Timur bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Timur membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah yang bertujuan untuk mengatasi masalah sengeketa tanah yang ada di wilayah itu.

"Pembentukan Satgas ini bentuk kepedulian dari BPN. Ini instruksinya sudah lama, yakni pada Maret 2017, tapi baru bisa dilaksanakan hari ini di Jatim. Kami termasuk cepat dibanding daerah-daerah lain," kata Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin usai penandatangan nota kesepahaman (Mou) antara Polda dan BPN Jatim di Surabaya, Selasa.

Machfud menjelaskan, tugas pokok dari Satgas itu nanti akan menindaklanjuti beberapa persoalan, seperti tata ruang, sengketa pertanahan banyak terjadi di Jatim, khususnya Surabaya. Dengan dibentuknya Satgas, baik Polda maupun BPN akan saling bersinergi dalam memberikan akses informasi serta hal-hal lain dalam penyelesaian masalah sengketa tanah.

"Modusnya macam-macam antara lain menyerobot, sertifikat palsu. Nanti kerjanya, antara polisi dan BPN sama-sama bergabung, Personel BPN sudah disampaikan ke kita. Secara operasional nanti Dirkrimum secara teknik menghadapi target yang telah ditentukan bersama," ujar Machfud.

Dirinya menambahkan, persengketaan tanah tidak bisa diselesaikan polisi sendiri tapi juga membutuhkan BPN. Ditanya apakah akan mendirikan posko pengaduan, machfud menjelaskan, hal itu tidak perlu dilakukan, sebab orang punya persoalan tanah pasti lapor ke Polda.

Di kesempatan yang sama, Kepala Kantor Wilayah BPN Jatim Gusmin Tuarita menyatakan, pembentukan Satgas Anti Mafia Tanah ini masuk dalam tataran untuk pencegahan. Sinergi antara Polri dan BPN sangat dibutuhkan karena permasalahan tanah ini sangat luas.

"Pertanahan bukan hanya masalah status. Tapi hal-hal yang bisa konflik. Oleh karena itu dibutuhkan kerja sama yang intensif dengan Polri," kata dia.

Dengan adanya Satgas itu, kata dia, ke depan, jika ada pengaduan ke polisi terkait masalah tanah, BPN akan ikut ke tim. Nantinya, akan ada pertukaran informasi, data, pengaduan bisa ke polisi dan "dikawinkan" dengan data yang ada di BPN. Selain itu, dia menyebut ada 6.250 kasus pertanahan di jatim dan sudah 30 persen yang bersertifikat.

Gusmin secara tegas menolak anggapan bahwa selama ini BPN sebagai instansi yang tertutup. Menurutnya semua persyaratan, biaya maupun waktu sudah tertempel di pengumuman di kantor BPN.

"Untuk mengurus itu, perlu ada surat dari RT/RW, lalu cek ke lapangan, pengukuran dan kemudian diumumkan sehingga waktu. Ini akan kami reformasi secara perlahan-lahan. Saya kira di BPN sudah terbuka apalagi sudah dibangun sistem berbasis informasi dan teknologi (IT)," tuturnya.(*)

Pewarta: willy irawan

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017