Surabaya (Antara Jatim) - Wakil Wali Kota (Wawali) Surabaya menanggapi putusan Mahkamah Konsititusi (MK) yang menolak  gugatan yang diajukan Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar terkait pengelolaan pendidikan SMA/SMK yang beralih dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi.
     
"Sebenarnya dari awal sudah pernah kami sampaikan ke Pemkot Blitar, agar yang menggugat adalah warga, bukan pemkot," kata Whisnu Sakti Buana kepada wartawan di Surabaya, Kamis.

Menurut dia, kalau yang melakukan gugatan adalah Pemkot Blitar, maka bisa dikatakan Pemerintah menggugat Pemerintah. "Jadi tidak jelas siapa yang dirugikan," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa esensi gugatan akan sangat berbeda jika yang melakukan gugatan adalah warga yang memang terdampak langsung akibat UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

"Sehingga akan terlihat jelas kerugian yang diterima warga karena mereka harus membayar untuk bisa melanjutkan sekolah. Dan akan semakin banyak siswa keluarga miskin yang terancam putus sekolah," katanya.

Oleh karenanya, terkait gugatan gugatan uji materi UU 23/2014 yang dilakukan oleh 4 warga Kota Surabaya, Whisnu berharap agar Mahkamah Konstitusi (MK) bisa mengabulkannya. Sedangkan untuk Kota Blitar, Whisnu menyarankan agar melakukan gugatan ulang. 

"Kami juga berharap putusan untuk Kota Surabaya bisa dikabulkan, kalau melihat pertimbangan yang disampaikan dalam putusan MK kemarin (19/6), kami yakin MK akan mengabulkan gugatan Warga Surabaya," ujarnya.

Meski demikian, pihaknya menghormati putusan MK No. 30/PPU-XIV/2016 tentang uji materi UU 23/2014 yang diajukan Wali Kota Blitar Samanhudi, meski substansi putusannya tidak mengubah kewenangan pengelolaan pendidikan SMA/SMK yang saat ini dikelola Pemerintah Provinsi.

Wakil Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Surabaya Adi Sutarwijono mengatakan meski keputusan MK itu bagi sebagian warga di daerah bukan kabar gembira, tetapi harus diterima lapang dada. 

"Keputusan MK telah mengukuhkan pengelolaan SMA/SMK tetap berada di tangan pemerintah provinsi," katanya. 

Namun yang perlu diingat, kata dia, adanya uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 23/2014, tentang pemerintahan daerah merupakan manifestasi ketidakpuasan atas pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke provinsi. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017