Tulungagung (Antara Jatim) - Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur menyatakan jumlah desa endemis serangan wabah demam berdarah di wilayah tersebut bertambah, dari sebelumnya 74 desa pada awal 2016 kini menjadi 91 desa.
"Setiap tahun desa endemis selalu saja bertambah, hal ini yang menjadi target dari Dinkes sendiri untuk mengurangi jumlah desa yang endemis," kata Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Tulungagung Didik Eka di Tulungagung, Senin.
Menurutnya, di Tulungagung masih sekitar 88 persen rumah yang terbebas dari jentik nyamuk.
Sedangkan sisanya sekitar 12 persen belum terbebas dari jentik, kata Didik.
Jumlah itu menurut dia merupakan target pencegahan yang harus dilakukan dengan melaksakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) maupun 3-M plus, yakni menguras, menutup dan mengubur.
"Kesadaran masyarakat sangat diperlukan dalam pencegahan guna meminimalisir jumlah desa endemis," katanya.
Masih menurut Didik, dinkes sejauh ini telah membentuk juru pemantau jentik (jumantik) dimana di setiap satu rumah satu jumantik.
Percobaan dilakukan di 32 desa sesuai dengan jumlah puskesmas yang ada. "Dari jumlah 32 desa yang terpilih merupakan desa yang endemis pada 2016," katanya.
Didik menuturkan, selain itu juga pihaknya telah mempersiapkan fogging (pengasapan) fokus apabila terjadi penularan di suatu wilayah agar tidak terjadi kejadian luar biasa (KLB).
"Hal ini guna penghentian terjadinya penularan," katanya.
Adapun syarat dilakukan fogging, kata Didik, yakni adanya temuan kasus DBD, dimana penderita mengalami perawatan di rumah sakit, kemudian dilakukan epidomologi oleh petugas puskesmas disekitar rumah penderita apakah ada penularan yang terjadi di sekitar 20 rumah dari rumah penderita.
Selanjutnya adanya warga lain yang menderita panas tanpa sebab, dari situ bisa disimpulkan adanya penularan DBD.
"Dari salah satu persyaratan itu bisa terpenuhi maka bisa dilakukan fogging," katanya.
Didik menambahkan, sejak Januari–Maret pada 2017 tercatat sebanyak 65 penderita.
Jumlah tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan periode tiga bulan 2016 tercatat sekitar 329 penderita.
"Sedangkan untuk korban yang meninggal dalam periode Januari hingga Maret, untuk 2017 sebanyak 3 jiwa, sedangkan 2016 sebanyak 8 jiwa," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Setiap tahun desa endemis selalu saja bertambah, hal ini yang menjadi target dari Dinkes sendiri untuk mengurangi jumlah desa yang endemis," kata Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Tulungagung Didik Eka di Tulungagung, Senin.
Menurutnya, di Tulungagung masih sekitar 88 persen rumah yang terbebas dari jentik nyamuk.
Sedangkan sisanya sekitar 12 persen belum terbebas dari jentik, kata Didik.
Jumlah itu menurut dia merupakan target pencegahan yang harus dilakukan dengan melaksakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) maupun 3-M plus, yakni menguras, menutup dan mengubur.
"Kesadaran masyarakat sangat diperlukan dalam pencegahan guna meminimalisir jumlah desa endemis," katanya.
Masih menurut Didik, dinkes sejauh ini telah membentuk juru pemantau jentik (jumantik) dimana di setiap satu rumah satu jumantik.
Percobaan dilakukan di 32 desa sesuai dengan jumlah puskesmas yang ada. "Dari jumlah 32 desa yang terpilih merupakan desa yang endemis pada 2016," katanya.
Didik menuturkan, selain itu juga pihaknya telah mempersiapkan fogging (pengasapan) fokus apabila terjadi penularan di suatu wilayah agar tidak terjadi kejadian luar biasa (KLB).
"Hal ini guna penghentian terjadinya penularan," katanya.
Adapun syarat dilakukan fogging, kata Didik, yakni adanya temuan kasus DBD, dimana penderita mengalami perawatan di rumah sakit, kemudian dilakukan epidomologi oleh petugas puskesmas disekitar rumah penderita apakah ada penularan yang terjadi di sekitar 20 rumah dari rumah penderita.
Selanjutnya adanya warga lain yang menderita panas tanpa sebab, dari situ bisa disimpulkan adanya penularan DBD.
"Dari salah satu persyaratan itu bisa terpenuhi maka bisa dilakukan fogging," katanya.
Didik menambahkan, sejak Januari–Maret pada 2017 tercatat sebanyak 65 penderita.
Jumlah tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan periode tiga bulan 2016 tercatat sekitar 329 penderita.
"Sedangkan untuk korban yang meninggal dalam periode Januari hingga Maret, untuk 2017 sebanyak 3 jiwa, sedangkan 2016 sebanyak 8 jiwa," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017