Jember (Antara Jatim) - Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, Jawa Timur mencatat jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah setempat mengalami penurunan setiap bulannya selama tiga bulan terakhir.
"Pada Januari 2017 tercatat sebanyak 70 kasus DBD, kemudian pada Februari menurun menjadi 64 kasus, dan pada pertengahan Maret ini tercatat sekitar 20 kasus DBD," kata Humas Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember Yumarlis di Kabupaten Jember, Senin.
Pada periode yang sama Januari-Maret tahun lalu tercatat Januari sebanyak 79 kasus, Februari 65 kasus dan Maret sebanyak 54 kasus, sehingga totalnya 198 kasus DBD dari 901 pasien terduga (suspect) yang dirawat di sejumlah rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang dilaporkan kepada Dinkes Jember.
"Tren menurunnya kasus DBD di Jember karena kesadaran masyarakat tentang gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) meningkat dan gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik)," tuturnya.
Menurutnya kecamatan yang menjadi endemis penyakit DBD di Jember masih kawasan kota yakni Kecamatan Sumbersari, Patrang, dan Kaliwates karena kawasan itu padat penduduk, namun tidak menutup kemungkinan kawasan pinggiran juga berpotensi menjadi endemik DBD.
"Biasanya kasus DBD meningkat pada bulan Januari, namun selama dua tahun terakhir (2016-2017) jumlah penderita DBD pada Januari berkisar 70-80 kasus saja. Padahal pada Januari 2015 sempat mencapai 228 orang dan lima penderita di antaranya meninggal dunia," katanya.
Berdasarkan data Dinkes Jember, lanjut dia, rumah warga yang bebas jentik nyamuk juga meningkat dari 75 persen, kini menjadi 95 persen karena gencarnya gerakan satu rumah satu jumantik.
"Gerakan tersebut sangat berpengaruh signifikan untuk menekan penyebaran virus nyamuk Aedes Agypti selama musim hujan, sehingga kasus DBD di Jember juga dapat ditekan. Meskipun masih ada satu hingga dua rumah yang belum bebas dari jentik nyamuk," ujarnya.
Tren penurunan kasus itu juga diikuti dengan penurunan angka kematian pasien DBD karena sejak Januari hingga pertengahan Maret 2017 tercatat sebanyak satu penderita anak-anak yang meninggal dunia, sedangkan periode yang sama tahun lalu tercatat sebanyak tiga pasien DBD yang meninggal.
"Biasanya kasus meninggalnya penderita DBD karena pihak keluarga terlambat membawa pasien ke puskesmas atau rumah sakit terdekat, sehingga kondisinya sudah sangat parah dan dokter sudah tidak bisa menyelamatkan nyawa pasien tersebut," ucapnya.
Yumarlis mengimbau kepada masyarakat untuk segera membawa penderita DBD yang memiliki gejala demam tinggi, timbul bintik merah, mual dan pusing ke pelayanan kesehatan terdekat, sehingga angka kematian pada pasien DBD dapat ditekan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017