Malang, (Antara Jatim) - Ketua DPRD Kota Malang Arif Wicaksono menilai kebijakan pembangunan monorel yang dilontarkan Wali Kota Malang Moch Anton tidak serius karena hingga saat ini belum dibicarakan dengan para wakil rakyat.
    
"Proyek prestisius yang digadang-gadang akan menjadi solusi mengatasi kemacetan lalu lintas tak lebih dari sekadar wacana saja, sebab tahapan-tahapan pembangunan  yang semestinya dilakukan belum pernah dibahas secara serius dan tuntas dengan  dewan," kata Arif di Malang, Jawa Timur, Senin.
    
Apapun kebijakan yang diambil wali kota, khususnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak, apalagi memanfaatkan aset negara, kata politisi PDI Perjuangan itu, dewan harus diajak bicara dan selanjutnya dibahas secara serius.
    
Oleh karena itu, lanjutnya, proyek monorel  Kota Malang  yang digembar-gemborkan di media massa selama ini sekadar wacana alias belum jelas realisasinya, meski sudah menggandeng pihak ketiga.
    
Arif menilai penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan investor monorel pada pertengahan Januari lalu juga tidak etis karena sama sekali tidak pernah diinformasikan ke dewan sebagai representasi rakyat Kota Malang.
    
"Itu MoU seperti apa, kami di dewan juga tidak paham karena memang tidak pernah diajak bicara urusan ini.  Oleh karena itu, kami menyarankan masyarakat Kota Malang jangan serta merta  percaya dengan kebijakan apapun dari Pemkot Malang yang belum tentu bisa direalisasikan," terangnya.
    
Ia mencontohkan proyek pembangunan monorel di beberapa kota besar di Indonesia sampai saat ini banyak yang berakhir dengan wacana saja, termasuk di DKI Jakarta, padahal pembahasan dan perencanaannya jauh lebih serius ketimbang monorel yang diwacanakan Pemkot Malang.
    
Atas sorotan wakil rakyat tersebut, Wali Kota Malang Moch Anton membantah jika proyek monorel yang digagas tersebut hanya sekadar wacana. Dia berjanji akan membuktikan bahwa proyek besar ini tidak hanya sekadar janji kosong pemerintah.
    
Salah satu bukti keseriusan itu menurut Anton, pihaknya sudah menandatangani MoU dengan PT Indonesia Transit Central diperkirakan akan menghabiskan anggaran sekitar Rp2 - 3 triliun. "Kami ingin menjawab keinginan masyarakat agar di Kota Malang ada angkutan massal sebagai solusi mengurai kemacetan lalu lintas yang kian parah," paparnya.
    
MoU dengan investor itu, katanya, merupakan titik awal keseriusan perencanaan proyek yang ditargetkan selesai pada 2018 itu.
    
Untuk merealisasikan proyek ini, ada tiga tahap kegiatan yang akan dilakukan, yakni melakukan kajian pra-studi kelayakan, seperti yang disyaratkan undang-undang tentang Kerja Sama Pemerintah dan Swasta/Badan Usaha yakni kajian teknis, kelayakan, kajian finansial dan ekonomi, serta kajian hukum. Dan, selajutnya diajukan skema investasi sebagai bahan pengajuan kepada Pemerintah Pusat untuk mendapatkan persetujuan.
    
Tahap kedua adalah pelaksanaan studi kelayakan. Rencananya studi kelayakan membutuhkan waktu minimal 6 bulan. Jika studi kelayakan itu disetujui Pemerintah Pusat, tahap selanjutnya adalah studi kelayakan yang akan mengkonfirmasi rute monorel di Kota Malang serta berkoordinasi dengan Dirjen Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan RI.
    
Dan, tahap ketiga dilakukan proses sesuai ketentuan, yakni pelaksanaan tender proyek monorel di Kota Malang dan konsorsium PT Indonesia Transit Central dapat ditetapkan sebagai pemrakarsa pengembangan proyek ini.  
    
"Panjang rute monorel nanti sekitar 40 kilometer. Namun, pada tahap awal kita fokuskan di Stasiun Kotanbaru menuju kampus Universitas Brawijaya (UB) sekitar 8,5 kilometer.  Harapannya, rute pertama ini akan mengurai kemacetan lalu lintas pada pusat pendidikan dan perkantoran," urainya.
    
Anton berharap monorel bisa dikoneksikan dengan angkutan umum baik taksi maupun ojek, sehingga menjadi satu kesatuan sarana transportasi yang bisa dinikmati secara mudah oleh masyarakat. "Kenapa kami berencana membangun monorel, karena kami melihat tidak mungkin dilakukan perluasan jalan untuk memecah kemacetan. Biayanya terlalu besar dan biaya sosialnya pasti juga jauh lebih mahal," terang Anton. (*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017