Surabaya (Antara Jatim) - Legislator menilai Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan intervensi  terkait persentase besaran ketersediaan pemukiman untuk kalangan menengah bawah sehingga masyarakat pra sejahtera juga bisa memiliki rumah sendiri.
     
 Anggota Komisi C Bidang Perekonomian DPRD Surabaya Vinsensius Awey, di Surabaya, Kamis, mengatakan mengapresiasi upaya penataan pemukiman di Surabaya yang tertuang dalam rancangan peraturan daerah (raperda) Penataan Pemukiman Kumuh yang saat ini masih dalam proses kajian.
     
 "Kami memandang komisi yang ditunjuk menjadi panitia khusus (pansus) nantinya harus berjuang keras untuk menjadikannya perda. Sebab, proses pembahasan raperda itu nanti akan menghadapi tantangan berat dari kalangan pengembang," katanya.
     
 Menurut dia, pasti ada tarik menarik kepentingan karena pengembang cenderung tidak menginginkan perimbangan, daya beli menengah atas akan menurun karena dicampur adukkan dengan segala segmen.
     
Ia  menegaskan jika perkembangan pemukiman di Surabaya dibiarkan pada mekanisme pasar, maka tidak akan ada perimbangan. Para pengembang cenderung lebih menyasar kalangan menegah atas.
     
 "Nilai lahan sama, biaya material sama, sehingga produknya jual ke menengah bawah harga tidak terangkat, kalau menengah atas mendapatkan cross margin yang besar," ujarnya.
     
 Menurutnya, Pemkot Surabaya memang perlu melakukan intervensi. Pemkot harus bisa mengatur persentase besaran ketersediaan pemukiman untuk kalangan menengah bawah.
     
 Dengan adanya perda, lanjutnya, selain menyediakan hunian untuk kalanga atas, pengembang juga akan mebangun hunian untuk masyarakat bawah. Pengembang tidak perlu khawatir akan kehilangan keuntungan yang besar.
     
 "Mekanismenya ya subsidi silang. Pengembang ambil keuntungan banyak dari hunian elit, tetapi untuk kalangan bawah ya jangan terlalu," katanya.
     
 Semakin hari, lanjut dia, lahan di Surabaya tidak lagi bersahabat karena masyarakat menengah bawah tidak mampu membeli lahan. Akibatnya, mereka memilih tinggal di pinggiran atau bahkan membeli rumah di Sidoarjo dan Gresik. Padahal mereka kerja di Surabaya Kota.
     
 "Nah kalau kerjanya di Surabaya kota, mereka akan terbebani dengan biaya operasional atau transportasi," katanya.
     
Untuk mensiasati kekurangan lahan, pengembang bisa membangun rumah susun milik (rusunami). Sebab, untuk hunian yang napak (landed house) harganya saat ini lumayan tinggi. 
     
 "Kalau rusunami dengan inflasi saat ini, kisaran Rp125 juta-Rp140 juta harganya," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017