Surabaya (Antara Jatim) - Pekan terakhir pada Januari lalu, publik peternakan Tulunggung, Jawa Timur, dikagetkan kematian mendadak enam ekor sapi tanpa diketahui penyebabnya.

Kejadian itu memicu kekhawatiran peternak terhadap munculnya wabah antraks di wilayah tersebut.

Peternak sapi di Desa Pinggirsari, Kecamatan Ngantru, Ayunika Lestari, yang dua ekor sapinya mati misterius mengaku tak mengetahui sama sekali tak ada gejala sakit sebelumnya.

Tahu-tahu sapi sudah dalam kondisi kejang lalu mati. Sudah dua ekor sapi miliknya mati dalam sebulan terakhir. Gejala sakitnya aneh, dan kami takut ini ada kaitannya dengan yang sedang terjadi di Jawa Tengah," ujarnya.

Selain milik Ayunika, terdapat empat ekor ternak sapi milik peternak lain di desa yang sama mati mendadak.

Sapi yang mati memiliki gejala hampir sama, yakni yang awalnya sehat tiba tiba kejang-kejang dan dalam hitungan 8-10 jam sapi tersebut mati.

Pihak Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung mengklarifikasi penyebab kematian sejumlah ternak sapi tersebut yakni diduga akibat perut kembung, bukan virus antraks karena gejala klinisnya tidak sama.

"Dengan kejadian ini kalau kita lihat dan amati disebabkan oleh pakan, karena semua kasus sapi mati selalu didahului dengan gejala perut kembung," kata Kepala Disnak Tulungagung Tatik Andayani di Tulungagung.

Kendati tidak melakukan uji sampel, ia memastikan fenomena kematian sejumlah sapi secara sporadis tersebut tidak ada kaitannya dengan penyakit antraks sebagaimana yang muncul di wilayah Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hal itu menurut Tatik didasarkan gejala klinis jelang kematian sapi yang selalu didahului perut kembung, nafas "ngosrong" (berat disertai getaran tubuh), suhu badan tinggi, hingga akhirnya kejang dan mati.

"Kalau melihat gejalanya itu hampir dipastikan penyebabnya adalah pakan. Kalau antraks gejala klinisnya kematian mendadak tanpa sebab yang kemudian diikuti keluar cairan darah dari beberapa lubang tubuh, seperti hidung, mulut, telinga hingga mata," jelas katanya.


Langkah Pencegahan

Pemerintah Provinsi Jawa Timur tak tinggal diam dengan adanya kasus kematian sejumlah sapo ternak di wilayahnya dengan melakukan sosialisasi serta antisipasi agar gejala antraks tak masuk.

Kepala Biro Humas dan Protokol Setdaprov Jatim Benny Sampir Wanto menyampaikan, langkah-langkah pencegahan agar penyakit antraks tidak masuk Jatim yaitu melakukan pengawasan lalu lintas ternak antarprovinsi di pos pemeriksaan hewan (check point) sebanyak 11 unit di wilayah perbatasan.

"Lalu lintas ternak antarprovinsi harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan hewan," katanya mendampingi Kepala Dinas Peternakan Jatim Rohayati.

Kemudian, langkah berikutnya yaitu meningkatkan kewaspadaan melalui penerapan kewaspadaan dini (early warning system) dengan melibatkan petugas di sistem pelaporan penyakit hewan menular terintregasi sebanyak 970 orang yang tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Jatim, termasuk merespon apabila ada kejadian penyakit.

Berikutnya, melakukan pemeriksaan antemortem saat pemeriksaan hewan sebelum dipotong di rumah potong hewan, dan mengoptimalkan pusat kesehatan hawan sebanyak 102 unit, serta laborarotium kesehatan hewan 25 unit untuk melakukan penyidikan penyakit.

Tak itu saja, lanjut dia, juga dilakukan kesiapsiagaan darurat veteriner di wilayah perbatasan dan wilayah yang memiliki risiko tinggi, serta melakukan komunikasi informasi dan edukasi terkait pencegahan maupun penanggulangan penyakit antraks kepada peternak hingga masyarakat.

Selain itu, masyarakat juga diminta melaporkan kepada petugas dinas peternakan jika ditemukan adanya kematian mendadak pada hewan dan dilarang memotong ternak yang sakit.

"Melakukan koordinasi dengan instansi terkait bila ada indikasi (suspect) penyakit antraks, baik hewan atau manusia, dan yang harus diperhatikan adalah pemotongan ternak wajib dilakukan di rumah potong hewan (RPH)," katanya.

Selanjutnya, pencegahan dan pengendalian penyakit antraks membutuhkan obat-obatan, vaksin, desinfectan dan sarana pendukung lainnya.

Hanya, lanjut dia, ketersediaan obat-obatan, vaksin maupun desinfectan yang tersedia masih belum mencukupi dengan jumlah hewan rentan yang ada sehingga Jatim memiliki risiko tinggi.

Kendati demikian, menurut dia masih ada kendala untuk mencegah antraks masuk karena secara geografis Jatim berisiko tinggi terhadap penyakit antraks karena berbatasan dengan wilayah endemis antraks.

"Jatim juga sebagai jalur transportasi ternak dari Nusa Tenggara Timur menuju Jakarta dan Jawa Barat. Itu yang menyebabkan peluang antraks masuk," kata mantan kepala biro kerja sama Setdaprov Jatim tersebut.

Sekadar diketahui, tahun lalu Pemprov Jatim menyiapkan anggaran sebesar Rp2,5 miliar untuk mengantisipasi dan mencegah munculnya penyakit antraks yang mengancam seluruh hewan ternak di wilayah setempat.

Gubernur Jatim Soekarwo juga menurunkan tim untuk mendata serta memeriksa seluruh ternak, sekaligus langkah antisipasi karena saat itu sempat kejadian di Pacitan ada seekor sapi diketahui mati setelah kulitnya menghitam dan timbul luka yang bercirikan penyakit antraks.

Orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut mengakui ditemukannya antraks di wilayahnya merupakan yang pertama usai 1980.

Sedangkan di Kabupaten Bondowoso, Pemerintah Kabupaten setempat memastikan wilayahnya terbebas dari virus antraks sehingga pencegahan lewat vaksinasi tidak perlu dilakukan.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (Kabid KHKMV-PPHP) Dinas Pertanian Pemkab Bondowoso drh. Cendy Herdiawan menyampaukan bahwa daerah yang perlu dilakukan vaksinasi adalah daerah yang berbatasan dengan daerah yang ditemukan kasus antraks.

Vaksinasi antraks, kata dia, dilakukan untuk daerah yang berisiko tinggi atau daerah yang berdekatan atau berbatasan dengan daerah kasus.

"Selama ini, Bondowoso tidak pernah ditemukan kasus antraks pada hewan ternak baik secara historis maupun kasus di lapangan. Jika vaksinasi dilakukan di daerah bebas antraks justru akan memicu timbulnya virus yang mematikan itu dan dapat menyerang hewan maupun manusia," katanya. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017