Honorer Tuntut Kejelasan Status Terkait Peralihan SMA/SMK
Surabaya (Antara Jatim) - Sejumlah tenaga honorer yang mengatasnamakan Forum Honorer Kategori 2 se-Indonesia (FHK2I Surabaya) mendatangi Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya, Selasa menuntut kejelasan status mereka terkait peralihan wewenang SMA/SMK dari Dindik Kota Surabaya ke Dindik Jatim.
"Kedatangan sekitar 40 perwakilan guru untuk menuntut penjelasan persoalan atas hak-hak dan kejelasan status semua honorer SMA/SMK di Surabaya yang berjumlah 1000 orang lebih pasca peralihan kewenangan." Ketua FHK2I Surabaya, Eko Mardiono.
Eko mengungkapkan honor GTT/PTT terancam tidak bisa UMK di Kota Surabaya sebesar Rp 3,1 Juta perbulan. Melainkan, honor GTT/PTT terancam dibayar dibawah UMK Surabaya.
“Perjuangan untuk gaji honorer bisa UMR Surabaya itu baru bisa kami nikmati tahun 2012. Kalau sampai dipegang provinsi jadi turun tentunya kami tidak terima, apalagi tingkat kebutuhan masing-masing daerah berbeda,” lanjutnya.
Dia mengatakan, dari tata pemerintahan yang lebih tinggi, harusnya taraf hidup justru meningkat bukan malah turun karena tidak adanya subsidi pemkot. Sehingga, jika dalam perjuangan mereka yang akan dilanjutkan ke pemkot kemudian ke Pemprov tidak mendapat respon.
“Kalau memang gaji malah turun kalau dikelola provinsi, lebih baik kami semua diakomodir ke SD atau SMP. Kebutuhan SD dan SMP kan masih banyak resikonya akan banyak SMA/SMK yang kalang kabut,” jelasnya.
Dia menyampaikan agar pemerintah kota bisa menyerahkan data sehingga pemerintah Provinsi bertanggungjawab penuh atas pengamanan data base honorer (K2 dan non Kategori) sewaktu-waktu bisa digunakan sebagai sarana pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pihaknya menyarankan, hal-hal yang teknis dan memungkinkan ada fleksibilitas dalam implementasinya UU 23 Tahun 2014, seharusnya bisa tertuang dalam Peraturan Pemerintah sehingga Iebih mudah untuk disesuaikan di Iapangan. Bukannya konkruen dalam UU melalui lampiran.
“Urusan pendidikan adalah urusan bersama pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan masyarakat. Menurut kami pembagian kewenangannya tidak IaIu semata-mata seperti ”sigar semangka” atau ”sigar byak” dengan demikian ruang bagi daerah untuk tetap saling tukar peran,” tegasnya.
Menurutnya, di lapangan pasti ada banyak masalah dalam penanganan anak-anak dan juga guru honorer yang tinggal di di kota Surabaya. Tetapi berdasarkan UU tersebut pemkot tidak punya kewenangan untuk menanganinya. Harusnya kota Surabaya diberi kewenangan lebih nantinya, terutama dalam haI kembali memfasilitasi anak didiknya dan guru honorer memperoleh hak sebagaimana selama ini berjalan.
"Bahkan sekarang sudah ada 3 honorer kebersihan yang dipecat SMA untuk persiapan mengurangi pengeluaran sekolah,"pungkasnya.
Sementara itu menanggapi keluhan dan tuntutan tenaga honorer, Kepala dindik Surabaya, Muhammad Ikhsan menjelaskan sudah mengusahakan untuk peralihan agar bisa semua komponen sekolah dikelola pemprov. Karena di sekolah tak hanya sarana prasarana dan PNS, melainkan juga PTT dan GTT.
"Begitu kewenangan ditarik provinsi, Dindik juga menunggu kelanjutan langkah untuk berbagai program di sekolah dan berbagai kebijakan yang selama ini berasal dari Dindik Kota Surabaya, termasuk penyaluran Bopda untuk penggajian honorer SMA/SMK," katanya.
Terkait pendanaan honorer melalui BOS yang diungkapkan Dindik Provinsi, menurutnya jika provinsi mengungkapkan hal tersebut, maka sudah ada kajian terkait pendanaan agar bisa memenuhi operasional lainnya.
Karena penggajian yang biasanya diambil dari Bopda, sejak Oktober 2016 pihaknya belum mengetahui apakah bisa menyalurkan dana melalui Bopda pada SMA/SMK yang wewenangnya sudah dialihkan ke Dindik Provinsi.
“Keresahan dan kegalauan honorer itu juga menjadi keresahan Wali Kota. Tak hanya masalah anggaran, tetapi banyak hal lain yang harus diperhatikan,” terangnya.
Sementara untuk tuntutan ditampung pada SD atau SMP, Ikhsan belum bisa memberikan kepastian. Sebab, pihaknya perlu mengkaji banyak hal untuk menyalurkan 1.000 tenaga honorer karena honorer tersebut merupakan bagian penting sistem operasional di sekolah. Kalau tidak didukung dengan tenaga honorer dikhawatirkan aktifitas operasional di sekolah akan terhambat.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Surabaya (Antara Jatim) - Sejumlah tenaga honorer yang mengatasnamakan Forum Honorer Kategori 2 se-Indonesia (FHK2I Surabaya) mendatangi Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya, Selasa menuntut kejelasan status mereka terkait peralihan wewenang SMA/SMK dari Dindik Kota Surabaya ke Dindik Jatim.
"Kedatangan sekitar 40 perwakilan guru untuk menuntut penjelasan persoalan atas hak-hak dan kejelasan status semua honorer SMA/SMK di Surabaya yang berjumlah 1000 orang lebih pasca peralihan kewenangan." Ketua FHK2I Surabaya, Eko Mardiono.
Eko mengungkapkan honor GTT/PTT terancam tidak bisa UMK di Kota Surabaya sebesar Rp 3,1 Juta perbulan. Melainkan, honor GTT/PTT terancam dibayar dibawah UMK Surabaya.
“Perjuangan untuk gaji honorer bisa UMR Surabaya itu baru bisa kami nikmati tahun 2012. Kalau sampai dipegang provinsi jadi turun tentunya kami tidak terima, apalagi tingkat kebutuhan masing-masing daerah berbeda,” lanjutnya.
Dia mengatakan, dari tata pemerintahan yang lebih tinggi, harusnya taraf hidup justru meningkat bukan malah turun karena tidak adanya subsidi pemkot. Sehingga, jika dalam perjuangan mereka yang akan dilanjutkan ke pemkot kemudian ke Pemprov tidak mendapat respon.
“Kalau memang gaji malah turun kalau dikelola provinsi, lebih baik kami semua diakomodir ke SD atau SMP. Kebutuhan SD dan SMP kan masih banyak resikonya akan banyak SMA/SMK yang kalang kabut,” jelasnya.
Dia menyampaikan agar pemerintah kota bisa menyerahkan data sehingga pemerintah Provinsi bertanggungjawab penuh atas pengamanan data base honorer (K2 dan non Kategori) sewaktu-waktu bisa digunakan sebagai sarana pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pihaknya menyarankan, hal-hal yang teknis dan memungkinkan ada fleksibilitas dalam implementasinya UU 23 Tahun 2014, seharusnya bisa tertuang dalam Peraturan Pemerintah sehingga Iebih mudah untuk disesuaikan di Iapangan. Bukannya konkruen dalam UU melalui lampiran.
“Urusan pendidikan adalah urusan bersama pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan masyarakat. Menurut kami pembagian kewenangannya tidak IaIu semata-mata seperti ”sigar semangka” atau ”sigar byak” dengan demikian ruang bagi daerah untuk tetap saling tukar peran,” tegasnya.
Menurutnya, di lapangan pasti ada banyak masalah dalam penanganan anak-anak dan juga guru honorer yang tinggal di di kota Surabaya. Tetapi berdasarkan UU tersebut pemkot tidak punya kewenangan untuk menanganinya. Harusnya kota Surabaya diberi kewenangan lebih nantinya, terutama dalam haI kembali memfasilitasi anak didiknya dan guru honorer memperoleh hak sebagaimana selama ini berjalan.
"Bahkan sekarang sudah ada 3 honorer kebersihan yang dipecat SMA untuk persiapan mengurangi pengeluaran sekolah,"pungkasnya.
Sementara itu menanggapi keluhan dan tuntutan tenaga honorer, Kepala dindik Surabaya, Muhammad Ikhsan menjelaskan sudah mengusahakan untuk peralihan agar bisa semua komponen sekolah dikelola pemprov. Karena di sekolah tak hanya sarana prasarana dan PNS, melainkan juga PTT dan GTT.
"Begitu kewenangan ditarik provinsi, Dindik juga menunggu kelanjutan langkah untuk berbagai program di sekolah dan berbagai kebijakan yang selama ini berasal dari Dindik Kota Surabaya, termasuk penyaluran Bopda untuk penggajian honorer SMA/SMK," katanya.
Terkait pendanaan honorer melalui BOS yang diungkapkan Dindik Provinsi, menurutnya jika provinsi mengungkapkan hal tersebut, maka sudah ada kajian terkait pendanaan agar bisa memenuhi operasional lainnya.
Karena penggajian yang biasanya diambil dari Bopda, sejak Oktober 2016 pihaknya belum mengetahui apakah bisa menyalurkan dana melalui Bopda pada SMA/SMK yang wewenangnya sudah dialihkan ke Dindik Provinsi.
“Keresahan dan kegalauan honorer itu juga menjadi keresahan Wali Kota. Tak hanya masalah anggaran, tetapi banyak hal lain yang harus diperhatikan,” terangnya.
Sementara untuk tuntutan ditampung pada SD atau SMP, Ikhsan belum bisa memberikan kepastian. Sebab, pihaknya perlu mengkaji banyak hal untuk menyalurkan 1.000 tenaga honorer karena honorer tersebut merupakan bagian penting sistem operasional di sekolah. Kalau tidak didukung dengan tenaga honorer dikhawatirkan aktifitas operasional di sekolah akan terhambat.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016