Surabaya (Antara Jatim) - Direktur Perencanaan Strategis dan Operasi USAID Biro Asia, Jeff Cohen, menilai UIN Sunan Ampel (Uinsa) Surabaya sudah mampu mencetak guru berkualitas dunia dengan pola pengajaran aktif dan menyenangkan.

"Kita butuh guru-guru yang bersemangat dalam mengajar dan juga butuh siswa-siswa yang senang dalam belajar. Itulah kunci keberhasilan (pendidikan)," katanya di sela meninjau implementasi program kemitraan USAID-Uinsa di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UINSA Surabaya, Jumat.

Didampingi Rektor Uinsa Prof Dr H Abd A'la MAg, ia menjelaskan dirinya sudah melihat langsung proses belajar-mengajar di SDN Sumbergondo 2 Batu yang guru-gurunya mengalami "sentuhan" pola pengajaran aktif dan menyenangkan dari mahasiswa Uinsa saat melakukan praktik mengajar.

"Saya melihat sendiri hasil kerja sama USAID-Uinsa melalui program PRIORITAS (Prioritizing Reform, Innovation, Opportunities for Reaching Indonesia's Teacher, Administrators, and Students) sejak 2014, ternyata apa yang saya lihat di Batu itu, siswanya senang belajar, gurunya juga senang mengajar. Jadi, Uinsa sudah mampu mencetak guru berkualitas dunia," katanya.

Sementara itu, Prof Dr H Abd A'la MAg menyatakan hubungan antara Uinsa dengan AS sudah lama berjalan dengan baik dan bukan hanya dengan USAID, bahkan Presiden AS Barack Obama akan segera mengirimkan staf khusus untuk membahas masalah perdamaian.

"Terkait dengan program USAID-PRIORITAS itu, kerja sama dalam program itu akan mengembangkan metode pembelajaran dan pengajaran yang lebih enjoy (menyenangkan), sehingga siswa menjadi aktif, bukan hanya mendengar dan menghafal seperti selama ini," katanya.

Namun, katanya, program USAID-PRIORITAS itu juga disesuaikan dengan konteks lokal dan tidak ada unsur "pesanan" Amerika. "Misal, pembelajaran literasi itu tidak menggunakan buku bacaan dari Amerika, namun kami sesuaikan dengan kekhasan lokal, seperti Sejarah Surabaya," katanya.

Dalam kesempatan itu, Koordinator PPL (Program Pengenalan Lapangan) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Uinsa, Agus Prasetyo Kurniawan, mengatakan praktik mengajar yang dilakukan mahasiswa dalam PPL tidak hanya mengajar di kelas seperti selama ini.

"Dengan program USAID-PRIORITAS, kami menggunakan sistem pembelajaran aktif (active learning) seperti di Amerika Serikat yang belum dilakukan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang lain. Ini pertama di Indonesia," katanya.

Dalam sistem itu, guru pamong, mahasiswa PPL, dan siswa melakukan semacam "konferensi" yang aktif. "Dengan cara itu, guru pamong sangat terbimbing, karena mereka dilibatkan dan bukan hanya mahasiswa PPL yang mengajar, sehingga dirinya juga tahu kekurangannya," katanya.

Menurut dia, sistem PPL yang aktif itu meniru sistem PPL di  Michigan State University (MSU) Amerika Serikat. "Nantinya, pembelajarannya bisa 100 persen guru pamong yang mengajar. Bisa pula 75 persen guru pamong mengajar, sisanya 25 persen mahasiswa PPL yang mengajar. Atau sebaliknya, bahkan sampai mahasiswa mengajar full tanpa guru pamong," katanya.

Sementara itu, Program Manager USAID Indonesia, Mimy Santika, mengatakan persoalan utama pendidikan adalah kompetensi guru, karena itu pendidikan untuk guru dan calon guru merupakan jawaban yang tepat untuk mengatasi persoalan pendidikan.

"Pembelajaran yang aktif itu tidak hanya menghidupkan suasana kelas yang penuh dengan kreatifitas dan inovatif, namun juga ruangan kelas tidak gelap, kursi duduk di kelas tidak berjajar, dan dinding kelas penuh kreasi siswa, sehingga mereka sangat antusias untuk belajar," katanya. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016