Surabaya (Antara Jatim) - Setelah mencanangkan diri sebagai pusat riset kesehatan nasional, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya pun menelurkan serangkaian hasil riset yang bermanfaat untuk masyarakat.

Tahun 2011, Unair dengan dukungan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mampu mengembangkan "seed vaccine" (bakal vaksin) untuk vaksin tuberkolosis, flu burung, HIV, hepatitis B, dengue, dan obat antimalaria.

"Apa yang dihasilkan Unair itu merupakan kebanggaan, karena kita tidak tergantung lagi kepada luar negeri. Lebih dari itu, kalau diproduksi di dalam negeri, tentu vaksin H5N1 itu akan lebih murah dan ketersediaan bahan dasarnya juga ada jaminan," kata Menko Kesra saat itu, Agung Laksono.

Pernyataan Agung Laksono itu mewakili pemerintah saat itu untuk menerima 'seed vaccine' itu di sela peresmian 'Health Sains Center' Unair Surabaya, 21 Agustus 2011.

Oleh karena itu, pemerintah berharap PT Bio Farma segera mewujudkan "seed vaccine" itu menjadi vaksin H5N1 untuk manusia secepatnya, sehingga bukan justru PT Bio Farma mengembalikan ke Unair lagi.

Ya, hasilnya tidak perlu dikembalikan ke Unair, karena Unair sudah melakukan penelitian pasien flu burung sejak tahun 2005 dan Unair juga sudah menyerahkan hasilnya kepada wapres pada tahun 2009. Tinggal aplikasi saja.

Namun, riset yang dilakukan Unair tidak berhenti pada vaksin, meski proses produksi vaksin "made in" Indonesia itu sendiri masih terkendala dengan sindikasi industri.

Tanpa menunggu, Unair pun mengembangkan riset untuk "stem cell" yang hasilnya didiskusikan tiga Guru Besar Unair Surabaya dengan topik "Stem Cell: Harapan Baru untuk Kehidupan yang Lebih Baik" di kampus setempat, 31 Agustus 2016.

Ketiga guru besar itu adalah Prof. Dr. drh. Fedik Abdul Rantam., (Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan/peneliti stem cell), Prof. Dr. dr. Nasronuddin, Sp.PD, K-PTI, FINASIM., (Guru Besar Fakultas Kedokteran/Direktur Rumah Sakit Unair), dan  Prof. Dr. Bambang Tjahjadi, S.E., MBA., Ak., (Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis/pakar manajemen).

"Temuan stem cell merupakan bagian dari proses regenerasi kesehatan," ujar Prof Fedik Abdul Rantam dalam diskusi ahli yang dipandu moderator Dr. dr. Ferdiansyah, Sp.OT(K).

Pernyataan Prof Fedik itu mengutip pandangan Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat bahwa regenerasi kesehatan merupakan proses menciptakan sebuah jaringan fungsional untuk memperbaiki atau mengganti jaringan dan fungsi organ yang hilang karena usia, penyakit, kerusakan, atau cacat bawaan.

   
Aplikasi 130 pasien
Lebih dari itu, Prof. Nasron yang juga Direktur Utama Airlangga Health Science Instiuite (AHSI) itu menyatakan temuan stem cell merupakan bagian dari terapi bidang kesehatan di era globalisasi dan Masyarakat Ekonomi ASEAN.

"Potensi pengembangan stem cell di Indonesia merupakan bagian dari langkah untuk mewujudkan kemandirian bangsa di tengah arus globalisasi dan MEA," katanya.

Potensi demografi di Indonesia yang sangat besar, lanjut Nasron, menjadi landasan tersendiri untuk terus melakukan inovasi di bidang dunia kesehatan, karena itu sangat disayangkan banyak orang Indonesia harus merogoh kocek sangat mahal hanya untuk berobat ke luar negeri.

"Guna memenangi kompetisi global kita harus mempunyai daya saing yang tinggi. Indikator penentu dari semua itu adalah pendidikan dan kesehatan, makanya peran perguruan tinggi sangat dominan di sini," terangnya.

Nasron menegaskan bahwa penelitian stem cell masih sangat bisa dikembangkan di Surabaya, bahkan Lembaga Penyakit Tropik Unair bersama Bank Jaringan Rumah Sakit Dr. Soetomo sudah melakukan penelitian hingga aplikasi klinik di lapangan.

"Di Surabaya, stem cell yang kita kembangkan secara bersama ini, sudah berjalan  mulai riset hingga produk dan sudah diaplikasikan pada lebih 130 pasien," tegas Direktur Rumah Sakit Unair itu.

Pandangan itu "diamini" secara ekonomis oleh Prof. Bambang yang merupakan Guru Besar FEB Unair. Baginya, stem cell bisa menjadi peluang bisnis, meski demikian yang lebih ditekankan adalah upaya untuk meningkatkan nilai inovasi dari stem cell tersebut.

"Kalau dilihat dari skala industri stem cell ini bisa membangkitkan investasi-investasi. Unair haruslah ambil peran terlebih dahulu," terangnya

Tidak hanya itu, Prof. Bambang juga melihat dari segi pemasaran di masyarakat. Hal itu dikarenakan tidak sedikit masyarakat yang masih awam mengenai inovasi handal tersebut.

Prof. Bambang juga masih menyayangkan jika stem cell baru digunakan oleh kalangan ekonomi menengah ke atas. "Stem cell ini kan masih belum ditanggung BPJS. Jadi, ini tantangan bagi peneliti untuk membuat terapi ini bisa terjangkau ke semua kalangan," katanya.

Walhasil, Unair sebagai pusat riset kesehatan nasional telah mampu membuktikan keahliannya dengan menggulirkan "stem cell" yang menyusul sukses dalam riset sebelumnya untuk vaksin flu burung. Tinggal "good will" dari pemilik otoritas untuk menunjukkan kemampuan bangsa sendiri. (*)

Pewarta: willy irawan

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016