Surabaya (Antara Jatim) - Yayasan Hotline Surabaya menyebut ada sekitar 1.000 kasus narkoba di kota Pahlawan yang ditanganinya bersama lembaga lainnya pada 2015-2016 berasal dari kalangan pelajar SMP.
    
"Saat ini sudah terjadi pergeseran pergerakan penggunaan narkoba dibanding sebelumnya. Kegawatan sangat terasa karena sekarang ini untuk mendapatkan narkoba (pil double L) dan shabu harus sampai dengan pertukaran seks yang diisitilahkan dengan TTS," kata Ketua Yayasan Hotline Surabaya Esthi Susanti saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi D DPRD Surabaya, Rabu.
    
Menurut dia, kalau dulu untuk memantau dan mencegah peredaran narkoba dilakukan dengan melakukan razia di tempat hiburan malam seperti diskotik, itu sekarang sudah terlambat.
    
"Karenanya kami ini sekarang minta agar Pemkot Surabaya melakukan pencegahan yang intensif terhadap penggunaan narkoba," ujarnya.
    
Kedatangannya bersama 15 lembaga atau yayasan pemerhati dan pendamping korban penggunaan narkoba ke Komisi D DPRD Surabaya mengusulkan ada tindakan cepat mengatasi Surabaya gawat narkoba.
    
Adapun 1.000 kasus narkoba itu dalam berbagai kategori mulai yang ringan sampai yang berat. Hal ini mengingat dampak pil koplo yang bisa merusak otak bagi penggunanya.
    
"Saya menemukan fakta ada sekitar lima sekolah baik negeri maupun swasta di mana dalam satu kelasnya menjadi korban narkoba. Ini sungguh mengenaskan," ujarnya tanpa menyebutkan sekolah mana saja yang dimaksud.
    
Hotline sendiri melakukan survei di sekolah SMP dengan target anak-anak berusia 14 tahun. Saat ditanya kenapa SMP? Esthi mengatakan usia SMP ini merupakan perkembangan anak yang perlu mendapat perhatian. Bahkan ada anak SMP yang terkena pengaruh narkoba sejak usia SD.
    
Beberapa waktu lalu, Hotline juga melakukan pelatihan ketrampilan pencegahan narkoba diikuti oleh 700 siswa. Tujuannya agar anak mengetahui tentang bahaya narkoba, karena jika sekali saja kena pil koplo akibatnya sungguh luar biasa.
    
"Ini problem epidemik. Karenanya Pemkot Surabaya harus gerak cepat untuk menangani masalah ini. Paling tidak melakukan survei terhadap siswa untuk data. Sebab saat ini memang benar benar sudah gawat" katanya.
    
Untuk masalah ini Esthi mengaku sudah melakukan audiensi kepada Pemkot Surabaya dan mendapat sambutan positif di beberapa SKPD seperti Bapemas dan Dinsos. Anehnya ada beberapa SKPD yang tidak welcome dengan upaya Hotline ini. Namun Esthi enggan menyebutkan SKPD mana saja.
    
"Kami perharap pemkot mau melihat perubahan radikal ini. Ada perubahan yang sangat radikal. Di mana anak anak peremmpuan sangat agresif minta narkoba pada laki laki dengan imbalan seks," ujarnya.
    
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya membuat 11 rekomendasi agar ditindaklanjuti DPRD dan Pemkot Surabaya di antaranya secara serius memberantas penyebaran pil koplo dan pornografi di kalangan anak, memberi pencegahan narkoba berbasis sekolah dan komunitas untuk semua murid, membuat  tempat rehabilitasi berbagai kecanduan untuk anak korban trafficking, memberi perlindungan saksi dan memberi ganti rugi kepada korban trafficking dan lainya.
    
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi D DPRD Surabaya Agustin Poliana mengatakan sangat menghargai upaya 15 lembaga ini guna ikut memberantas narkoba.
    
"Saya hargai kedatangan 15 lembaga ini. Nanti akan kami teruskan dengan melakukan hearing memanggil SKPD terkait membahas masalah ini," ujarnya.
    
Hal sama juga dikatakan anggota Komisi D lainnya, Ibnu Sobir. Ia mengatakan 11 usulan yang disampaikan Yayasan Hotline dan lembaga lain sangat positif.
    
"Tapi lebih  baik masukkan unsur agama sebagai salah satu pilar penting ketahanan keluarga. Masalah ini menjadi tanggung jawab kita semua, harus dilakukan penanganan mulai hulu ke hilir," katanya.
    
Anggota Komisi D Surabaya Reni Astuti mengatakan 11 rekomendasi tersebut bisa dijadikan dasar untuk merevisi Perda Nomor 13 Tahun 2011 tentang anak. "UU Perlindungan sudah dua kali mengalami perubahan, sementara perda anak belum pernah," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016