Surabaya (Antara Jatim) - Asosiasi Indonesia Zinc Aluminium Steel Industry (IZASI) meminta pemerintah memberikan perlindungan kepada industri baja lapis nasional dalam menghadapi produk impor yang membanjiri pasar dalam negeri.
"Kami sangat memerlukan dukungan pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian," ujar Wakil Ketua IZASI, Henry Setiawan, kepada wartawan di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, saat ini industri Baja Lapis Seng Aluminium (BjLAS) Indonesia berjuang mati-matian dalam menghadapi gempuran produk impor yang membanjiri pasar Indonesia dengan harga sangat murah.
Hal ini, kata dia, menyebabkan utilisasi industri BjLAS sebesar 600 ribu ton per tahun tidak maksimal sehingga semakin menurun dengan adanya indikasi penyimpangan kode HS dan praktik dumping yang dilakukan para importir.
Tidak itu saja, penurunan utilisasi industri ini juga mengancam keberlangsungan penyediaan lapangan kerja langsung bagi 1.000 orang dan tidak langsung sekitar 30 ribu orang yng bekerja pada industri turunannya.
"Industri turunan seperti industri roll forming, yang meliputi atap gelombang, rangka atap baja ringan, rangka plafon, bahkan para aplikator dan tukang memasang produk tersebut di proyek," ucapnya.
Presiden Direktur Sunrise Steel itu juga menilai, selain adanya dugaan indikasi praktik dagang tidak "fair" oleh para importir, mahalnya biaya energi seperti gas dan listrik berkontribusi pada daya saing industri BjLAS domestik.
Pihaknya sangat berharap pemerintah segera mengimplementasikan Perpres 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dan memberikan perhatian khusus kepada industri baja dalam negeri.
"Penurunan harga energi tersebut dapat menjadi salah satu amunisi industri dalam meningkatkan daya saing industri dalam negeri, khususnya menghadapi serbuah produk impor," kata pengusaha yang juga Presiden Direktur PT Kepuh Kencana Arum tersebut. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Kami sangat memerlukan dukungan pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian," ujar Wakil Ketua IZASI, Henry Setiawan, kepada wartawan di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, saat ini industri Baja Lapis Seng Aluminium (BjLAS) Indonesia berjuang mati-matian dalam menghadapi gempuran produk impor yang membanjiri pasar Indonesia dengan harga sangat murah.
Hal ini, kata dia, menyebabkan utilisasi industri BjLAS sebesar 600 ribu ton per tahun tidak maksimal sehingga semakin menurun dengan adanya indikasi penyimpangan kode HS dan praktik dumping yang dilakukan para importir.
Tidak itu saja, penurunan utilisasi industri ini juga mengancam keberlangsungan penyediaan lapangan kerja langsung bagi 1.000 orang dan tidak langsung sekitar 30 ribu orang yng bekerja pada industri turunannya.
"Industri turunan seperti industri roll forming, yang meliputi atap gelombang, rangka atap baja ringan, rangka plafon, bahkan para aplikator dan tukang memasang produk tersebut di proyek," ucapnya.
Presiden Direktur Sunrise Steel itu juga menilai, selain adanya dugaan indikasi praktik dagang tidak "fair" oleh para importir, mahalnya biaya energi seperti gas dan listrik berkontribusi pada daya saing industri BjLAS domestik.
Pihaknya sangat berharap pemerintah segera mengimplementasikan Perpres 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dan memberikan perhatian khusus kepada industri baja dalam negeri.
"Penurunan harga energi tersebut dapat menjadi salah satu amunisi industri dalam meningkatkan daya saing industri dalam negeri, khususnya menghadapi serbuah produk impor," kata pengusaha yang juga Presiden Direktur PT Kepuh Kencana Arum tersebut. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016