Tulungagung (Antara Jatim) - Jaringan Pemantau Independen Kehutanan Provinsi Jawa Timur mengapresiasi langkah TNI AL dalam menangkap kapal MV Bali Gianyar pengangkut 238 kontainer berisi kayu jati maupun kayu jenis lain yang diindikasi dokumennya bermasalah.
    
"Tindakan yang dilakukan TNI AL melalui Satkamla (satuan keamanan laut) Lantamal V pada 3 Juni lalu bagus untuk syok terapi bagi pelaku perdagangan kayu ilegal ataupun yang dokumennya tidak lengkap (bermasalah)," kata Focal Point Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) Provinsi Jawa Timur Mochammad Ichwan di Tulungagung, Rabu.
    
Menurut Ichwan, JPIK apresiatif atas penindakan tersebut karena penangkapan kapal MV Bali Gianyar pengangkut 238 kontainer yang terdiri dari 112 kontainer kosong, 88 kontainer kayu jati, dan 38 kontainer lainnya berisi barang campuran itu sebagai bukti semua pihak terlibat dalam pemantauan peredaran kayu di tanah air.
    
Ichwan berharap pengusutan lebih lanjut dan tuntas dilakukan pihak berwajib guna menelusuri asal-usul kayu, izin penebangan serta pengakutan kayu yang diidentifikasi berasal dari luar Jawa, Bali dan Lombok tersebut.
    
"Penegakan hukum yang tuntas sampai proses peradilan, bukan hanya pada kapal dan awak kapal, tetapi juga pemilik kayu, sumber kayu dan pembelinya sehingga rantai suplai kayu ilegal ini dapat terbongkar seluruhnya," kata Ichwan.
    
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.21/MenLHK-II/2015 tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak, setiap pengangkutan kayu olahan harus disertai surat keterangan asal usul (SKAU).
    
"Dasar peraturan yang digunakan untuk penangkapan kayu jati oleh KAL Katon Satkamla Lantamal V harusnya menggunakan P.21/MenLHK-II/2015 bukan  Permenhut P.42/Menhut II/2014, mengingat kayu jati merupakan jenis kayu yang ditanam dan bukan tumbuh dengan sendirinya di alam," ujarnya.
    
Ichwan yang juga Direktur Pusat Studi Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi itu berharap para pihak terkait harus bisa membedakan jenis kayu yang berasal dari hutan alam atau hutan hak, agar kedepan tidak terjadi salah persepsi dan salah tangkap, ujarnya.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016