Situbondo (Antara Jatim) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan secara tetap Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Djoedo Fadjar Riawan, dan satu anggotanya Badrus Shaleh, terkait pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2015.

"Saya selaku pemohon dan KPU Situbondo sebagai termohon ke DKPP mendapatkan kabar itu sore hari," ujar Ketua Tim Pemenangan Hamid-Fadil (Hafass), Sunardi Muhib, selaku pemohon ke DKPP ketika dikonfirmasi dari Situbondo, Selasa malam.

Sekertaris DPC PPP Situbondo ini mengemukakan, selain dua komisioner yang diberhentikan, tiga komisioner lainnya direhabilitasi.

Di laman DKPP disebutkan bahwa putusan rehabilitasi itu karena mereka tidak terbukti melanggar kode etik. Tiga komisioner KPU Situbondo itu adalah Iwan Suryadi, Dini Nur Aini dan Marwoto.

Sementara Badrus Shaleh saaat dihubungi lewat telepon selulernya membenarkan kabar itu dan dirinya sudah mendengar putusan DKPP tersebut.

Mantan Ketua GP Ansor Situbondo ini menegaskan jika dirinya legowo dan siap menanggung semua resikonya.

"Apapun keputusannya saya legowo, dan saya menerima itu, dan ini merupakan keputusam final bagi penyelenggara Pemilu ketika itu sudah menjadi keputusan DKPP dan saya juga tidak bisa berbuat apa-apa," ujarnya.

Ditanya soal apakah dirinya memang mendukung salah satu pasangan calon, Badrus Shaleh ini hanya menjawab bahwa setia warga megara memilik hak memilih.

"Jika berbicara itu, saya juga mempunyai hak pilih dan tidak perlu orang lain tahu," ujarnya.

Sunardi Muhib sebagai pemohonan mengaku puas dengan keputusan DKPP dan merasa jika upaya kubu Hafass memperoleh keadilan masih terbuka, meski kemudian harus kalah di sidang MK beberapa waktu lalu.

"Saya memiliki analisa hukum terkait hasil Pilkada Situbondo pascaputusan DKPP ini, dan asumsi saya, hasil yang diperoleh dari penyelenggara yang bermasalah tentunya hasil Pilkada Situbondo juga bermasalah," ujarnya.

Sebelumnya, kubu Hafass melayangkan permohonan gugatan ke DKPP dengan termohon adalah KPU Situbondo. Salah satu materi gugatan itu adalah adanya rekaman pembicaraan salah satu komisioner KPU dengan tim pemenangan pasangan lain.

Selain itu diadukan juga persoalan jumlah daftar pemilih tetap atau DPT invalid, serta tidak adanya saksi yang tidak mendapat salinan DPT di masing-masing TPS. (*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016