Madiun (Antara Jatim) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Mejayan telah menyidangkan tiga kasus dugaan korupsi di lingkungan Kabupaten Madiun yang ditanganinya selama tahun 2015 ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Surabaya.
Kasi Pidsus Kejari Mejayan, Wartajiono Hadi, di Madiun, Senin, mengatakan, ketiga kasus tersebut antara lain, kasus korupsi PNPM Mandiri Desa Kedungbanteng Kecamatan Pilangkenceng senilai Rp436 juta tahun 2014 dengan terdakwa ketua tim verifikasi Yayuk Puji Lestari.
Kemudian, kasus dugaan pungutan pencairan tunjangan profesi pendidik (TPP) di kalangan guru agama di lingkungan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Madiun, dengan dua terdakwa Muhammad Samsul dan Suprapto yang merupakan pegawai di lingkup Kemenag setempat.
Serta, kasus dugaan korupsi program Peningkatan Industri Kerajinan (PIK) tahun 2012 di lingkugan Pemerintah Kabupaten Madiun sebesar Rp105,1 juta. Adapun terdakwa kasus PIK adalah, Staf Ahli Bupati Madiun Bidang Ekonomi dan Keuangan Komari dan Kepala Dinas Koperasi, Industri, Perdagangan, dan Pariwisata (Dikoperindagpar), Budi Tjahyono.
"Untuk yang kasus PNPM, saat ini sudah tahap vonis selama dua tahun. JPU mengajukan banding karena putusan yang diberikan pengadilan tidak ada setengah dari tuntutan selama 6,5 tahun penjara," ujar Wartajiono kepada wartawan.
Selain itu, terdakwa Yayuk Puji Lestari juga belum mengembalikan uang kerugian negara akibat korupsi tersebut sebesar Rp436 juta.
Sedangkan, kasus korupsi PIK dan pungutan TPP di lingkunagn Kemenag Kabupaten Madiun saat ini masing-masing baru memasuki tahap pledoi dan putusan sela.
Seperti diketahui, pengungkapan kasus dugaan pungutan TPP tersebut bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) unit Tipikor Polres Madiun terhadap oknum pejabat Kantor Kemenag Kabupaten Madiun pada awal Februari lalu.
Dalam OTT itu, petugas berhasil mengamankan uang senilai Rp161 juta yang diduga merupakan uang hasil pungutan dari TPP kalangan guru yang ada dibawah naungan Kemenag Kabupaten Madiun selama tahun 2013 hingga tahun 2014.
Sementara, pada program PIK tahun 2012, awalnya berbentuk pinjaman lunak yang anggarannya disimpan di Bank Rakyat Indonesia (BRI). Namun dalam perkembangannya, anggaran itu kemudian dialihkan ke BPR Bank Daerah Kabupaten Madiun oleh kedua terdakwa dan bahkan dialihkan ke rekening pribadi.
Dalam kasus ini, Kejaksaan fokus pada pencairan dana sebesar Rp105,1 juta. Yang mencurigakan, setelah tim kejaksaan setempat turun ke lapangan, uang tersebut baru dikembalikan ke kasda pada 6 Januari 2015. Padahal program itu sudah lama berakhir.
Sesuai aturan, seharusnya uang Rp105 juta itu dikembalikan ke kasda di tahun anggaran berjalan. Artinya, pengembalian sisa anggaran harus dilakukan pada tahun itu juga. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015