Malang,  (Antara Jatim) - Cabang olahraga sepak bola tidak pernah surut dari hiruk pikuk olahraga dunia, bahkan sampai kini masih menjadi olahraga rakyat yang mampu menjadi magnet luar biasa bagi pencintanya.
Tidak hanya di Tanah Air, di belahan dunia pun, sepak bola seolah menjadi cabang olahraga yang terus "meraksasa", dan klub-klub ternama dunia pun rela mengeluarkan dana fantastis hanya untuk membeli seorang pemain.

Namun, bagaimana dengan kondisi persepakbolaan di Tanah Air yang terus bergolak? Alih-alih membeli pemain mahal, justru sebaliknya, sejumlah klub, tak terkecuali klub-klub ternama harus berurusan dengan pemain yang gajinya masih belum terbayar hingga beberapa bulan karena klub tengah dirundung krisis finansial.

Tidak hanya finansial yang membuat banyak klub terpuruk. Masih relatif banyak hal yang membuat persepakbolaan di Tanah Air tak juga mampu menorehkan prestasi gemilang seperti beberapa puluh tahun silam, yang sempat mengenyam kerasnya persaingan di kancah Piala Dunia. Namun, kini masa kejayaan persepakbolaan di Tanah Air itu harus terkubur seiring dengan berjalannya waktu.

Bahkan, dalam kurun waktu satu tahun terakhir ini, kompetisi resmi (reguler) seperti liga yang menjadi ajang bagi pemain untuk mengasah kemampuan, keterampilan, termasuk penghasilan untuk menghidupi keluarga juga harus dihentikan karena menumpuknya persoalan persepakbolaan yang tak kunjung tuntas. Akhirnya, manajemen klub maupun pemain yang harus memutar otak untuk menghasilkan uang demi tetap mengepulnya asap dapur.

Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang pada saat pembukaan Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) yang digelar di Malang lima tahun lalu, juga mengingingkan dunia sepak bola Indonesia bisa bangkit dan menjadi "Macan Asia". Alih-alih bisa menjadi Macan Asia, kondisi persepakbolaan di Tanah Air justru makin meruncing dan puncaknya pembekuan PSSI oleh FIFA.

Akan tetapi, secara perlahan pemain dan manajemen klub yang semula harus putar otak menghasilkan uang demi mengepulnya dapur, bahkan tak sedikit pemain profesional di liga tertinggi Indonesia (LSI) harus bermain antarkampung (tarkam), kini mulai ditinggalkan dan kembali merumput di ajang yang lebih baik, yakni turnamen resmi yang digelar oleh penyelenggara profesional meski bukan di bawah naungan PSSI.

Bergulirnya turnamen demi turnamen seolah memberikan harapan baru perkembangan dan keberlangsungan dunia sepak bola di Tanah Air. Sukses turnamen Piala Kemerdekaan yang diikuti sejumlah klub Divisi Utama menginspirasi banyak pihak untuk menghidupkan turnamen selama kompetisi resmi digulirkan.

Piala Kemerdekaan yang mengawali turnamen piala-piala selanjutnya memberikan angin segar meski pesertanya bukan klub-klub besar di Tanah Air. Paling tidak Piala Kemerdekaan yang membawa PSMS Medan sebagai kampiun itu telah memberikan harapan baru bagi klub untuk terus berusaha agar tetap bertahan.

Sukses Piala Kemerdekaan melahirkan turnamen berikutnya. Perseroan Tebatas Mahaka Sports and Entertainment yang ditunjuk sebagai operator tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk memperbaiki dan menggairahkan kembali persepakbolaan di Indonesia.

Jika peserta Piala Kemerdekaan sebagian besar adalah klub-klub yang berlaga di ajang Divisi Utama, Piala Presiden yang babak penyisihannya digelar di empat kota itu, diikuti oleh sebagian besar perserta Liga Super Indonesia (SLI), seperti Persib Bandung, Arema, Sriwijaya FC, Bali United, Persela Lamongan, Persita Tangerang, Persija Jakarta, dan Persiba Balikpapan.

Turnamen yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo dan dihadiri Ketua PSSI La Nyala Matalitti serta Menpora Imam Nahrawi di kandang Bali United itu membawa Persib Bandung sebagai juara setelah mengalahkan Sriwijaya FC di partai final.

"Kita semua berharap gelaran Piala Presiden ini akan menuntun para pemangku kepentingan untuk kembali memikirkan kondisi persepakbolaan di Tanah Air, bukan hanya gelaran turnamen sesaat. Saya rasa turanmen ini hanya untuk mengisi kekosongan kompetisi resmi yang sudah cukup lama vakum," kata General Manager Arema Ruddy Widodo.

Menurut dia, turnamen Piala Presiden tersebut relatif cukup bagus untuk memberi kesempatan pada pemain klub untuk bisa mengasah kemampuannya dan menjaga kebugaran fisiknya serta performanya sebelum kompetisi resmi (LSI) bergulir kembali.

Harapannya, digelarnya Piala Kemerdekaan dan Piala Presiden yang mampu menyedot animo suporter ini mampu membangkitkan kembali gairah persepakbolaan di Tanah Air. Apalagi, dalam beberapa kesempatan perwakilan PSSI dan BOPI juga hadir di tengah perhelatan Piala Presiden.

Pertemuan tersebut diharapkan sebagai langkah awal untuk mengakhiri konflik antarinstitusi dan keduanya kembali bersama-sama memperbaiki persepakbolaan nasional agar mampu "berbicara" kembali di kancah internasional, seperti yang ditorehkan para pesepak bola di Tanah Air puluhan tahun silam. Tidak hanya tenggelam dalam konflik berkepanjangan yang berdampak pada banyak aspek yang bersentuhan dengan sepak bola.

Piala Sudirman

Pembekuan PSSI oleh Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) kompetisi resmi, baik di strata tertinggi (LSI) maupun Divisi Utama dan Divisi Satu terhenti sama sekali. Hiruk pikuk kompetisi sepanjang tahun itu juga senyap untuk beberapa saat. Riuh rendah suara suporter yang membahana di setiap sudut stadion pun lenyap. Ingar-bingar jalanan yang biasanya dipadati suporter yang berangkat maupun pulang dari mendukung tim kesangannya pun menjadi sunyi.

FIFA resmi memberikan hukuman ke dunia sepak bola Indonesia pada tanggal 30 Mei 2015. Induk organisasi sepak bola Indonesia tersebut dicoret dari daftar keanggotaan FIFA karena dianggap telah melanggar pasal 13 dan 17 dalam statuta. Kedua pasal tersebut menyinggung soal intervensi pemerintah terhadap organisasi sepak bola dalam negeri.

FIFA meminta organisasi sepak bola harus berdiri secara independen. Namun, kenyataannya PSSI dibekukan oleh Kemenpora RI dan untuk sementara urusan sepak bola Tanah Air menjadi tanggung jawab Tim Transisi.

FIFA baru akan mencabut hukuman itu jika PSSI dan Kemenpora sudah menyelesaikan masalahnya.

Kasus itu tentunya menggemparkan jagat sepak bola dunia, khususnya Asia. AFC selaku induk organisasi sepak bola kawasan Asia menyebut Indonesia mengalami banyak kerugian akibat sanksi tersebut. Hanya saja, meski masih menyandang status disanksi, tak menyurutkan para pencinta dan yang peduli pada sepak bola hanya tinggal diam.

Untuk mengisi kekosongan kompetisi resmi itu, mereka menggelar turnamen, bahkan klub-klub yang masih bertahan juga mencari kegiatan dengan menyelenggarakan turnamen yang diikuti oleh beberapa klub saja, seperti Sunrise of Java Cup (SoJC) di Banyuwangi yang digelar bersamaan dengan Piala Kemerdekaan. Sukses Piala Kemerdekaan dilanjutkan dengan Piala Presiden.

Sukses turnamen Piala Kemerdekaan dan Piala Presiden, membuat para pencinta bola tak berhenti sampai di situ. Untuk menuju bergulirnya kompetisi resmi (LSI), TNI yang bekerja sama dengan Mahaka Sports menggulirkan kembali turnamen yang tidak kalah meriahnya dengan dua turnamen sebelumnya, bahkan peserta turnamen yang diberi nama Piala Jenderal Sudirman itu seluruhnya tim yang berlaga di ajang LSI, kecuali PS TNI.

Jika pada Piala Presiden Persipura Jayapura masih absen, kini ikut bergabung dengan turnamen berhadiah total cukup menggiurkan itu, yakni sebesar Rp5 miliar. Untuk juara I sebesar Rp2,5 miliar, juara II sebesar Rp1,5 miliar, juara III dan IV masing-masing sebesar Rp500 juta.

Selain hadiah bagi tim juara, top scorer menerima hadiah sebesar Rp100 juta, pemain terbaik Rp100 juta, tim ter-"fairplay" Rp150 juta, suporter terbaik sebesar Rp150 juta dan wasit terbaik sebesar Rp100 juta.

Kemeriahan pembukaan Piala Jenderal Sudirman di Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, yang menghadirkan band rock papan atas Slank dan Kotak yang dipadati puluhan ribu Aremania itu seolah sebagai penanda bangkitnya persepakbolaan di Tanah Air.

Presiden RI Joko Widodo yang membuka Piala Sudirman tersebut salam sambutannya yang terpampang pada layar lebar itu menginginkan dunia sepak bola di Indonesia berjaya kembali dan bisa dibanggakan lagi.

"Sepak bola harus berjaya seiring dengan kemajuan bangsa dan sebagai bangsa yang besar, kita mampu mendapatkan kebanggaan sebagai bangsa melalui cabang olahraga rakyat, sepak bola ini," kata Presiden Jokowi di hadapan puluhan ribu suporter Arema ketika membuka Piala Sudirman di Stadion Kanjuruhan Kepanjen (10/11).

Panglima TNI pun Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengemukakan bahwa turnamen Piala Jenderal Sudirman adalah momentum bangkitnya sepak bola nasional dan masih merupakan rangkaian HUT Ke-70 TNI tahun 2015.

"Kabar gembira ini tentu memberikan semangat baru dan merupakan langkah positif bagi sepak bola Tanah Air dan seluruh insan yang terkait di dalamnya. Melalui turnamen ini kehidupan masyarakat dan industri sepak bola di Indonesia dapat terus berlangsung dan mampu menghibur seluruh pencinta sepak bola," ujarnya.

Sementara itu, Media Officer Arema Cronus Indonesia Malang Sudarmaji juga mengapresiasi turnamen berhadiah total sebesar Rp5 miliar itu.

"Paling tidak, dengan adanya turnamen Piala Jenderal Sudirman ini secara finansial bisa memperpanjang `napas` dapur pemain maupun klub, di samping pemain tetap bisa menjaga performa dan mengasah `skill`-nya kembali selama kompetisi resmi belum bergulir," ujarnya.

Meski demikian, kata Sudarmaji, setelah Piala Jenderal Sudirman berakhir sekitar akhir Januari 2016, kompetisi resmi (LSI) bisa digulirkan kembali dan sanksi dari FIFA pun juga dicabut.

"Harapan kami sebagai pengurus klub dan mungkin juga klub-klub lain serta pemain, PSSI dan pemerintah segera menuntaskan semua persoalan yang ada agar sanksi dari FIFA bisa dicabut sehingga kompetisi resmi bisa segera bergulir kembali tahun depan," ucapnya.

Turnamen Piala Sudirman 2015 diikuti 15 klub yang dibagi menjadi tiga grup, yakni Grup A dengan tuan rumah Arema yang digelar di Stadion Kanjuruhan Kepanjen. Selain Arema, yang berada di Grup A adalah Persegres Gresik United, Persija Jakarta, Sriwijaya FC, dan Persipasi Bandung Raya (PBR).

Grup B digelar di Stadion Kapten Dipta Bali dan Bali United Pusam sebagai tuan rumah yang didampingi Mitra Kukar, Semen Padang, PSMS Mean, dan Persipura Jayapura, sedangkan Grup C digelar di Stadion Delta Sidoarjo dan Persebaya FC sebagai tuan rumah. Selain Persebaya, Grup C oleh Persib Bandung, PS TNI, Pusamina Borneo FC, dan Persela Lamongan.

Klub-klub yang mengikuti turnamen itu, kata dia, sudah tertata dan terbentuk dengan matang. Oleh karena itu, setelah perhelatan Piala Jenderal Sudirman, pihaknya berharap kompetisi resmi LSI segera bergulir agar atmosfer sepak biola di Tanah Air terus bangkit dan talenta pemain muda juga makin terasah.

"Mereka inilah yang bakal mengisi tim nasional (timnas) dan berjuang mengembalikan kejayaan sepak bola nasional," ucapnya.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015