Malang (Antara Jatim) - Universitas Brawijaya Malang dalam waktu dekat ini segera mewujudkan sebagai kampus mandiri energi listrik karena saat ini kampus itu sedang membangun konsep dan riset yang dilakukan oleh empat dosen Jurusan Teknik Elektro.

"Untuk mewujudkan kampus UB menjadi kampus yang mandiri energi ini, kami menawarkan solusi berupa sistem yang dinamakan Micro Smart Grid Technology Design. Konsep ini menawarkan bagaimana masing-masing gedung di UB punya sumber tenaga listrik mandiri," kata salah seorang anggota tim peneliti Eka Maulana di Malang, Rabu.

Ia mengemukakan lahan kosong bisa diatur sebagai lahan solar sell organik. Potensi tenaga surya di Indonesia rata-rata 4,8 kW per meter persegi per hari. Kondisi itulah yang harus dimaksimalkan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di kampus.

Dengan sistem ini, katanya, energi matahari akan ditangkap dan dikonversi menjadi energi listrik. Energi ini sebagian digunakan untuk menghidupi jaringan listrik lokal dan sebagian digunakan untuk beban bersama.

Menurut Eka, sistem ini menggunakan tegangan DC rendah, namun bila terdapat beban yang membutuhkan tegangan AC, tegangan DC tersebut dapat dikonversi ke tegangan AC dengan menggunakan perangkat inverter. Sistem ini juga dilengkapi dengan kontrol manajemen energi dan volt detection untuk mendeteksi malfungsi pada jaringan listrik.

Jika terjadi malfungsi pada jaringan listrik, lanjutnya, masih terdapat sistem proteksi yang melindungi grid-grid yang lain atau jaringan listrik secara keseluruhan. Jaringan listrik juga dimonitor menggunakan komputer untuk mengamati kebutuhan beban atau kontrol manajemen energi.

Untuk riset tahap pertama, kata Eka, tim peneliti menargetkan dalam tiga tahun pertama plant di Jurusan Teknik Elektro sebagai lokasi uji coba dapat terpenuhi kebutuhan listrik dasar sebesar 2 kW atau 2 KVA per hari. Selanjutnya,  bila diterapkan di kawasan kampus UB secara keseluruhan, tim peneliti memperkirakan modal yang akan ditanamkan akan mencapai Break Event Point (BEP) dalam waktu 7 tahun.

"Memang butuh investor atau sponsor dan dukungan kebijakan. Bila kita melihat di kampus-kampus Jepang, pemerintah ikut andil dalam memberikan subsidi," kata alumni program double degree UB-Miyazaki University tersebut.

Berdasarkan data pada tahun 2014, biaya konsumsi listrik UB sekitar Rp700 juta per bulan atau sama dengan dana yang dibutuhkan untuk memenuhi sepertiga kebutuhan Penerangan Jalan Umum di Kota Malang.

Dari hasil kajian tim peneliti, ada 3 konsep yang terabaikan dalam pemasangan jaringan listrik di lingkungan kampus UB, sehingga menyebabkan pemborosan energi, yakni penggunaan energi, distribusi, dan pembangkitan listrik.

"Dari segi penggunaan energi, baik untuk penggunaan laboratorium, keperluan penerangan, maupun kegiatan administrasi, masing-masing ada losses tenaga listriknya. Contohnya, beban lampu penerangan jalan UB memakai lampu konvensional yang memakan daya besar, seharusnya beban tersebut dapat diganti dengan lampu LED atau beban lampu DC," katanya.

Sedangkan sistem distribusi listrik skala kecil, lanjut Eka, cukup menggunakan sistem distribusi Direct Current (DC), sebab losses pada trafo step up dan step down sistem jaringan Alternating Current (AC) cukup besar dan lebih cocok untuk transmisi jarak jauh. "Efisiensi bisa hilang 20 persen hingga 30 persen," ujarnya.

Dan, dari segi pembangkitan listrik, UB hanya mengandalkan sumber listrik dari PLN. Untuk sebagian jurusan atau program studi bahkan belum mempersiapkan sumber energi listrik cadangan semacam genset apabila terjadi pemadaman listrik.

Keempat peneliti yang ingin mewujudkan kampus UB mandiri energi tersebut adalah Dr Sholeh Hadi Pramono, Hadi Suyono,  Akhmad Zainuri, dan Eka Maulana. Keempatnya adalah dosen Jurusan Teknik Elektro.(*)

Pewarta: Edang Sukarelawati

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015