Surabaya, 28/9 (Antara) – Alat terapi kanker yang ditemukan oleh ilmuwan Indonesia yaitu “Electro Capacitive Cancer Treatment” (ECCT) telah terbukti secara ilmiah bisa membunuh sel kanker.
“Setelah saya melakukan observasi dan riset, alat terapi yang ditemukan oleh doktor lulusan Jepang, Dr. Warsito P Taruno ternyata memang benar bisa membunuh sel-sel kanker dengan menggunakan medan listrik bernama alat terapi ECCT,” kata Dr. dr Sahudi, SpB(K)KL seusai sidang disertasi di Fakultas Kedokteran Unair Surabaya, Senin.
Ia mengatakan dalam penelitiannya selama 5 tahun 11 bulan itu, membuktikan adanya peningkatan prosentase kematian sel yang diberi pajanan alat terapi kanker ECCT serta mengungkap mekanisme patologi molekulernya.
“Kelompok sel kanker yang mati banyak karena pajanan ECCT dibanding kelompok kontrol. Bahkan, kematian terjadi pada sel kanker dan sel non kanker. Perlakukan sebenarnya dilakukan selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam, namun ternyata yang banyak mati di 24 jam,” lanjut dia.
Menurut dia, penelitian eksperimental in vitro di laboratorium dengan menggunakan rancangan acak kelompok itu, untuk mengetahui efek pajanan medan listrik voltase rendah dengan frekuensi menengah alat terapi kanker ECCT dan pengukuran variable yang dilakukan setelah pemberian perlakuan.
Medan listrik voltase yang digunakan yaitu 20 volt dengan frekuensi menengah dari alat terapi kanker ECCT dan pengukuran variable yang dilakukan setelah pemberian perlakuan selama 24 jam.
“Ada tiga macam sel kanker yang saya gunakan dalam penelitian secara in vitro yaitu sel Hela yang berasal dari rahim, sel kanker rongga mulut yang diambil lalu dikembangbiakkan, dan sel mensenkim sumsum ,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, penelitian berbasis biofisika itu juga digunakan untuk mengubah paradigma yang sudah bertahan hampir satu abad, dunia kedokteran selalu ditopang pengobatan biokimia. Ketika muncul pengobatan biofisika, beberapa pihak malah menyebut tidak masuk akal dan tidak sesuai kaidah kedokteran.
“Biofisika jarang dipelajari sejak satu abad silam karena kalah dengan biokimia, sehingga ketika akhir-akhir ini muncul temuan pengobatan biofisika seperti alat terapi ECCT, banyak yang bilang tidak masuk akal. Biofisika hanya lebih dikenal untuk diagnosis saja. Ini saatnya mencari alternatif,”
Ia berharap alat terapi ECCT bisa menjadi alternatif keempat sebagai modalitas terapi kanker yang saat ini diterima secara luas di dunia kedokteran yaitu tindakan operasi, kemoterapi, dan radioterapi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
“Setelah saya melakukan observasi dan riset, alat terapi yang ditemukan oleh doktor lulusan Jepang, Dr. Warsito P Taruno ternyata memang benar bisa membunuh sel-sel kanker dengan menggunakan medan listrik bernama alat terapi ECCT,” kata Dr. dr Sahudi, SpB(K)KL seusai sidang disertasi di Fakultas Kedokteran Unair Surabaya, Senin.
Ia mengatakan dalam penelitiannya selama 5 tahun 11 bulan itu, membuktikan adanya peningkatan prosentase kematian sel yang diberi pajanan alat terapi kanker ECCT serta mengungkap mekanisme patologi molekulernya.
“Kelompok sel kanker yang mati banyak karena pajanan ECCT dibanding kelompok kontrol. Bahkan, kematian terjadi pada sel kanker dan sel non kanker. Perlakukan sebenarnya dilakukan selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam, namun ternyata yang banyak mati di 24 jam,” lanjut dia.
Menurut dia, penelitian eksperimental in vitro di laboratorium dengan menggunakan rancangan acak kelompok itu, untuk mengetahui efek pajanan medan listrik voltase rendah dengan frekuensi menengah alat terapi kanker ECCT dan pengukuran variable yang dilakukan setelah pemberian perlakuan.
Medan listrik voltase yang digunakan yaitu 20 volt dengan frekuensi menengah dari alat terapi kanker ECCT dan pengukuran variable yang dilakukan setelah pemberian perlakuan selama 24 jam.
“Ada tiga macam sel kanker yang saya gunakan dalam penelitian secara in vitro yaitu sel Hela yang berasal dari rahim, sel kanker rongga mulut yang diambil lalu dikembangbiakkan, dan sel mensenkim sumsum ,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, penelitian berbasis biofisika itu juga digunakan untuk mengubah paradigma yang sudah bertahan hampir satu abad, dunia kedokteran selalu ditopang pengobatan biokimia. Ketika muncul pengobatan biofisika, beberapa pihak malah menyebut tidak masuk akal dan tidak sesuai kaidah kedokteran.
“Biofisika jarang dipelajari sejak satu abad silam karena kalah dengan biokimia, sehingga ketika akhir-akhir ini muncul temuan pengobatan biofisika seperti alat terapi ECCT, banyak yang bilang tidak masuk akal. Biofisika hanya lebih dikenal untuk diagnosis saja. Ini saatnya mencari alternatif,”
Ia berharap alat terapi ECCT bisa menjadi alternatif keempat sebagai modalitas terapi kanker yang saat ini diterima secara luas di dunia kedokteran yaitu tindakan operasi, kemoterapi, dan radioterapi. (*)
Editor : Tunggul Susilo
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015