Kediri (Antara Jatim) - Jaringan Islam Anti Diskriminasi Jawa Timur menganjurkan kepada
pemerintah agar membentuk tim investigasi independen sehingga bisa
menyelidiki dengan pasti penyebab terjadinya insiden di Mina.
"Penyelidikan secara internal oleh Arab Saudi dikhawatirkan akan mengalami `conflict of interest`, jadi kami mendesak dibentuknya tim investigasi independen untuk menyelidiki sebab terjadinya tragedi tersebut," kata Koordinator JIAD Jatim Aan Anshori saat dikonfirmasi, Jumat.
Ia mengatakan, penyelidikan tersebut sangat penting dilakukan. Hasil penyelidikan tim independen tersebut juga harus dipublikasikan secara luas, sehingga masyarakat bisa mengetahui penyebab insiden tersebut.
Ia mengaku prihatin dengan insiden tersebut. Pemerintah juga harus memikirkan dengan sungguh-sungguh untuk dilakukannya internasionalisasi ibadah haji, dengan dibentuknya dewan pelaksana ibadah haji yang anggotanya berasal dari negara-negara Islam.
Dewan ini, kata dia, berfungsi untuk melakukan perencanaan, implementasi dan memonitor pelaksanaan haji berskala internasional. Hal ini dilakukan, mengingat buruknya kinerja Pemerintahan Arab Saudi dalam sistem jaminan keamanan dan pelayanan haji.
Ia juga mendesak pada Pemerintah Indonesia untuk serius memikirkan upaya Moratorium pengiriman jamaah calon haji sampai terbukti ada jaminan keselamatan dari penanggung jawab setempat (Arab Saudi).
Adanya usulan pembentukan tim investigasi juga diungkapkan oleh Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Ia bahkan mengusulkan, investigasi tragedi di Mina tersebut turut melibatkan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang warganya menjadi korban.
Menurut dia, pelibatan negara anggota OKI dalam investigasi diharapkan dapat menguak secara transparan penyebab terjadinya peristiwa Mina, untuk selanjutnya bisa dilakukan perbaikan.
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin langsung memberikan imbauan pada jamaah haji di Tanah Suci agar mematuhi jadwal lempar jumrah yang telah ditetapkan petugas. Imbauan ini menyusul tragedi Mina yang menimbulkan banyak korban.
Namun, ia mengatakan tragedi di Jalan Arab 204 tersebut terjadi di luar jadwal melontar jumrah yang disarankan petugas bagi jemaah Indonesia. Jalur tersebut juga bukanlah jalur resmi jemaah haji Tanah Air, walaupun diketahui ada jamaah asal Indonesia yang juga menjadi korban.
Insiden yang menimpa jamaah haji kembali terulang. Jika sebelumnya, terjadi insiden jatuhnya crane yang menimpa jamaah, saat ini terjadi insiden di Mina yang mengakibatkan korban jiwa dan terluka, pada Kamis (24/9) waktu setempat.
Direktorat Pertahanan Sipil Arab Saudi melaporkan jumlah korban yang tewas akibat berdesak-desakan keluar dari Mina menuju tempat melempar jumroh menjadi 717 orang. Sementara itu, jumlah korban terluka mencapai 863 orang.
Kejadian itu bukan hanya terjadi pertama kali, melainkan sudah berulangkali. Sebelumnya, pada 2 Juli 1990 sebanyak 1426 korban tewas. Pada 23 mei 1994, insiden Mina kembali terjadi dengan korban 270 meninggal dunia.
Empat tahun kemudian tepatnya 9 April 1998 sebanyak 118 korban meninggal dunia. Pada 5 Maret 2001, 35 orang juga meninggal dunia. Dua tahun kemudian 11 Februari 2003 setidaknya 250 jamaah pelempar jumroh meninggal dunia. Sementara pada 12 Januari 2006 sebanyak 364 orang meninggal dunia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Penyelidikan secara internal oleh Arab Saudi dikhawatirkan akan mengalami `conflict of interest`, jadi kami mendesak dibentuknya tim investigasi independen untuk menyelidiki sebab terjadinya tragedi tersebut," kata Koordinator JIAD Jatim Aan Anshori saat dikonfirmasi, Jumat.
Ia mengatakan, penyelidikan tersebut sangat penting dilakukan. Hasil penyelidikan tim independen tersebut juga harus dipublikasikan secara luas, sehingga masyarakat bisa mengetahui penyebab insiden tersebut.
Ia mengaku prihatin dengan insiden tersebut. Pemerintah juga harus memikirkan dengan sungguh-sungguh untuk dilakukannya internasionalisasi ibadah haji, dengan dibentuknya dewan pelaksana ibadah haji yang anggotanya berasal dari negara-negara Islam.
Dewan ini, kata dia, berfungsi untuk melakukan perencanaan, implementasi dan memonitor pelaksanaan haji berskala internasional. Hal ini dilakukan, mengingat buruknya kinerja Pemerintahan Arab Saudi dalam sistem jaminan keamanan dan pelayanan haji.
Ia juga mendesak pada Pemerintah Indonesia untuk serius memikirkan upaya Moratorium pengiriman jamaah calon haji sampai terbukti ada jaminan keselamatan dari penanggung jawab setempat (Arab Saudi).
Adanya usulan pembentukan tim investigasi juga diungkapkan oleh Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Ia bahkan mengusulkan, investigasi tragedi di Mina tersebut turut melibatkan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang warganya menjadi korban.
Menurut dia, pelibatan negara anggota OKI dalam investigasi diharapkan dapat menguak secara transparan penyebab terjadinya peristiwa Mina, untuk selanjutnya bisa dilakukan perbaikan.
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin langsung memberikan imbauan pada jamaah haji di Tanah Suci agar mematuhi jadwal lempar jumrah yang telah ditetapkan petugas. Imbauan ini menyusul tragedi Mina yang menimbulkan banyak korban.
Namun, ia mengatakan tragedi di Jalan Arab 204 tersebut terjadi di luar jadwal melontar jumrah yang disarankan petugas bagi jemaah Indonesia. Jalur tersebut juga bukanlah jalur resmi jemaah haji Tanah Air, walaupun diketahui ada jamaah asal Indonesia yang juga menjadi korban.
Insiden yang menimpa jamaah haji kembali terulang. Jika sebelumnya, terjadi insiden jatuhnya crane yang menimpa jamaah, saat ini terjadi insiden di Mina yang mengakibatkan korban jiwa dan terluka, pada Kamis (24/9) waktu setempat.
Direktorat Pertahanan Sipil Arab Saudi melaporkan jumlah korban yang tewas akibat berdesak-desakan keluar dari Mina menuju tempat melempar jumroh menjadi 717 orang. Sementara itu, jumlah korban terluka mencapai 863 orang.
Kejadian itu bukan hanya terjadi pertama kali, melainkan sudah berulangkali. Sebelumnya, pada 2 Juli 1990 sebanyak 1426 korban tewas. Pada 23 mei 1994, insiden Mina kembali terjadi dengan korban 270 meninggal dunia.
Empat tahun kemudian tepatnya 9 April 1998 sebanyak 118 korban meninggal dunia. Pada 5 Maret 2001, 35 orang juga meninggal dunia. Dua tahun kemudian 11 Februari 2003 setidaknya 250 jamaah pelempar jumroh meninggal dunia. Sementara pada 12 Januari 2006 sebanyak 364 orang meninggal dunia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015