Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah Kota Surabaya menggandeng mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi melalui program "Campus Social Responsibility" (CSR) untuk mengatasi permasalahan anak putus sekolah.
    
"Dalam program ini, semua mahasiswa yang terlibat tidak dibayar. Mereka murni menjalankan tugasnya sebagai relawan. Adapun dukungan dana berasal dari masing-masing kampus guna menunjang program-program pendampingan," Kata Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya Supomo saat ditemui di acara silaturahmi program CSR di kediaman Wali Kota Surabaya, Kamis.
    
Menurut dia, saat ini program tersebut telah memasuki tahun kedua. Hasilnya, pada tahun pertama sebanyak 98 anak putus sekolah memutuskan untuk kembali mengenyam bangku pendidikan formal.
    
Pada 2014, lanjut dia, CSR dilaksanakan di 11 kecamatan di Surabaya sebagai pilot project. Tidak kurang dari 162 anak mendapat pendampingan dari 162 kakak asuh.
    
"Konsepnya, satu kakak asuh mendampingi satu adik asuh," katanya.
    
Tahun ini, lanjut dia, program yang sempat masuk sebagai finalis dalam lomba pelayanan publik Kemenpan RB ini mulai diterapkan menyeluruh di 31 kecamatan. Jumlah anak yang didampingi melonjak sebanyak 256 anak. Sedangkan kampus yang terlibat sebanyak 21 perguruan tinggi di Kota Pahlawan.
    
Supomo mengatakan penentuan anak yang didamping berdasarkan data anak putus sekolah maupun rentan putus sekolah yang diperoleh dari kelurahan. Selanjutnya, para kakak asuh rutin bertatap muka dengan adik asuh setiap harinya.
    
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan keunggulan program CSR ini adalah kentalnya unsur kedekatan antara kakak dan adik asuh. Rentang usia yang tidak terlalu jauh, kata Risma, membuat pola komunikasi menjadi lebih mudah.
    
Dengan demikian, kakak asuh bisa masuk lebih dalam untuk membantu adik asuh mengatasi permasalahannya. "Makanya, ini bukan semata masalah uang saja, tapi masalah kedekatan," ujarnya.
    
Lebih lanjut, Risma mengatakan, problem anak putus sekolah maupun rentan putus sekolah bukan terletak pada masalah biaya. Sebab, sekolah di Surabaya memang sudah gratis.
    
Menurut dia, inti masalah terletak pada faktor lingkungan yang berdampak pada rendahnya disiplin diri. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap motivasi untuk bersekolah.
    
"Mereka tidak mau sekolah karena tidak mau disiplin. Oleh karenanya, para mahasiswa ini hadir sebagai teman dan sahabat yang perlahan tapi pasti membantu anak-anak itu untuk disiplin," ujarnya.
    
Wali kota menambahkan disamping berperan sebagai teman curhat, dalam beberapa kesempatan kakak asuh bahkan mengantar-jemput adik asuh ke sekolah hingga memandikan mereka.
    
"Terima kasih atas pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran kakak-kakak mahasiswa," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015