Ponorogo (Antara Jatim) - Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Ponorogo, Jawa Timur, menggelar seminar internasional tentang sastra dengan mengundang pakar dari Prancis dan Korea Selatan, Minggu (23/8).

Pembantu ketua II Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Ponorogo Dr Sutejo, MHum dalam keterangan tertulisnya kepada Antara, Sabtu menjelaskan para pembicara dalam seminar itu adalah pakar Asia Dr Etienne Naveau (Inalco Paris, Prancis), pakar sastra Indonesia-Melayu Dr Lee Yeon (Hankuk University of Foreign Studies, Seoul Korea), dan pakar sastra Maman S Mahayana (Universitas Indonesia).

"Seminar ini dilaksanakan dalam rangka dies natalis sekaligus publikasi hasil penelitian empat dosen STKIP PGRI yang didanai oleh Dikti Jakarta tahun anggaran 2015, Dr Kasnadi, M.Pd., Dra Ririen Wardiani M.Pd., dan Dra. Siti Munifah, M.Pd dan saya sendiri," kata akademisi yang juga budayawan ini.

Pada acara itu juga akan diluncurkan buku karya Maman S Mahaya yang juga pernah menjadi dosen tamu di Hankuk University of Foreign Studies (HUFS) berjudul Kitab Kritik Sastra.

Ia menjelaskan bahwa lewat seminar ini pihaknya ingin mengajak para guru dan mahasiswa untuk memanfaatkan karya sastra sebagai media pendidikan karakter. Sastra punya potensi luar biasa jika bangsa ini mau memanfaatkannya.

"Saya berharap para guru mampu memanfaatkan karya sastra sebagai media pendidikan karakter yang efektif. Karena itulah, kami mengundang perwakilan guru bahasa Indonesia dan bahasa Inggris semua SMA/SMK/MA di Ponorogo dan sekitarnya untuk menghadiri seminar internasional ini," kata doktor lulusan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu.

Sutejo mengaku prihatin dengan masih rendahnya integrasi nilai-nilai kehidupan dalam pembelajaran sastra di masyarakat Indonesia, para siswa dan mahasiswa, para guru, bahkan di kalangan dosen.

"Padahal proses pendidikan karakter tidak saja lewat agama atau PPKn tetapi bisa melalui karya sastra. Kita memperluas vibrasi fungsi kita sebagai pendidik lebih luas lagi, yakni melalui integrasi sastra untuk pendidikan karakter dan mental pelajar. Itu impian kami, kampus kami menjadi pelopor pembumian sas," tutur penulis belasan buku dan ratusan artikel ini.

Sutejo mengaku kagum dengan apa yang dilakukan oleh Maman S Mahayana yang telah menulis puluhan buku dan aktif menulis kritik sastra. "Sepeninggal HB Jasin praktis hanya beliau yang masih konsisten," katanya.

Sementara itu, ketua panitia seminar internasional, Adip Arifin, berharap para guru dan mahasiswa mampu menggali dan memanfaatkan kesempatan emas untuk mengail nilai pendidikan karakter dari sastra. (*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015