Madiun (Antara Jatim) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Mejayan, Jawa Timur, Senin, memeriksa tersangka kasus dugaan korupsi program Peningkatan Industri Kerajinan (PIK) tahun 2012 di wilayah setempat yang diduga menyalahi aturan.
Pejabat tersangka yang diperiksa adalah, Kepala Dinas Koperasi, Industri, Perdagangan, dan Pariwisata (Dikoperindagpar), Budi Tjahyono. Ia menjalani pemeriksaan dengan didampingi penasihat hukumnya, Indra Priangkasa.
Penasihat hukum tersangka, Indra Priangkasa, mengatakan, pemeriksaan kejaksaan berkisar di materi dugaan keterlibatan tersangka dalam pemindahan dana sisa program PIK yang tidak bisa masuk dalam APBD Pemkab Madiun. Dana sisa tersebut diketahui masuk ke rekening BRI, lalu ke PD BPR Bank Daerah Kabupaten Madiun, hingga masuk ke rekening pribadi tersangka lainnya, Komari, di Bank Jatim.
"Kami masih mendalami keterlibatan klien kami dalam perkara ini. Klien kami bukan pengguna anggaran (PA) dalam perkara ini. Uang itu dikelola oleh Bagian Perekonomian kabupaten Madiun," ujar Indra Priangkasa, kepada wartawan.
Pihaknya menyatakan tetap akan mencari peluang karena kliennya telah mengembalikan uangnya ke kas daerah Kabupaten Madiun.
Sebelumnya, tersangka lainnya dalam kasus tersebut, Komari, yang tak lain staf Ahli Bupati Madiun Bidang Ekonomi dan Keuangan sudah diperiksa dengan didampingi Penasihat hukumnya, Mamad Arya Setiyawan, pada Kamis (9/7).
Kasi Pidsus Kejari Mejayan, Wartajiono Hadi, mengaku pada pemeriksaan kali ini, pihaknya mulai memperdalam keterlibatan tersangka Budi Tjahyono dalam perkara pemindahan dan penggunaan rekening sisa dana PIK tersebut.
Pihaknya sampai saat ini belum berani memberitahukan soal keterlibatan tersangka Budi Tjahyono. Selama pemeriksaan dan penyidikan, tersangka sangat kooperatif.
Seperti diketahui, program PIK tahun 2012, awalnya berbentuk pinjaman lunak yang anggarannya disimpan di Bank Rakyat Indonesia (BRI). Namun dalam perkembangannya, anggaran itu kemudian dialihkan ke BPR Bank Daerah Kabupaten Madiun.
Dalam kasus ini, Kejaksaan fokus pada pencairan dana sebesar Rp105,1 juta. Yang mencurigakan, setelah tim kejaksaan setempat turun ke lapangan, uang tersebut baru dikembalikan ke kasda pada 6 Januari 2015. Padahal program itu sudah lama berakhir.
Sesuai aturan, seharusnya uang Rp105 juta itu dikembalikan ke kasda di tahun anggaran berjalan. Artinya, pengembalian sisa anggaran harus dilakukan pada tahun itu juga.
Para tersangka akan dijerat dengan pasal 2 subsider Pasal 3 dan atau 8 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Meski tersangka, keduanya belum ditahan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015