Tulungagung (Antara Jatim) - Sejumlah petani tembakau di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mengeluhkan kelangkaan pupuk yang membuat pertumbuhan tanaman tembakau mereka tidak sesubur seperti saat diberi unsur hara buatan tersebut.
"Sudah hampir sebulan ini pupuk langka. Padahal tanaman yang baru berusia sekitar sepekan ini sangat membutuhkan pupuk untuk pertumbuhan," ucap Sumiran, petani tembakau asal Desa Tawing, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, Jumat.
Dua jenis pupuk yang mulai langka itu masing-masing adalah pupuk jenis organik, dan kalsium khlorida atau KCL.
Stok di distributor dan toko sebenarnya tetap ada, namun menurut Sumiran, volumenya terbatas sehingga tidak mencukupi kebutuhan pupuk petani, khususnya untuk pertanian tembakau yang saat ini masa perawatan.
"Jika kondisi tersebut terus terjadi, maka diperkirakan tanaman akan layu
dan mati. Sekarang tanaman dirawat seperti biasa, hanya mengandalkan air untuk menghindari tanaman mati lebih cepat," ujarnya.
Sumiran dan beberapa petani tembakau lain mengungkapkan, mereka sebenarnya sudah menempuh berbagai cara, termasuk melakukan kordinasi dengan kolompok tani.
Namun, hingga kini belum ada solusi terkait pemenuhan pupuk yang mengalami kelangkaan tersebut.
"Petani semakin bingung, jika ada pupuk, harga mahal," keluh Tridianto, petani tembakau lain asal Sendang.
Belum ada penjelasan resmi terkait masalah kelangkaan pupuk yang dikeluhkan sejumlah petani tembakau di Tulungagung.
Kepala Dinas Pertanian Tulungagung, Suprapti hanya mengatakan, problem pupuk seperti dikeluhkan Sumiran dkk bisa terjadi lantaran kebutuhan pupuk yang melebihi kuota pupuk subsidi yang diberikan pemerintah berdasar rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) yang diajukan petani.
"Kalau alokasinya sesuai RDKK yang direkomendasikan hanya 300 kilogram pupuk untuk satu hektare lahan, sementara kebutuhan mereka sampai 600-750 kilogram untuk ukuran luasan yang sama, tentu distribusi pupuk menjadi tidak merata, terjadilah kelangkaan itun" kata Suprapti memberi gambaran.
Menurut dia, asumsi yang sama berlaku pada sektor pertanian lain, terutama padi.
Menurunya unsur hara tanah di sebgaian besar lahan pertanian di Tulungagung menyebabkan penggunaan pupuk anorganik melebihi ambang kuota yang ditoleransi/diizinkan pemerintah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Sudah hampir sebulan ini pupuk langka. Padahal tanaman yang baru berusia sekitar sepekan ini sangat membutuhkan pupuk untuk pertumbuhan," ucap Sumiran, petani tembakau asal Desa Tawing, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, Jumat.
Dua jenis pupuk yang mulai langka itu masing-masing adalah pupuk jenis organik, dan kalsium khlorida atau KCL.
Stok di distributor dan toko sebenarnya tetap ada, namun menurut Sumiran, volumenya terbatas sehingga tidak mencukupi kebutuhan pupuk petani, khususnya untuk pertanian tembakau yang saat ini masa perawatan.
"Jika kondisi tersebut terus terjadi, maka diperkirakan tanaman akan layu
dan mati. Sekarang tanaman dirawat seperti biasa, hanya mengandalkan air untuk menghindari tanaman mati lebih cepat," ujarnya.
Sumiran dan beberapa petani tembakau lain mengungkapkan, mereka sebenarnya sudah menempuh berbagai cara, termasuk melakukan kordinasi dengan kolompok tani.
Namun, hingga kini belum ada solusi terkait pemenuhan pupuk yang mengalami kelangkaan tersebut.
"Petani semakin bingung, jika ada pupuk, harga mahal," keluh Tridianto, petani tembakau lain asal Sendang.
Belum ada penjelasan resmi terkait masalah kelangkaan pupuk yang dikeluhkan sejumlah petani tembakau di Tulungagung.
Kepala Dinas Pertanian Tulungagung, Suprapti hanya mengatakan, problem pupuk seperti dikeluhkan Sumiran dkk bisa terjadi lantaran kebutuhan pupuk yang melebihi kuota pupuk subsidi yang diberikan pemerintah berdasar rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) yang diajukan petani.
"Kalau alokasinya sesuai RDKK yang direkomendasikan hanya 300 kilogram pupuk untuk satu hektare lahan, sementara kebutuhan mereka sampai 600-750 kilogram untuk ukuran luasan yang sama, tentu distribusi pupuk menjadi tidak merata, terjadilah kelangkaan itun" kata Suprapti memberi gambaran.
Menurut dia, asumsi yang sama berlaku pada sektor pertanian lain, terutama padi.
Menurunya unsur hara tanah di sebgaian besar lahan pertanian di Tulungagung menyebabkan penggunaan pupuk anorganik melebihi ambang kuota yang ditoleransi/diizinkan pemerintah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015