Bojonegoro (Antara Jatim) - Kepala Desa Megale, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Abdul Manan menyatakan petani bawang merah di desanya keberatan Pemerintah mengimpor bawang merah, dengan alasan masuknya bawang merah akan merusak harga bawang merah lokal.

"Petani di desa kami juga di desa lainnya di Kecamatan Kedungadem, yang menanam bawang merah jelas tidak setuju ada impor bawang merah," katanya, di Bojonegoro, Jumat.

Ia menjelaskan masuknya bawang merah ke Tanah Air, akan mengakibatkan harga bawang merah produksi petani turun.

Padahal, lanjut dia, produksi bawang merah di desanya, dengan luas 25 hektare, juga di desa lainnya di Kecamatan Kedungadem, tidak hanya mencukupi kebutuhan lokal, tapi juga ke luar kota, seperti Surabaya dan Nganjuk.

"Harga bawang merah Rp25.000/kilogram di tingkat petani sudah berlangsung sekitar sebulan terakhir," ucapnya.

Kepala Disperindag Bojonegoro Basuki, memahani petani bawang merah di daerahnya yang menolak impor bawang merah.

Namun, menurut dia, impor bawang merah yang dilakukan Pemerintah, sebagai usaha menstabilkan harga bawang merah di Tanah Air.

Dengan demikian, lanjut dia, impor bawang merah akan dihentikan, kalau harga bawang merah di Tanah Air sudah stabil.

"Saat ini harga bawang merah di tingkat konsumen cukup tinggi mencapai Rp35 ribu/kilogram, sehingga impor bawang merah diperlukan untuk menstabilkan harga," ucapnya, menegaskan.

Data di Dinas Pertanian Bojonegoro, tanaman bawang merah, selain di Kecamatan Kedungadem, juga di Kecamatan Kepohbaru, Temayang, dengan luas berkisar 1.350-1.500 hektare.

"Petani bawang merah bisa panen dua kali dalam setahun dengan produksi rata-rata 15-17 ton/hektare," tambah Kepala Dinas Pertanian Bojonegoro Akhmad Djupari.

Ia menambahkan menanam bawang merah menguntungkan, karena kalau harga jatuh tidak terlalu rendah, sehingga petani masih bisa memperoleh keuntungan. (*)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015