Malang (Antara Jatim) - Wali Kota Malang, Jawa Timur, Moch Anton, menyatakan banyak aset bangunan cagar budaya yang dimiliki kota itu telah hilang akibat alih fungsi bangunan untuk kegiatan ekonomi serta pemugaran bangunannya. "Saya sangat menyayangkan alih fungsi dan pemugaran bangunan-bangunan kuno ini, padahal aset tersebut menjadi salah satu unggulan pariwisata sejarah di Kota Malang. Oleh karena itu, dalam waktu dekat ini kami mengusulkan Peraturan daerah (Perda) yang menjadi patung hukum untuk melindungi aset dan bangunan yang amsuk kategori cagar budaya," tegas Moch Anton di Malang, Jumat. Ia menegaskan Perda tersebut sangat penting untuk melindungi bangunan cagar budaya di Kota Malang, meski saat ini bangunan cagar budaya itu sudah berkurang cukup signifikan karena alih fungsi maupun pemugaran, sehingga menghilangkan jejaknya sebagai aset cagar budaya yang selama ini menjadi "jujugan" wisatawan mancagera, khususnus Belanda dan Jepang. Anton menegaskan jangan sampai wisata bersejarah tersebut punah karena tidak ada payung hukum yang melindunginya. "Secepatnya kami mengajukan draf rancangan Perda Cagar Budaya tersebut ke parlemen, mudah-mudahan disetujui dan segera disahkan agar aset daerah berupa bangunan cagar budaya itu terlindungi dan dijamin kelestariannya," tegasnya. Selain akan mengusulkan rancangan Perda Cagar Budaya, lanjutnya, pihaknya juga meminta agenda tahunan Malang Tempo Doeloe yang sempat vakum dalam dua tahun terakhir ini dihidupkan kembali karena dalam beberapa hari pelaksanaan saja, even tersebut mampu menyedot ratusan ribu wisatawan lokal maupun mancanegara. Belum lama ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Malang, juga telah melakukan pendataan seluruh bangunan yang dikategorikan sebagai cagar budaya. Yang dikategorikan sebagai cagar budaya adalah bangunan bersejarah berusia 50 tahun lebih. Pendataan dilakukan bekerj sama dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan. Sejumlah bangunan bersejarah yang dikategorikan sebagai cagar budaya di Kota Malang di antaranya adalah Toko Oen, Balai Kota Malang, gedung yang kini digunakan sebagai kantor PT PLN dan perumahan di kawanan Jalan Ijen. "Bangunan tidak akan diambil alih pemerintah karena tetap menjadi hak pemiliknya, namun bentuk bangunan tak boleh diubah," kata Kepala Dians Pariwisata dan Kebudayaan Kota Malang, Ida Ayu Made Wahyuni. Menurut dia, seluruh pemilik bangunan bersejarah yang nantinya ditetapkan sebagai cagar budaya akan diberikan kompensasi berupa keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dengan demikian bangunan cagar budaya yang memiliki nilai sejarah tetap terjaga sepanjang masa. Salah seorang pegiat cagar budaya yang juga Ketua Yayasan Inggil, Dwi Cahyono, menjelaskan seluruh bangunan bersejarah berkategori cagar budaya di Kota Malang mencapai 180 bangunan. Namun sebagian besar di antaranya dalam kondisi yang memprihatinkan, bahkan tak sedikit yang telah hancur dan berubah bentuk dan bangunan bersejarah tersebut tidak akan terbengkalai atau diubah bantuknya kalau ada peraturan daerah,” ucapnya. Dasar hukum yang ada untuk melindungi bangunan bersejarah saat ini hanya sebatas Surat Keputusan Walikota Malang. Namun, surat keputusan tersebut hanya mengatur kawasan dan tidak menetapkan bangunan itu sebagai bangunan yang harus dilindungi kelestarian dan nilai sejarahnya. "Di Kota Malang ini ada sekitar 180 bangunan kuno dan 20 area cagar budaya yang seharusnya dipertahankan dan dilindungi, namun nasibnya justru sebaliknya, tidak ada perlindungan sama sekali, sehingga banyak yang dipugar dan dibongkar serta beralih fungsi," tegas Dwi Cahyono. Sejumlah bangunan kuno yang seharusnya menjadi cagar budaya, namun telah dibongkar total dan menjadi bangunan baru di antaranya adalah Gedung DPRD Kota Malang, Sarinah dan beberapa bangunan rumah di kawasan Jalan Ijen. Bangunan rumah di kawasan Jalan Ijen memiliki ciri khas, yakni bagian atas berbentuk limas.(*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015