Tulungagung (Antara Jatim) - Pihak PT Pos Indonesia Cabang Tulungagung, Jawa Timur dalam satu kesempatan evaluasi mengakui bahwa proses penyaluran bantuan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) di wilayah tugasnya selama akhir November 2014 lalu menyisakan sekelumit masalah.
Permasalahan yang muncul itu sebenarnya sepele, tapi jika ke depan tidak diantisipasi dengan baik, banyak pihak merasa khawatir jika hal itu terus dibiarkan bisa memicu ledakan persoalan yang lebih besar di kemudian hari.
Fakta bahwa sempat ada ribuan warga miskin pemegang kartu penjamin sosial (KPS) yang belum menerima bantuan kompensasi kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi itu setelah pihak kantor pos menyalurkannya secara bertahap mulai Rabu (26/11/2014) hingga Minggu (30/11/2014), menjadi alarm tanda bahaya yang wajib diperhatikan oleh semua pihak.
Tidak hanya oleh PT Pos Indonesia selaku lembaga BUMN yang ditunjuk sebagai penyalur resmi dana bantuan kompensasi BBM tersebut, tetapi juga pemerintah daerah berikut seluruh perangkatnya hingga tingkatan desa/kelurahan.
Miskomunikasi antara kedua pihak bisa saja menjadi bumerang yang bisa melukai stabilitas keamanan daerah bermotto "guyub rukun" serta "ayem-tentrem mulyo tinoto" ini.
Polisi dan TNI di pihak lain, tentunya perlu lebih banyak dilibatkan agar setiap potensi gangguan kamtibmas sekecil apapun sebagai dampak penyaluran bantuan PSKS ini bisa diantisipasi sedini mungkin.
Aksi protes yang dipimpin langsung seorang kepala desa di Kecamatan Pakel menjadi sinyal kuning yang harus diwaspadai.
Meski tidak sampai anarkis, protes yang dipicu ketidaktahuan sebagian besar warga Desa Pakel akan rencana penyaluran bantuan kompensasi BBM sebesar Rp400 ribu per-keluarga atau rumah tangga sasaran (RTS) menjadi bukti bahwa ada saluran informasi yang tidak sampai ke masyarakat.
Terlebih gelombang protes konon juga muncul sporadis di sejumlah wilayah lain karena berbagai alasan, mulai KPS hilang, berhalangan datang ke lokasi penyaluran karena sakit, hingga pemegang KPS yang telah meninggal dunia.
Beberapa pemerhati masalah sosial maupun pejabat Pemkab Tulungagung mengakui, potensi masalah banyak terjadi karena data RTS yang digunakan pemerintah masih mengacu hasil survei 2012.
Banyak data RTS yang dinilai sudah tidak relevan lagi dengan kondisi kekinian karena sebagian pemegang KPS bersangkutan telah meningkat strata ekonominya.
"Malah ada keluarga miskin yang seharusnya lebih berhak menerima bantuan, justru tidak kebagian. Sementara yang lebih mampu tetap mendapat jatah," kritik Anang, seorang pemerhati masalah sosial di Tulungagung selatan.
Akibatnya, kecemburuan sosial rentan terjadi. Beberapa desa dan lingkungan pada akhirnya memilih "berkompromi" dengan membangun komitmen "solidaritas sosial" dengan menyisihkan sebagian kecil dana PSKS untuk kaum dhuafa (keluarga miskin) lainnya sehingga terjadi pemerataan.
Evaluasi Satgas PSKS
Masalah lain yang tak kalah berisiko adalah teknis penyaluran yang mekanisme verifikasi datanya menggunakan sistem pemindaian kode seri KPS dan langsung tersambung ke internet ("online") atau daring.
Tidak menentunya sinyal internet di beberapa pelosok desa/kecamatan membuat proses pemindaian untuk verifikasi data KPS tidak bisa terverifikasi di pusat.
Kebijakan "darurat" yang diambil tim Satgas PSKS daerah dengan melakukan verifikasi secara manual terbukti berisiko dibobol oknum penerima bantuan itu sendiri yang kebetulan memiliki nama yang identik antarpemegang KPS, ataupun karena satu RTS (rumah tangga sasaran) terdapat lebih dari satu KPS.
Gangguan teknis itu menyebabkan seorang warga menerima bantuan hingga tiga kali, kata Kepala Satgas PSKS Tulungagung Dwi Candra.
"Kami evaluasi gangguan teknis agar kejadian serupa tidak terulang lagi dalam penyaluran bantuan tahap berikutnya," katanya.
Menurutnya, insiden tidak terduga itu terjadi lantaran ada gangguan sistem daring untuk pengambilan dana PSKS.
Karena mati, kata dia, petugas menggunakan sistem manual, yakni dengan mencocokkan data KPS dan fotokopi KTP dengan daftar RTS yang tercantum dalam database milik Satgas PSKS.
"Jadi saat pembagian di Capurdarat hari Minggu lalu memang ada yang mengambil lebih dari sekali. Artinya mendapat lebih dari Rp 400 ribu," jelasnya.
Dwi Candra menambahkan selain karena gangguan sistem online, warga yang bersangkutan diduga kurang memahami informasi terkait pengambilan PSKS.
Hal itu bisa terjadi lantaran dalam kartu penjamin sosial (KPS) ada tiga nama yang merupakan satu anggota keluarga. Menurut penjelasan dia, dana PSKS hanya diberikan kepada salah satu anggota keluarga itu, bukan keseluruhan.
"Jadi orang itu mengira bisa dapat semua. Dia lantas antre lebih dari satu kali dengan membawa KPS dan fotocopy KTP masing-masing. Beruntung petugas kami jeli sehingga upaya pencairan untuk ketiga kali bisa digagalkan," ujarnya.
Manager Audit Mutu dan Manajemen Resiko PT Pos Indonesia, Agus Pamudji berdalih, kasus di Campurdarat bukan faktor kesengajaan, namun murni terjadi akibat kurangnya pemahaman warga penerima PSKS.
Secara kebetulan, lanjut dia, kejadian bersamaan dengan adanya gangguan pada jaringan internet untuk sistem online. "Memang kurang pemahaman dan itu sudah bisa diselesaikan," jelasnya.
Pascapenyaluran ulang yang dilakukan pada pekan kedua Desember, ia mengklaim penyaluran dana PSKS di Tulungagung sudah mencapai 95 persen rumah tangga sasaran (RTS) dari total penerima mencapai 58.923 jiwa.
Sisanya, sekitar lima persen belum diambil karena berbagai alasan, salah satunya karena kartu perlindungan sosial (KPS). Selain belum ada pengambilan, lima persen itu masih proses pencocokan.
Untuk jadwal pengambilan sendiri, kata Agus, paling lambat akhir Desember. Jika dana PSKS tak juga diambil, maka pihak kantor pos mengembalikannya ke kas negara.
Pihak kantor pos tidak bisa menyatakan dana tersebut hangus atau tidak jika tak diambil hingga melewati batas waktu pengambilan.
"Kami tidak bisa putuskan itu hangus atautidak. Kami hanya bertugas membagikan sesuai data yang kami terima dari pemerintah," jelasnya.
Total penerima PSKS di Tulungagung berjumlah sekitar 58.923 jiwa. Masing-masing mendapat jatah bantuan kompensasi kenaikan harga BBM itu sebesar Rp200 ribu setiap bulan, atau sebesar Rp400 ribu untuk tahap pertama penyaluran periode November-Desember 2014 dengan nilai total Rp400 ribu/RTS.
Dengan demikian, volume dana bantuan PSKS yang digelontor Pemerintah Pusat untuk daerah Tulungagung pada tahap pertama ini terbilang sebesar Rp23,57 miliar.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014