Malang (Antara Jatim) - Ketua DPRD Kota Malang Arif Wicaksono menyatakan penerapan kebijakan jalur satu arah di kawasan lingkar Universitas Brawijaya tanpa ada kajian mendalam, sehingga menimbulkan gejolak dan penolakan dari warga. "Kalau menurut Pemkot Malang maupun tim dari Universitas Brawijaya (UB) memang kebijakan jalur satu arah itu sudah dikaji, namun sebenarnya tidak ada kajian. Bahkan, kebijakan tersebut tidak pernah dipaparkan di dewan, termasuk hasil kajian dari tim UB tersebut," tegas Arif Wicaksono di Malang, Rabu. Selama dirinya menjadi wakil rakyat, tegas politisi PDI Perjuangan itu, baik pemkot maupun tim kajian satu arah dari UB tidak pernah memaparkan masalah tersebut, bagaimana dampak positif dan negatifnya dari sudut perekonomian, keamanan dan kenyamanan warga, jika jalur satu arah di kawasan UB diterapkan. Oleh karena itu, katanya, agar penolakan tidak terus meluas dan semakin besar, sebaiknya Pemkot mencabut kebijakan jalur satu arah tersebut dan dikembalikan menjadi dua arah di kawasan itu, apalagi setelah dilakukan uji coba selama satu tahun terakhir ini banyak terjadi kecelakaan, perekonomian warga merosot dan jalan perkampungan juga banyak yang rusak. Hanya saja, meski ribuan warga di kawasan yang terdampak kebijakan jalur satu arah itu melakukan unjuk rasa dan memblokade jalan poros di Jalan Mayjen Panjaitan, Mayjen Haryono dan Jalan Gajayana, Pemkot Malang tetap kukuh pada pendiriannya, tetap melanjutkan jalur satu arah selama 12 jam (07.00-19.00 WIB). Bahkan, pada Selasa (21/10) malam Wali Kota Malang Moch Anton menggelar pertemuan dengan Ketua RW dan tokoh masyarakat di enam kelurahan yang terdampak kebijakan satu arah di ruang sidang balai kota. Enam kelurahan itu adalah Kelurahan Jatimulyo, Ketawanggefe, Dinoyo, Sumbersari, Penanggungan, dan Merjosari. Menurut Moch Anton, kebijakan satu arah sudah melalui pertimbangan dari berbagai aspek. Kondisi jembatan soekarno Hatta dari hasil kajian tim UB serta kemacetan di Jalan Soekarno Hatta, sehingga harus ada rekayasa lalu lintas di kawasan itu. "Dalam pertemuan tadi malam, masyarakat dan pengurus RW di enam kelurahan terdampak sudah menyatakan persetujuannya jika satu arah tetap dilanjutkan selama 12 jam. Namun, mereka mengajukan sejumlah tuntutan dan pemkot akan mengabulkannya secara bertahap," tegas Anton. Tuntutan warga dalam pertemuan itu adalah warga meminta adanya ketegasan aparat dalam penindakan pelanggaran kebijakan satu arah (tindakan tilang) dan penempatan petugas di setiap titik persimpangan jalan (traffic light), pemerintah (Pemkot Malang) menyediakan fasilitas pendukung satu arah, yakni jembatan penyeberangan dan, pita kejut serta kecepatan kendaraan harus diatur sesuai dengan batas kecepatan normal, terutama kendaraan roda dua. Selain itu, warga meminta untuk menempatkan petugas Satpol PP dan Dishub yang ditempatkan di setiap gang untuk membantu menyeberangkan masyarakat sebelum adanya jembatan penyeberangan pada jam-jam keberangkatan sekolah dan pulang kerja atau pada jam-jam sibuk. Warga juga meminta supaya jalur mikrolet tetap berjalan seperti biasa serta pemkot memperhatikan, memperbaiki infrastruktur yang ada di kampung dan jalan-jalan di sekitar kawasan satu arah. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014