Rutinitas tahunan berupa Tunjangan Hari Raya (THR) di kalangan karyawan, pegawai dan buruh di sejumlah daerah di Indonesia menjadi sesuatu yang penting dalam menyongsong Hari Raya Idul Fitri. Namun setiap tahunnya pula, banyak di kalangan mereka tidak mendapatkan hak-haknya tersebut. Bahkan ada juga THR yang sengaja dipotong dengan berbagai alasan dan argumentasi oleh perusahaan tempatnya bekerja. THR adalah salah satu hak dasar buruh dalam hubungan kerja yang dilindungi dan dijamin peraturan perundang-undangan yang berlaku. THR diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER-04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan. Setiap pekerja yang telah bekerja selama tiga bulan terus menerus atau lebih, baik permanen maupun kontrak, berhak untuk mendapatkan THR. Rinciannya, jika masa kerja si pekerja adalah 12 bulan secara terus menerus atau lebih, maka besarnya THR yang diterima adalah sebesar upah satu bulan. Namun, jika masa kerja pekerja hanya berkisar antara tiga sampai kurang dari 12 bulan, maka ia hanya berhak mendapat THR secara proporsional. Upah satu bulan sebagai dasar perhitungan THR adalah upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap. Pembayaran THR wajib dibayarkan oleh pengusaha selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan. Dengan status hak normatif, THR sesungguhnya berkedudukan kokoh setara hak normatif lainnya, seperti upah, cuti, hak berserikat. Meskipun demikian, banyak pengusaha yang tetap berusaha mengakali pembayaran THR. Muaranya satu, keuntungan berlebih yang kian menjamin akumulasi kapital. Maka jangan heran jika gelombang protes pun disuarakan oleh para buruh dan karyawan yang merasa hak-haknya tidak diberikan, baik dengan cara menggelar unjuk rasa maupun dengan melaporkan ke Pos Pengaduan THR. Pada 2013 hingga H-7 lebaran, Posko Pengaduan THR 2014 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya-Relawan Buruh Jawa Timur mencatat sebanyak 14.673 buruh di 78 perusahaan yang tidak mendapatkan hak THR sesuai aturan. Modus pengusaha atau perusahaan yang tidak membayar hak pekerja berupa THR. Seperti THR dibayarkan kurang dari ketentuan, dengan dalih perusahaan tidak mampu membayarnya. Pekerja/buruh kontrak outsourcing maupun harian lepas tidak diberi THR akibat status kerjanya yang belum sebagai pekerja tetap. Pekerja yang dalam proses perselisihan PHK sering tidak dibayarkan THR-nya. THR dibayar terlambat. THR dibayarkan dicicil dan ada juga THR dipotong karena tidak masuk kerja. Ada juga yang dibayar tapi kurang dari ketentuan. Ada yang dibayar dengan tidak uang tunai, melainkan bentuk barang. Koordinator Posko Pengaduan THR, Jamaluddin mengatakan sejak awal posko pengaduan THR mulai dibuka hingga Kamis (17/7), sekitar 500 tenaga kerja sudah melaporkan tentang pelanggaran THR. "Sampai hari ini ada sudah ada 500-an tenaga kerja yang mengadu ke kami. Kami minta para buruh melaporkan jika ada pelanggaran THR untuk ditindaklanjuti dengan mengirim somasi perusahaan dan lapor ke Disnaker," katanya. Jika jumlahnya banyak pihaknya akan menggelar unjuk rasa baru kemudian diproses pidana atau perdata ke aparat kepolisian. Dari beberapa perusahaan yang diindikasikan melanggar itu sudah ada empat perusahaan yang sudah diperiksa. Ia memberikan batas waktu H-7 atau Senin (21/8) depan, kalau perusahaan serius dan ada kontrol serius dari media semoga THR gagal bayar ini bisa teratasi. Tahun lalu, 60 persen dari 14.000-an buruh yang melaporkan pengaduan ke Posko THR akhirnya terbayarkan. Buruh dapat mengadu dengan datang langsung ke Kantor LBH Surabaya Jalan Kidal 6 Surabaya pada hari Senin-Jumat pukul 09.00-15.00 WIB. Bisa juga kontak melalui Hotline Call via Telepon 031-5022273, SMS Centre 085733680198, Email poskothr2014.lbh@gmail.com, Faximil ke 031-5024717, Facebook: Posko Thr Jatim, dan Twitter: Poskothr_Jatim. Sementara itu, Wakil Ketua Apindo Jawa Timur Heri Bertus mengatakan jika dilihat dari evaluasi tahun 2013 rata-rata perusahaan di Jawa Timur sudah mulai taat mengikuti ketentuan terkait pembayaran THR. Heri Bertus mengatakan kalau ada perusahaan yang tidak bisa membayarkan THRnya, maka bisa diajukan ke Disnaker dalam forum Bipartit. "Kalau ada salah satu pihak tidak terima maka ada saluran komunikasinya lewat forum bipartit dan di Disnaker ada posko THR," katanya. THR itu, kata dia, kepentingan karyawan dalam masa kerja tertentu. Sebelum karyawan mengadukan ke Posko THR, idealnya, mereka bertemu dulu di forum bipartit. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014