Kediri (Antara Jatim) - Praktisi hukum Universitas Kadiri (Uniska) Kediri, Jawa Timur, menegaskan perlunya pengkajian ulang aturan yang memberikan tunjangan dana pensiun kepada anggota DPR, khususnya yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
"Harus dikaji ulang ketentuan lebih lanjut aturan tersebut, dilihat tindak pidana yang dilakukannya, serta ancaman hukumannya," kata praktisi hukum Uniska Kediri Nur Baedah di Kediri, Jumat.
Ia mengatakan, pemberian dana pensiun kepada anggota DPR, terlebih lagi yang melakukan tindak pidana korupsi justru melukai hati rakyat.
Mereka dengan tega mengambil uang yang seharusnya menjadi hak rakyat, untuk kepentingan pribadi. Mereka pun, bahkan tidak malu meminta dana pensiun, dengan dalih hak yang harus diterima.
"Seorang koruptor tidak selayaknya mendapatkan dana pensiun, karena korupsi itu sendiri tindakan yang menyengsarakan rakyat," ucapnya, menegaskan.
Tujuh anggota DPR RI yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi ternyata masih mendapatkan uang pensiun. Mereka mendapatkan uang pensiun yang besarannya antara 6-75 persen dari gaji pokok yang sekitar Rp4-8 juta per bulan.
Sejumlah anggota DPR yang masih mendapatkan dana pensiun itu di antaranya M Nazaruddin, Wa Ode Nurhayati, dan sejumlah anggota DPR lainnya.
Ketua Badan Kehormatan DPR RI Trimedya Pandjaitan mengakui Nazaruddin mendapat uang pensiun dari DPR, lantaran Nazaruddin mengundurkan diri dari keanggotaan DPR.
Ia mengatakan, setiap anggota DPR yang selesai menjalankan tugas atau mengundurkan diri, berhak mendapat uang pensiun, sesuai dengan yang diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Dalam UU tersebut, memperbolehkan anggota dewan yang mengundurkan diri, apa pun alasannya, mendapatkan gaji pensiun.
Dana pensiun bagi anggota DPR juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Uang pensiun bagi anggota DPR tersebut jumlahnya antara 6-75 persen dari gaji pokok yang diterimanya selama aktif menjadi anggota DPR. Besaran gaji pokok untuk anggota DPR bervariasi, dengan nilai minimal Rp4,2 juta. Selain itu, untuk besaran uang pensiun juga didasarkan pada lamanya masa jabatan seorang anggota DPR.
Pemberian uang pensiun itu sampai saat ini masih menjadi kontroversi. Sejumlah kalangan menilai DPR yang melakukan tindakan korupsi tidak layak mendapatkan uang tersebut. Selain itu, ada yang menganjurkan bahwa peran hakim cukup potensial untuk memberikan keputusan yang tegas, dengan mencabut hak berupa dana pensiun yang diterima anggota DPR tersebut.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013