Pamekasan (Antara Jatim) - Anggota DPRD Pamekasan, Jawa Timur, Munaji mendorong pemerintah kabupaten setempat melakukan pembinaan intensif kepada pemilik sapi karapan, sehingga tahun depan mereka tidak lagi menggelar karapan sapi dengan cara-cara kekerasan, seperti yang digelar tahun ini. "Karena kalau karapan sapi dengan praktik kekerasan tetap digelar, hanya dengan alasan pembenar di daerah lain juga terjadi, maka lambat laun karapan sapi yang merupakan budaya kebanggaan masyarakat akan jelek dimata dunia," kata Munaji di Pamekasan, Selasa. Pemkab Pamekasan, kata dia, perlu melakukan pemurnian karapan sapi kepada bentuk aslinya, yakni tanpa kekerasan. Pola penyiksaan yang dilakukan selama ini, sebenarnya merupakan modifikasi yang dilakukan oknum pemilik sapi karapan, hanya dengan target ingin menang dalam pertandingan adu kecepatan di lapangan. Sehingga cara apapun dilakukan oleh pemilik sapi karapan, asal pasangan sapi mereka menang dalam ajang festival karapan sapi. Tidak peduli pemilik sapi membacokkan paku ke pantat sapi, memoleskan balsan dan capai pada pada sapi, sebelum sapi-sapi diadu, bahkan yang terparah menyirap spiritus dan air cuka pada pantat sapi yang luka itu. "Praktik-praktik kekerasan ini yang perlu dihapus, seperti yang selama ini disarankan oleh para tokoh, kalangan budayawan, serta para ulama," tutur anggota komisi A DPRD Pamekasan ini, menambahkan. Menurut Munaji, imbauan serta fatwa karapan sapi cara-cara kekerasan itu haram seperti yang dilakukan para pemilik sapi karapan di Pamekasan, sudah tepat, dari berbagai sudut pandang. Baik dari sudut pandang agama, sosial ataupun dari sudut pandang budaya. Dari sudut pandang agama, praktik kekerasan dalam bentuk apapun memang dilarang, termasuk kekerasan kepada hewan. Sedangkan dari sudut pandang budaya, karapan sapi dengan kekerasan itu, bukan budaya asli Madura, karena awalnya karapan sapi di Madura yang kini sudah dikenal di seluruh itu, tanpa kekerasan. Oleh karenanya, mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Istiqlal UIM Pamekasan ini meminta, Pemkab Pamekasan hendaknya melakukan gerakan "pemurnian atau purifikasi budaya karapan sapi Madura" dalam bentuk aslinya, yakni karapan tanpa penyiksaan. "Karapan sapi sebagai aset budaya leluhur harus tetap dilestarikan, tapi praktik penyiksaannya harus dihapus," ucap Munaji. Secara terpisah, Bupati Pamekasan Achmad Syafii menyatakan, pihaknya memang mendukung praktik kekerasan dalam pelaksanaan karapan sapi hendaknya dihapus, agar kaparan sapi Madura tidak hanya dinikmati para pengerap saja, akan tetapi oleh semua kalangan. Selama ini banyak masyarakat luar Madura yang enggan menyaksikan karapan sapi, karena tidak tega melihat praktik kekerasan yang menggunakan paku membacok pantat sapi agar larinya kencang. "Memang pemkab perlu memfasilitasi masalah kekerasan dalam pelaksanaan karapan sapi ini, agar budaya karapan sapi di Madura tetap lestari, dan tidak ternodai dengan praktik kekerasan," kata Bupati Achmad Syafii. Pemkab Pamekasan sendiri, kata dia, juga setuju dengan fatwa haram tentang praktik kekerasan dalam pelaksanaan karapan sapi, dan mendukung fatwa itu. Namun karena tekanan para pengerap, pemkab akhirnya bersedia ditempati pelaksanaan karapan sapi dengan kekerasan.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013