Pamekasan (Antara Jatim) - Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Pamekasan, Madura, mengharapkan pemerintah tegas melarang praktik kekerasan dalam pelaksanaan karapan sapi pada Piala Bergilir Presiden RI 2013 yang akan digelar dalam waktu dekat ini. "Sebab selain melanggar hukum agama dan hukum positif, praktik kekerasan dalam pelaksanaan karapan sapi ini juga telah menjadi komitmen pemerintah, baik pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi, bahwa dalam pelaksanaan karapan sapi memperebutkan Piala Bergilir Presiden RI kali ini tanpa kekerasan," kata Wakil Sekretaris KNPI Pamekasan, Azis Maulana kepada Antara, Minggu malam. Oleh karenanya, sambung Azis, secara pribadi maupun secara kelembagaan, ia meminta agar pemerintah bisa bersikap tegas, yakni tidak membiarkan terjadi praktik kekerasan dalam pelaksanaan karapan sapi. Dan apabila praktik kekerasan tetap dibiarkan, maka hal itu sama halnya dengan melegalkan penyiksaan hewan. Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pamekasan ini mengemukakan hal itu, karena dalam pelaksanaannya, seleksi karapan sapi untuk pelaksanaan Piala Presiden RI 2013 di tingkat kabupaten masih menggunakan praktik kekerasan. Pemilik sapi kerap masih menggunakan "rekeng" yakni sebuah alat yang dipasangi paku dan digunakan joki sapi kerap menggaruk pantat sapi agar laringan kencang. Dengan alat itu, maka sapi-sapi karapan itu lalu berlari sangat kencang karena kesakitan. Tidak hanya itu saja, para pemilik sapi karapan ini juga masih mengoleskan balsam ke mata sapi sebelum sapi-sapi itu diadu mencapai garis finis. "Ketegasan pemerintah dalam hal ini saya kira sangat diperlukan. Sebab kalau dibiarkan, berarti negara kita ini melegalkan adanya praktik penyiksaan hewan dimana dunia dan pada akhirnya kita sendiri yang akan rugi nantinya," kata Azis Maulana. Usulan menghapus praktik kekerasan dalam pelaksanaan karapan sapi ini mulai gencar disuarakan para pecinta hewan, kalangan budayawan dan ulama Madura sejak 2010. Tahun 2011, Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan (Bakorwil) IV Pamekasan selaku penanggung jawab kegiatan pelaksanaan tahunan lomba karapan sapi di Pulau Garam itu berupa menghapus praktik kekerasan itu dengan mensosialisasikan kepada para pemilik sapi karapan, namun tidak terlaksana. Ketika itu, karapan sapi tetap menggunakan "rekeng" atau kekerasan. Pada tahun 2012, akhirnya karapan sapi Piala Presiden RI terpecah menjadi dua, yakni menggunakan kekerasan dan karapan sapi tanpa kekerasan. Karapan sapi Piala Presiden 2012 ini terpecah menjadi dua, karena pertimbangan politik Gubernur Jatim Soekarwo. Karapan sapi Piala Bergilir Presiden RI dengan kekerasan digelar di Lapangan Kerap Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, sedangkana karapan tanpa kekerasan di lapangan Stadion RPH. Moh. Noer, Kabupaten Bangkalan. Kepala Bakorwil IV Pamekasan Edy Santoso menyatakan, selanjutnya untuk pelaksanakan Kerapan Sapi Piala Presiden 2013 dan tahun-tahun berikutnya akan dilaksanakan dengan tanpa kekerasan dengan tujuan untuk mengembalikan citra karapan sapi Madura sebagai hazanah budaya bangsa yang patut dibanggakan. Sebab, menurut dia, sebelumnya, pelaksanaan karapan sapi memang tanpa kekerasan. Alat yang digunakan joki pasangan sapi kerap dulunya bukan "rekeng" atau tetapi "Pak-kopak", yakni batang pohon pisang. "Kami hanya meminta pemerintah benar-benar merealisasikan keputusannya ini, dan sebagai generasi muda bangsa, kita tentu tidak ingin bangsa ini dikecam, karena melegalkan praktik penyiksaan pada hewan," kata Wakil Sekretaris KNPI Pamekasan Azis Maulana menambahkan. Sementara, meski pelaksanaan karapain tahun ini direncanakan tanpa kekerasan, akan tetapi seleksi pasangan sapi kerap di mulai dari tingkat kecamatan hingga di tingkat kabupaten, tetapi menggunakan pola kekerasan. Seperti yang digelar di lapangan Stadion Pamekasan, Minggu (22/9). (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013