Potensi limbah sampah yang mencapai 400-460 ton per hari, bukan menjadi masalah besar bagi Kota Malang, apalagi menjadi sebuah hambatan untuk menuju kota yang bersih dan nyaman tanpa gangguan sampah yang berserakan di jalan-jalan atau di tempat penampungan sementara (TPS). Bagi Kota Malang, limbah sampah domestik maupun industri itu justru menjadi berkah bagi kota itu karena tak secuil pun sampah di daerah itu lolos dari pemanfaatan. Banyak program, banyak upaya yang bisa dihasilkan dari limbah sampah tersebut. Bahkan, saat ini limbah sampah yang ditampung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supiturang itu menjadi "rebutan" berbagai negara maju untuk mengolahnya dan menghasilkan sumber energi baru, disamping berupaya mereduksi pencemaran lingkungan dan meminimalkan efek lapisan ozon. Sejumlah negara yang telah menawarkan diri untuk bekerja sama dalam pengelolaan TPA Supiturang itu di antaranya adalah Korea, Prancis, Swiss, dan Jerman. Bahkan, beberapa waktu lalu ada Kanada dan Belanda yang sudah menawarkan program. Limbah sampah yang terus bertambah dari tahun ke tahun itu diupayakan menjadi sebuah potensi baru dalam pengembangan energi terbarukan yang secara bertahap mampu menyuplai kebutuhan energi masyarakat setempat, seperti energi listrik dan gas untuk kebutuhan rumah tangga. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang Wasto mengakui jika potensi limbah sampah itu bisa menjadi sumber energi baru untuk memenuhi kebutuhan energi warga Kota Malang, mengingat saat ini potensi yang termanfaatkan untuk bahan bakar baru 3-5 persen dari potensi yang ada. "Dari 3-5 persen potensi yang termanfaatkan ini saja sudah mampu memasok kebutuhan bahan bakar gas masyarakat sebanyak 300 kepala keluarga. Ini baru dari gas metan yang dimanfaatkan menjadi bahan bakar rumah tangga saja, belum untuk penerangan dan bahan bakar sepeda motor," kata Wasto. Penggunaan gas metan untuk bahan bakar rumah tangga, bahan bakar sepeda motor untuk warga di kawasan TPA Supiturang itu telah diresmikan oleh Menteri Lingkungan Hidup Prof Dr Balthasar Kambuaya pada awal Maret 2013. Pengelolaan gas metan tersebut akan dikembangkan lebih luas lagi, bahkan secara bertahap pasti limbah sampah itu juga akan diolah menjadi energi listrik dan untuk bahan bakar kendaraan, sehingga ke depan Kota Malang ini mampu mencukupi kebutuhan energinya secara mandiri, seperti Kota Buras di Swedia. Setelah mendengar pemaparan dari seorang pemateri ketika mengikuti seminar di Jakarta, lanjut Wasto, dirinya bersama Wali Kota Malang ingin melakukan studi banding ke kota itu. "Bagaimana sistem dan teknis pengolahannya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan energi masyarakatnya," kata Wasto menegaskan. Ancang-ancang untuk melakukan studi banding tersebut juga sudah ditetapkan menjadi agenda penting karena kemandirian energi pada masa akan datang sangat penting, mengingat sumber energi yang tidak dapat diperbarui sudah mulai menipis, sehingga harus ada eksplorasi untuk memanfaatkan semua sumber baru yang bisa menghasilkan energi. Berlandaskan alasan menipisnya cadangan energi di Tanah Air itulah, DKP Kota Malang terus berupaya mencari celah untuk menemukan sumber-sumber energi baru dengan memanfaatkan limbah sampah, sehingga tidak ada sampah yang tidak menghasilkan. Artinya, sampah pun bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa bagi keberlanjutan hidup manusia. Sanitary Landfill Untuk memaksimalkan pengelolaan TPA Supiturang agar memberikan manfaat lebih banyak bagi masyarakat, teknologi "Sanitary Landfill" menjadi alternatif yang bakal dikembangkan dengan menggandeng salah satu bank di Jerman. Akad kerja sama itu telah ditandangani beberapa waktu lalu antara pihak Jerman dengan Kementerian Pekerjaan Umum di Jakarta. Investor Jerman tersebut akan mengucurkan dana bantuan lunak sebesar Rp195 miliar untuk mengembangan dan pengelolaan TPA Supiturang melalui Sanitary Landfill. Bantuan kredit lunak tersebut merupakan komitmen dan partisipasi dari negara-negara maju untuk mengurangi gas emisi rumah kaca, terutama di sejumlah negara berkembang. Saat ini masih dalam proses lelang tender konsultan perencanaan. Karena tendernya merupakan tender internasional, maka membutuhkan waktu cukup lama, yakni enam bulan ke depan. Setelah diumumkan pemenang tender, pemenang baru membuat perencanaan, lengkap dengan rencana anggaran belanja (RAB)-nya. Pembangunan fisik Sanitary Landfill tersebut baru bisa dilaksanakan sekitar Agustus-Oktober 2014. Teknologi sanitary landfill tersebut menjadikan 100 persen limbah termanfaatkan, termasuk air lindinya. Dan, air lindi yang keluar sudah steril, sehingga tidak membahayakan masyarakat. Setelah pembangunan sanitary landfill tersebut sudah tuntas, diyakininya akan semakin banyak investor yang akan menanamkan investasinya untuk mengelola sampah di TPA Supiturang menjadi berbagai produk energi alternatif. Potensi TPA Beberapa tahun silam (2009), kerja sama segitiga antara Pemkot Malang, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Pemerintah Belanda sudah mengawali pemanfaatan dan pengembangan gas metan di TPA Supiturang dengan membangun laboratorium penangkap gas metan. Laboratorium penangkap gas metan di TPA Supiturang tersebut menggunakan teknologi tinggi yang dilengkapi solar sel dan komputer yang tersambung langsung ke internet dengan biaya murni dari bantuan Belanda senilai Rp1 miliar. Komputer tersebut, mampu merekam banyaknya gas metan yang telah terbakar dan data-data itu secara otomatis langsung ditransfer ke “reciever” UMM dan BGP Engineer Belanda. Gas metan yang ditangkap melalui alat penangkap gas metan (flaring) dibakar dan menghasilkan CO2 yang mampu mencegah kerusakan alam dan pemanasan global. Gas metan ini merupakan salah satu gas yang berbahaya yang memiliki daya rusak 21 kali lipat ketimbang CO2, bahkan mampu merusak lapisan ozon, sehingga harus diamankan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tim dari UMM bersama Belanda beberapa waktu lalu disebutkan, potensi gas metan yang dikelola melalui TPA Supiturang di Kota Malang, rata-rata mencapai 118,3 juta meter kubik per tahun untuk lahan seluas 5 hektare. Padahal, saat ini lahan TPA Supiturang mencapai 25 hektare. Jika lahan TPA saat ini mencapai 25 hektare, maka gas metan yang bisa dihasilkan bisa mencapai 560 juta kubik per tahun dan mampu memasok energi listrik hingga sekitar 5,6 juta Kwh per tahun. Harga jual gas metan rata-rata sebesar 18 dolar AS per ton. Dengan besarnya potensi tersebut, Pemkot Malang optimistis beberapa tahun ke depan kota itu akan mampu mandiri energi karena limbah sampah yang mencapai ratusan kubik per hari itu bisa diolah menjadi berbagai sumber energi, seperti listrik, bahan bakar gas untuk memasak, minyak tanah, solar, oli serta bahan bakar untuk kendaraan. Secara bertahap mulai tahun ini, Pemkot Malang juga akan membangun SPBU khusus bahan bakar gas yang diproduksi dari gas metan. Paling tidak, ada tiga SPBU gas metan yang bisa melayani masyarakat Kota Malang. (Humas Pemkot Malang)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013