Jakarta (ANTARA) - Di tengah udara musim panas yang menggantung di fasilitas latihan Chicago Fire, Ruben Amorim memimpin latihan Manchester United dengan semangat baru.
Di sanalah, jauh dari sorotan Old Trafford, pelatih asal Portugal itu tengah menyusun ulang fondasi sebuah klub yang pernah menjadi simbol kejayaan, tetapi kini tengah merangkak dari keterpurukan.
Musim lalu adalah musim terburuk Manchester United dalam lebih dari setengah abad. Finish di posisi ke-15 Premier League, Setan Merah mencatatkan peringkat liga terendah sejak mereka terdegradasi ke Divisi Dua pada 1974.
“Ini Manchester United, kami harus kembali ke Eropa,” kata Amorim dengan tegas di Endeavor Health Performance Center, tempat tim itu menjalani tur pramusim di Amerika.
Ucapan itu bukan sekadar ambisi, tetapi juga sebuah pengakuan akan besarnya jarak antara masa lalu yang gemilang dan kenyataan hari ini.
Membenahi dari akar
Amorim bukan hanya mendatangkan dua penyerang baru, Bryan Mbeumo dan Matheus Cunha, dengan total biaya 128,5 juta pound sterling, namun juga menanamkan perubahan dari dalam.
Menurut dia, perubahan budaya klub menjadi fondasi utama. Ia menyebut hal-hal kecil, seperti aturan makan, disiplin latihan, dan peran staf medis, sebagai pilar penting dalam membentuk kembali kekompakan tim.
“Semua orang sekarang tahu tugasnya. Itu kelihatan seperti hal kecil, tapi sebenarnya sangat besar. Ini tentang organisasi, tentang cara kami bersikap di lapangan maupun di luar lapangan,” kata Amorim.
Ia tak sendiri. CEO baru Omar Berrada dan direktur sepak bola Jason Wilcox dikatakan sejalan dengan visi sang pelatih. “Jika manajer tidak menginginkannya, maka semua ini tidak mungkin terjadi,” lanjut Amorim.
“Namun ini lebih besar dari saya, seluruh klub harus bergerak ke arah yang sama.”
Meski kini tampil percaya diri, Amorim tak menampik bahwa musim lalu meninggalkan bekas psikologis yang mendalam. Ia mengaku kerap berangkat ke Old Trafford dengan perasaan waswas.
“Bagian tersulit bukan saat saya pulang ke rumah setelah kalah. Justru saat berangkat ke pertandingan, karena saya tahu kami akan kesulitan,” ucapnya jujur.
Ia bahkan merasa dirinya mengecewakan banyak orang, termasuk staf dan para pendukung. Namun pengalaman itu menjadi titik balik dalam karier manajerialnya.
“Sekarang saya lebih tenang, lebih bersemangat. Saya belajar untuk tidak terlalu romantis. Kami akan menjadi tim yang lebih baik, dan saya juga akan menjadi manajer yang lebih baik,” tuturnya.
Perubahan budaya juga mencakup keputusan-keputusan tegas. Salah satunya adalah tidak membawa Alejandro Garnacho, Jadon Sancho, Tyrell Malacia, dan Antony dalam tur pramusim. Amorim menyebut beberapa pemain tersebut menunjukkan keinginan untuk mencari tantangan baru.
“Bukan soal siapa yang baik dan siapa yang buruk. Mereka hanya ingin hal yang berbeda. Jika nanti mereka tetap di sini setelah bursa transfer ditutup, kami akan memperlakukan mereka dengan adil. Tapi saat ini, saya fokus pada pemain yang akan bertahan,” ujarnya.
Terkait Garnacho, Amorim menyebut pemain muda Argentina itu sangat berbakat, tetapi ia merasakan ketidakcocokan secara kepemimpinan. “Saya rasa dia menginginkan sesuatu yang berbeda. Itu normal dalam sepak bola,” katanya diplomatis.
Dengan absennya kompetisi Eropa musim ini, Amorim menginginkan skuat yang ramping dan efisien. Ia tak menutup pintu untuk pemain baru, tetapi menegaskan bahwa kualitas karakter dan kecocokan dengan filosofi klub menjadi prioritas utama.
“Jika ada pemain yang datang, dia harus melalui proses yang sama seperti Bryan dan Cunha," kata Amorim.
Mbuemo dan Cunha bergabung ke United dengan keinginan mereka pribadi, yang tanpa perlu berpikir dua kali ketika menerima tawaran itu datang. Inilah yang ditegaskan Amorim.
Ia tidak mau mengejar pemain yang bahkan tidak berminat untuk menjadi bagian dari Setan Merah, sekalipun itu striker yang amat dia percaya seperti Viktor Gyokeres.
"Kami perlu memikirkan apakah dia cocok secara teknis, fisik, dan mental. Dan saya ingin ruang bagi pemain akademi untuk berkembang,” katanya.
Dukungan manajemen
Amorim merasa mendapat dukungan penuh dari manajemen, termasuk Sir Jim Ratcliffe yang kini menjadi pemilik minoritas klub. Ia menyebut hubungan mereka profesional namun terbuka.
“Jim orang yang sangat langsung. Kalau Anda bicara jujur dan masuk akal, semuanya mudah,” kata Amorim sembari tersenyum.
Ia juga menekankan bahwa proyek kebangkitan United bukan semata miliknya, melainkan milik seluruh klub. Dalam pembicaraan dengan Mbeumo dan Cunha, Amorim bahkan mengatakan, “Jangan datang karena manajer, datanglah karena ide klub.”
Meski perjalanan menuju kejayaan terasa jauh, Amorim tak kehilangan keyakinan. Menurutnya, Manchester United masih memiliki semua elemen untuk kembali menjadi kekuatan utama di Inggris dan Eropa.
“Kami punya sejarah, kami punya penggemar, kami punya uang. Dan kami tengah membangun kembali budaya yang kuat. Jika itu berhasil, saya yakin kami akan kembali ke tempat yang seharusnya,” kata Amorim dengen tegas.
Musim baru segera dimulai. Manchester United bukan lagi klub yang hanya bertumpu pada masa lalu. Di bawah Ruben Amorim, mereka tengah merajut ulang masa depan, langkah demi langkah, seperti momen manis saat bersama Sir Alex Ferguson selama 26 tahun.
Begitu pula Amorim, ia juga menginginkan hal yang sama seperti Sir Alex, minimal 20 tahun menukangi Manchester United.
Amorim: Ini Manchester United!
Oleh Aditya Ramadhan Senin, 4 Agustus 2025 10:32 WIB
Pelatih Manchester United asal Portugal Ruben Amorim. (Photo by Oli SCARFF / AFP) (AFP/OLI SCARFF)
