Jakarta (ANTARA) - Berkembangnya kecenderungan kaum muda perdesaan yang semakin enggan menjadi petani padi, pada dasarnya merupakan ancaman awal terhadap keberlanjutan pertanian di negeri ini.
Ketika kaum muda perdesaan tidak tertarik lagi menjadi petani, tapi lebih senang hijrah ke perkotaan, memberi pesan kepada bangsa ini bahwa profesi petani padi dalam ancaman ketidakpopuleran di kalangan kaum muda perdesaan.
Hal ini, penting dicermati dengan seksama, karena apa kata dunia, kalau sebuah negeri agraris bila tidak ada petaninya.
Itu sebabnya, semua berharap agar segera ada jalan keluar bagi persoalan ini, sehingga sedini mungkin, Indonesia tidak kehilangan generasi baru petani muda. Bangsa ini terancam menghadapi persoalan serius manakala masalah regenerasi petani padi tidak menjadi perhatian utama.
Secara filosofi, makna regenerasi petani, tidak hanya memandang pertanian sebagai pekerjaan biasa, tetapi sebagai panggilan untuk menjawab tantangan global.
Dengan memadukan teknologi canggih dan pengetahuan tradisional, mereka membuka jalan untuk pertanian yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Untuk itu, upaya mempercepat regenerasi petani dapat diwujudkan melalui berbagai langkah, termasuk peningkatan dukungan pendidikan, mengubah persepsi orang tua tentang situasi ekonomi petani, memberikan penyuluhan tentang produksi dan distribusi produk pertanian, dan memberikan bantuan ekonomi dari pemerintah.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya krisis regenerasi petani muda di negara ini antara lain keterbatasan akses terhadap modal, teknologi, dan sumber daya manusia yang terampil, sehingga menghambat kemampuan petani muda untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan meningkatkan pendapatan mereka ke tingkat yang lebih baik.
Menghadapi "darurat beras" sebagai dampak menurunnya produksi beras, memaksa Pemerintah untuk secara serius menggenjot produksi beras setinggi-tingginya menuju swasembada.
Produksi beras akan meningkat, setidaknya didukung oleh adanya petani dan tersedianya sawah ladang dan lahan lain yang menopang. Sulit untuk mendorong produksi pangan meningkat, jika petani dan sawah ladangnya tidak dilindungi dengan baik.
Tidak menyepelekan
Kalaupun saat ini masih ada kesan banyak pihak kurang sungguh-sungguh dalam melakukan perlindungan terhadap lahan pertanian produktif yang dicirikan dengan semakin membabi-butanya alih fungsi dan alih kepemilikan lahan, khusus untuk alih generasi petani padi, semua berharap agar Pemerintah tidak menyepelekan penanganannya.
Terlebih dengan adanya berbagai soal yang menghambat berkembangnya sektor pertanian di lapangan.
Selain terekam semakin banyaknya kaum muda perdesaan yang enggan menjadi petani di tempat kelahirannya, ternyata di beberapa daerah muncul fenomena para orang tua yang kini berprofesi sebagai petani padi, melarang anak-anaknya menjadi petani padi.
Mereka tahu persis menjadi petani padi sekarang, sama saja dengan menjebloskan diri ke dalam suasana hidup miskin dan melarat.
Para orang tua yang kini jadi petani padi, sangat tidak ingin melihat anak-anaknya hidup seperti yang dialaminya.
Mereka yakin, jika ingin berubah nasib, sebaiknya anak-anak mereka dapat menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan bekerja di kota besar.
Akibatnya, banyak para petani yang menggadaikan atau menjual sawah ladangnya demi membiayai sekolah anak-anaknya di perkotaan.
Mereka berharap dengan dikantonginya, ijazah pendidikan yang lebih tinggi, kesempatan untuk bekerja di kota atau menjadi Aparat Sipil Negara atau karyawan swasta, akan lebih terbuka.
Jika anak-anak mereka mampu meraihnya, para orang tua yakin akan terjadi perbaikan nasib dan kehidupan ke arah yang lebih baik lagi.
Mereka benar-benar pesimistis bahwa profesi petani padi bakal mampu meningkatkan harkat dan martabat kehidupan anak-anaknya.
Sadar akan hal demikian, sudah saatnya Pemerintah merumuskan terobosan cerdas dan bernas agar kaum muda perdesaan dan para orang tua yang kini berprofesi petani, memiliki keyakinan, bekerja menjadi petani tidak akan hidup miskin dan melarat.
Terobosan cerdas
Pertanyaannya adalah terobosan cerdas dan bernas seperti apa yang sebaiknya dilahirkan oleh Pemerintah?
Berdasar pengamatan menyeluruh, yang dimintakan kaum muda perdesaan dan para orang tua yang kini berprofesi sebagai petani, sebetulnya tidak macam-macam.
Mereka hanya ingin ada semacam jaminan bila bekerja menjadi petani, maka kehidupannya tidak akan melarat dan sengsara.
Mereka tidak akan terjebak dalam penderitaan yang tak berujung. Itu sebabnya, mereka butuh jaminan Pemerintah, menjadi petani padi bakal hidup sejahtera dan bahagia.
Catatan kritisnya adalah jaminan seperti apa yang seharusnya disiapkan dan dilahirkan Pemerintah, sehingga mereka yang memilih petani padi sebagai profesinya akan layak hidup di tanah air ini.
Secara gampangnya, ketika musim tanam tiba, para petani tidak akan lagi mengalami kelangkaan pupuk bersubsidi dan saat musim panen datang, Pemerintah dapat menjamin harga gabah akan memberi keuntungan wajar bagi petani.
Teladan tersebut, hanyalah secuil masalah yang butuh jawaban cerdas dan bernas dari Pemerintah. Belum lagi masalah lain yang tak kalah pelik, jika dan hanya jika, bangsa ini ingin menjadikan profesi petani padi mampu mengajak kaum muda untuk menekuninya.
Sebut saja perlunya benih/bibit padi yang berkualitas. Lalu, perbaikan sarana irigasi yang kini terabaikan. Peremajaan alsintan dan perlunya anggaran yang layak serta memadai.
Pada akhirnya, alih generasi petani padi, kini sudah saatnya memperoleh perhatian dan penanganan serius dari segenap komponen bangsa.
Petani adalah ikon utama negara agraris. Betapa memilukan, bila di negeri ini sampai tidak ada petani. Keberadaan petani tetap perlu dipelihara dan dilindungi kehadirannya. Itu alasannya, regenerasi petani jangan sampai tidak menjadi prioritas bangsa ini.
*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.