Pemkab Madiun Kesulitan Lakukan Sosialisasi Penutupan Lokalisasi
Selasa, 17 Juli 2012 11:12 WIB
Madiun - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Madiun mengaku kesulitan dalam melakukan sosialisasi tentang rencana penutupan lokalisasi di seluruh wilayah Jawa Timur yang mulai gencar dilakukan oleh pemerintah provinsi setempat.
"Sikap penolakan muncul dari pihak PSK dan mucikarinya. Meski demikian, sosialisasi terus kami lakukan dengan cara pendekatan persuasif," ujar Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Madiun, Endang Suwarsih, Selasa.
Di Kabupaten Madiun terdapat Lokalisasi Wisma Wanita Harapan Gude yang terletak di Desa Teguhan, Kecamatan Jiwan. Lokalisasi ini dihuni oleh sekitar 75 wanita pekerja seks (WPS) dan 25 orang ibu asuh atau mucikari.
Menurut dia, sosialisasi yang ia lakukan melibatkan banyak pihak dari berbagai elemen masyarakat dan dinas terkait. Di antaranya dari Dinsosnakertrans, Dinkes, aparat kepolisian serta unsur organisasi keagamaan dan LSM yang selama ini mendampingi para penghuni lokalisasi di bidang kesehatan dan HIV/AIDS.
"Selain itu, anggaran yang tersedia untuk kegiatan ini sekaligus pelatihan bagi para WPS, sangat minim. Sehingga kegiatan kami kurang efektif. Kami juga masih harus melakukan pembinaan terhadap WPS liar atau yang tidak berada di lokalisasi," kata dia.
Endang menambahkan, pada dasarnya pihaknya menyambut baik rencana Pemerintah Provinsi Jatim untuk menutup secara bertahap seluruh lokalisasi di wilayahnya tanpa relokasi. Diharapkan rencana tersebut dapat terwujud seiring peran aktif yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait.
"Saya sangat mendukung jika lokalisasi ditutup. Sebab saya menilai prostitusi merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yakni "woman trafficking" atau perdagangan perempuan," jelasnya.
Sementara, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Arjuna yang membina PSK di Lokalisasi Wisma Wanita Harapan Gude, Tohirin, menilai penutupan lokalisasi tidak akan efektif untuk mencegah praktik prostitusi di masyarakat.
"Pemerintah harus berpikir ulang karena kalau sampai ditutup, praktik prostitusi bisa merebak ke luar. Ini malah bahaya dari segi kesehatan, sosial, dan keamanan," kata Tohirin.
Menurut dia, jika lokalisasi ditutup, para WPS kemungkinan besar tetap akan bekerja di dunia prostitusi. Bekal keterampilan dan modal sebesar Rp3 juta yang diberikan dinas terkait, dinilai tidak terlalu efektif untuk mengentaskan para PSK tersebut dari dunia prostitusi.(*)