Budayawan: Pendidikan "Landhep Semu" Nyaris Punah
Minggu, 8 April 2012 17:53 WIB
Pamekasan - Budayawan Pamekasan, Mukrim, mengatakan, pola pendidikan "landhep semu" di kalangan masyarakat Madura, kini sudah nyaris punah dan jarang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
"Sudah sangat jarang, bahkan bisa dikatakan sudah tidak ada para orang tua saat ini mendidik anak-anaknya dengan menggunakan pola ini," kata Mukrim kepada ANTARA, di Pamekasan, Minggu.
Pola pendidikan "landhep semu" merupakan pola pendidikan yang diterapkan para orang tua di Madura pada jaman dahulu dengan cara menyampaikan menggunakan bahasa semu atau serupa kiasan.
Dalam teori ilmu pendidikan modern yang mengedepankan pemahaman yang lebih cepat, pola pendidikan seperti itu memang sulit untuk berkembang.
"Landhep" merupakan bahasa Madura berarti bersikap rendah, tidak congkak dan atau santun, sedang "semu" berarti samar, tidak jelas dan bisa pula bermakna kiasan.
Artinya, pendidikan "landhep semu" ini merupakan pola pendidikan atau wejangan yang disampaikan guru kepada murid atau orang tua kepada anak secara semu, tidak langsung atau berbentuk kiasan.
Di kalangan orang tua, pola pendidikan "landhep semu" ini biasanya disampaikan kepada anak saat mengingatkan anak-anaknya untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum atau bisa mencemarkan nama baik keluarganya.
"Orang tua dulu itu biasa mengingatkan, nak, kalau pulau sekolah jangan melempar buah mangga orang lain, nanti akan mengenai kepala saya," kata Mukrim mencontohkan.
Si anak, kata dia, akan menyangkal. Sebab dalam nalar pendek dia, tidak mungkin batu yang dilepar ke buah mangga milik orang lain dengan jarak yang sangat jauh dari rumah orang tuanya itu akan mengenai badan, apalagi kepalanya orang tuanya.
Namun, ketika perbuatan itu dilakukan, dan pemiliknya mengetahui mangganya dilempar si anak itu, kata-kata kasar akibat marah dengan ulah perbuatan si anak akhirnya tak terhindari.
"Jangankan si pemilik mangga itu mengucapkan kata-kata kasar tentang orang tuanya, mempertanyakan kepada si anak dia itu anaknya siapa, itu sama dengan melempar batu dan mengenai orang tuanya dari sisi perasaan," kata Mukrim.
Pola pendidikan seperti ini, kata dia, tidak hanya membuat si anak tahu, akan tetapi akan memahami secara filosofis petuah yang disampaikan orang tuanya.
Mukrim meyakini, pola pendidikan "landhep semu" inilah yang sebenarnya telah menanamkan karakter kuat bagi masyarakat Madura zaman dulu, untuk berpegang pada upaya untuk memahami, menganalisa dan merasakan, bukan hanya mengetahui.
Kekayaan hazanah budaya yang berpijak pada tradisi dan kearifan lokal yang dikemas dalam bentuk pendidikan karakter telah memberi ruang untuk berfikir.
Mukri yang juga mantan guru SD di Kecamatan Galis ini meyakini, pola pendidikan seperti itu, sebenarnya merupakan bentuk keunggulan nilai yang semestinya tetap tertanam.
"Karakter ke-Madura-an orang Madura kan sebenarnya pada pola pendidikan ini juga," katanya menambahkan. (*)