32 Persen Remaja Pacitan Alami Gangguan Pertumbuhan
Kamis, 16 Februari 2012 20:47 WIB
Pacitan - Sekitar 32 persen remaja di Kabupaten Pacitan mengalami gangguan pertumbuhan akibat asupan gizi yang kurang memadai sejak usia balita, demikian hasil survei kesehatan yang diungkapkan dinas kesehatan.
"Rinciannya, 13 persen menimpa anak remaja dan 19 persen menimpa anak usia SD dan SLTP. Data itu merupakan hasil sementara sampel kasus gizi buruk serta dampaknya, yang kami lakukan selama beberapa pekan terakhir," ujar Kasi Kesehatan Keluarga (Kesga) Dinas Kesehatan Pacitan Wawan Kasiyanto, Kamis.
Dia menjelaskan, mengacu sampel data kesehatan dari beberapa puskesmas yang telah terkumpul di dinkes, anak usia lima tahun idealnya memiliki tinggi badan 109 sentimeter, namun kenyataannya masih kurang dari angka tersebut.
Berdasar dari data yang dimiliki pemerintah kabupaten (pemkab) tahun 2010, jumlah kasus gizi buruk yang berdampak pada gangguan pertumbuhan menimpa sedikitnya 83.359 anak di rentang usia 5-14 tahun, serta 38.059 remaja dengan rentang usia 15-20 tahun.
Diakui Wawan, fakta tersebut membuat sejumlah pihak risau, khususnya di kelompok umur 5-14 tahun mengingat pada rentang usia tersebut seharusnya anak-anak masih dapat mencapai pertumbuhan tinggi badan optimal.
"Biasanya anak yang terlambat mencapai tinggi ideal akan sulit mencapainya di waktu-waktu yang akan datang. Terlebih pertumbuhan tinggi badan merupakan akumulasi pertumbuhan linear masa lalu, berbeda dengan golongan remaja. Karena secara alamiah pertumbuhan mereka akan akan segera berhenti," terangnya.
Menurut Wawan, ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya masalah gangguan pertumbuhan pada anak, yakni model pengasuhan yang kurang baik dan semakin dominannya sifat konsumtif masyarakat.
Dua hal itu menurut dia cukup berpengaruh dalam perkembangan
anak-anak. Pada sisi pengasuhan misalnya, orang tua terkadang tidak melihat asupan dan kebutuhan kecukupan gizi anak-anak, terutama saat balita.
Pemicunya bisa jadi karena tradisi atau sikap negatif orang tua yang cenderung tidak mau repot, sehingga kerap menyajikan makanan instan pada anak.
Wawan mengisyaratkan, jika hal itu terus berlanjut, kemungkinan angka 19 persen anak yang memiliki pertumbuhan tinggi badan di bawah ideal kemungkinan masih akan bertambah, paling tidak sampai akhir masa pertumbuhannya nanti.
Ia menyarankan, selain asupan gizi, para orang tua juga memperhatikan kebutuhan mineral pada anak, sebab mineral mempunyai peran dominan dalam metabolisme tubuh, seperti zinc dan yodium yang dapat memicu hormon-hormon pertumbuhan.
"Persoalannya, sesuai survei sekitar tahun 1981 lalu, air dan tanah di wilayah Pacitan defisiensi yodium. Bahkan akhir-akhir ini kandungan zinc juga berkurang," katanya. (*)