Situbondo (ANTARA) - Kopi Kayumas, produk kebun di Desa Kayumas, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, sudah dikenal sejak zaman Belanda, tepatnya pada tahun 1886, dengan nama Van Landem Kayumas, hingga tahun 1957.
Kopi Kayumas yang oleh Pemkab Situbondo di-branding dengan nama yang lebih mendunia "Golden Wood Coffee" itu memperoleh beberapa penghargaan, di antaranya menjadi juara 1 kopi nasional (2010), juara 1 dunia dalam lomba kopi internasional di Bali (2016), dan pada 2017 menyabet juara 1 nasional kopi Robusta.
Dengan jenama "Golden Wood Coffee" yang diluncurkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pada tahun 2021, para petani kopi Arabika maupun Robusta di Desa Kayumas itu makin bergairah memelihara dan mengembangkan kebun kopi.
Baca juga: Potensi produksi kopi di Situbondo capai 8.000 ton
Tidak hanya mengubah jenama menjadi "Golden Wood Coffee", pemerintah daerah setempat juga memberikan pendampingan, termasuk pelatihan terkait dengan budi daya kopi untuk masyarakat di Kayumas.
Pelatihan dan pendampingan kepada kelompok petani kopi, mulai dari panen kopi yang benar, hingga memperlakukan biji kopi yang tepat, termasuk proses pengeringan biji kopi.
Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Situbondo Dadang Aries Bintoro, pelatihan dan pendampingan kepada petani kopi itu merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kopi di daerah tersebut.
Saat ini, potensi produksi kopi Arabika dan Robusta di Situbondo mencapai lebih dari 8.000 ton, dengan luas lahan perkebunan 3.434 hektare yang tersebar di Kecamatan Sumbermalang, Mlandingan, Jatibanteng, dan Kecamatan Arjasa.
Potensi paling banyak adalah di Desa Kayumas, Kecamatan Arjasa. Kebun kopi rakyat di desa itu mampu memproduksi hingga sekitar 4.800 ton, dari luas lahan perkebunan kopi Arabika dan Robusta sekitar 2.300 hektare.
Golden Wood Coffee (kopi kayumas) merupakan kopi Arabika andalan di Situbondo, dan memiliki cita rasa yang khas dibandingkan dengan jenis kopi lainnya.
Selain memberikan pelatihan dan pendampingan budi daya kopi kepada kelompok petani, Pemkab Situbondo juga terus melakukan upaya mengenalkan Golden Wood Coffee, kopi rakyat Desa Kayumas, itu melalui berbagai kegiatan.
Kegiatan dari pemerintah kabupaten itu, salah satunya adalah festival kopi yang rutin digelar setiap tahun dengan mengundang petani kopi, pegiat kopi, termasuk pemilik kedai-kedai kopi di "Kota Santri Pancasila" itu.
Di Situbondo, ada sekitar 40 hektare lahan perkebunan kopi rakyat yang dikelola secara alami dan menggunakan pupuk organik, tanpa pestisida. Bahkan, puluhan hektare tanaman kopi di Situbondo sudah memiliki sertifikat organik.
Kopi Kayumas ini juga sudah menjadi kopi organik, karena sebagian besar petani sudah tidak menggunakan pupuk kimia, sehingga produk kopi dari Kayumas ini banyak dicari pasar nasional.
Salah seorang pegiat kopi di Situbondo Dody Prasojo menyampaikan selama ini program pemerintah daerah setempat memberikan pendampingan dan pelatihan telah dirasakan manfaatnya oleh para petani. Karena itu, diharapkan pendampingan itu dapat dilakukan secara menyeluruh, sehingga semua petani kopi bisa menerapkan budi daya kopi yang baik dan benar atau sesuai SOP.
Pelatihan sekaligus pendampingan budi daya kopi bagi petani sangat penting guna terus meningkatkan kualitas kopi, termasuk kuantitasnya.
Dody Prasojo menyampaikan selama ini program pemerintah daerah setempat memberikan pendampingan dan pelatihan dirasakan manfaatnya.
Sehingga, dengan bekal pelatihan dan pendampingan bagi petani kopi, sebagian besar petani kopi mampu menerapkan budi daya kopi yang baik dan benar atau sesuai SOP.
Pemkab Situbondo melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan setempat juga perlu terus memperbarui atau pendataan ulang kelompok petani kopi.
Karena, dengan data kelompok petani kopi, pemerintah daerah akan lebih mudah mengoordinir masing-masing petani untuk diberikan pelatihan dan pendampingan budi daya kopi yang tepat dan benar.
Pelatihan sekaligus pendampingan budi daya kopi bagi petani sangat penting untuk meningkatkan kualitas kopi, termasuk kuantitas.
Pendampingan maupun pelatihan bagi petani kopi harus dilakukan berkelanjutan, sehingga ada kesinambungan dan regenerasi.
Dody yang merupakan petani kopi sekaligus pegiat kopi di Situbondo itu juga mengapresiasi langkah Bupati Karna Suswandi yang memberikan perhatian di dunia perkopian dengan mem-branding kopi dari Kayumas dengan nama yang lebih mengglobal, menjadi "Golden Wood Coffee".
Dengan nama baru itu diharapkan nantinya ada keberlanjutan untuk menata program branding kopi dan jangkauan pemasaran yang lebih luas.
Perkebunan kopi rakyat di Desa Kayumas selama ini sudah berjalan, namun tetap memerlukan perhatian dari pemerintah, mulai dari sisi hulu dan juga pengelolaan di hilir.
Hal senada juga disampaikan Ketua Kelompok Tani Kopi Sejahtera Kayumas Situbondo Alex Dwi Sisworaharjo. Menurutnya, kelompok petani kopi di desa itu, sejauh ini sudah mendapatkan pendampingan maupun pelatihan mengenai budi daya kopi.
Dengan pendampingan itu mereka berharap, nantinya kopi asal Kayumas tersebut dapat diekspor, sehingga lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan pemerintah daerah di Situbondo.
Dengan difasilitasi oleh pemerintah, petani dapat dengan mudah mengirimkan hasil budi dayanya itu, dari yang selama ini mengandalkan pasar di wilayah kabupaten yang dikenal sebagai Kota Santri itu dan pasar di kabupaten/kota tetangga.
Dengan jenama Golden Wood Coffee Situbondo yang diluncurkan Pemkab Situbondo pada 2021 itu sudah terbuka peluang untuk memasarkan kopi khas Situbondo itu ke luar negeri.
Untuk di sisi hilir, di Situbondo saat ini telah menjamur kedai-kedai kopi dengan SDM yang mumpuni. Dengan memperhatikan semua aspek dari budi daya kopi ini, Situbondo akan menjadi salah satu pemasok bahan dasar kebutuhan minuman yang kini digemari masyarakat dunia itu.