Mengenang Tragedi Mei 1998 dan terobosan tata kelola pemerintahan
Sabtu, 13 Mei 2023 17:06 WIB
"Cepat pulang ya le"
Murni tak menyangka bahwa kalimat itu menjadi bait percakapan terakhir baginya dan anaknya. Murni terdiam seribu bahasa setelah mendengar apa yang dikatakan tetangganya, kala itu.
"Ya Allah, gimana Ya Allah, waktu itu saya mau keluar gak dibolehin sama tetangga karena masih harus menjaga empat adiknya yang kecil-kecil," katanya bercerita setelah lama menanti kabar anaknya yang tak kunjung kembali.
Demikian pula Walino, Sang Ayah, yang sedang bekerja belum bisa pulang ke rumah karena kondisi jalanan dipenuhi warga yang penuh amarah. Dirinya hanya bisa pasrah, tidak ada kabar pasti dan tanpa arah.
Ketika ayahnya berhasil pulang di malam hari, wajahnya pucat pasi. Bertanya-tanya ke sana kemari tentang apa yang terjadi disini pada hari itu.
Saat itu, semua terdiam. Tidak ada yang mengaku karena juga bingung bagaimana menjelaskannya. Akhirnya setelah ditenangkan dan diberi minum barulah Murni dikasih tahu bahwa sebelumnya ada informasi dari tetangga kalau Agung masuk ke mal (Mal Yogya Klender).
Walino, seperti halnya Murni, dalam menerima fakta terkait anaknya hanya diam seribu bahasa. Tak berdaya, dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Setelah kondisi sudah mulai kondusif, Murni berupaya mencari Agung secara intensif dengan mencari langsung ke lokasi dengan orang lain yang juga mencari keluarganya secara kolektif.
Kalau itu, Murni dan suami hanya bingung karena melihat semua korban di mal itu tubuhnya menghitam.
Akhirnya dia kembali ke rumah, melihat bagaimana tetangganya ada yang selamat, setelah memberanikan diri untuk keluar dari mal dengan cara melompat dengan kasur pegas di bawahnya sebagai alas untuk mendarat.
Pada waktu yang sama, tetangganya datang membawa kabar dirinya melihat jenazah Agung. Tanpa pikir panjang, keluarganya langsung membawanya pulang untuk dikebumikan, meski malam datang dengan pencahayaan yang kurang.
Banyak yang memintanya untuk ikhlas dan merelakan. Dia bisa ikhlas, tapi sebagai orang tua, tetap saja muncul rasa tidak tega melihat anaknya meninggal dalam kondisi terbakar. Dia bercerita sambil menangis tersedu-sedu.
Murni berharap kejadian yang memilukan ini tidak terjadi lagi di kemudian hari, agar tidak ada lagi ibu yang ditinggal pergi anaknya dan tak pernah kembali.