Surabaya (ANTARA) - Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya menggelar pertunjukan wayang asal Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, yakni Wayang Potehi sebagai upaya melestarikan budaya Indonesia.
"Pertunjukan Wayang Potehi yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum pada Senin (9/9) malam merupakan hibah dana perguruan tinggi yang kita dapatkan," kata Dosen Fakultas Hukum Untag Surabaya, Abraham Ferry Rosando di Surabaya, Selasa.
Diharapkan, dengan adanya pertunjukan seperti ini, generasi muda khususnya para mahasiswa Untag Surabaya bisa mengenal lebih jauh terkait Wayang Potehi. Terlebih mereka juga bisa ikut melestarikannya.
"Pada pagelaran Wayang Potehi ini, kami memiliki tujuan, jangan sampai budaya Indonesia khususnya Wayang Potehi dari Jombang itu hilang, atau punah," kata Ferry, sapaan akrabnya.
Ferry menyampaikan, bahwa dengan menggandeng pegiat Wayang Potehi asal Gudo, Jombang ini, mereka bisa memberikan sebuah edukasi kepada masyarakat, terutama mahasiswa Untag Surabaya.
Sementara pada kesempatan ini, para pegiat tersebut membawakan lakon Geger Pecinan yang menceritakan sejarah pada masa lampau terkait penjajahan VOC di Batavia.
"Sekarang kami mengenalkan, kemudian nanti ke depan kami lakukan pengabdian masyarakat. Nanti kami akan inventarisasi lakon-lakon atau manuskrip wayang itu, kemudian lakukan upaya hak cipta atau copyright. Ke depan seperti itu," ujarnya.
Sementara itu, Pemilik Wayang Potehi asal Jombang, Toni Harsono menjelaskan, nama Potehi berasal dari kata 'Pou' yang berarti kain, 'Te' berarti kantong, dan 'Hi' artinya wayang. Sehingga, bisa diartikan jika Wayang Potehi ini adalah wayang boneka yang terbuat dari kain.
Sedangkan cara memainkannya adalah sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya sesuai lakon yang diangkat.
"Potehi berasal dari Tiongkok, masuk di Indonesia berdasarkan penelitian tahun 1.600, sudah ada di Indonesia. Kebetulan kakek saya dalang dari Tiongkok yang datang ke Indonesia tahun 1920-an, yang datang ke Jombang bawa perlengkapan semua," kata Toni.
Toni menegaskan, meskipun Potehi ini berasal dari Tiongkok, namun cerita yang diangkat tidak harus identik dengan budaya Tiongkok.
"Sebetulnya tidak juga. Apalagi setelah peraturan pemerintah yang mengekang orang-orang Tiongkok, dicabut Gus Dur itu kan berkembang bebas, bisa main di gereja, di pondok, dimana-mana," ungkapnya.
Dia menambahkan, di kesenian Wayang Potehi ini tokoh-tokohnya berbeda. Kata Toni, memang ada yang pakem, namun ada juga yang bisa untuk multi peran.
"Potehi ini seperti teater boneka. Ada wajahnya ini bisa untuk beberapa peran, tergantung baju, dia jadi raja atau jadi jendral, menteri, atau rakyat jelata. Tergantung dari pakaiannya. Ada yang pakem, misalkan sun go kong," ujarnya.
Toni juga mengungkapkan, bahwa pegiat Wayang Potehi di Jombang saat ini tinggal tujuh orang saja.
Pandemi COVID--19 menjadi salah satu penyebab semakin berkurangnya pegiat wayang ini. Bahkan, di saat pandemi banyak pegiat wayang potehi beralih menjadi pekerja pabrik.