Surabaya (ANTARA) - Pemerintah pusat dan Provinsi Jawa Timur meluncurkan gerakan percepatan pendataan, perekaman, dan penerbitan dokumen kependudukan bagi penyandang disabilitas di Surabaya, Kamis.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrullah mengatakan selama ini terdapat ada "lubang kependudukan" yang belum bisa diselesaikan, yakni komunitas disabilitas dan komunitas adat terpencil.
"Ini karena banyak ruang tertutup di sana. Jadi, kalau Dukcapil turun sendiri tidak akan bisa terselesaikan maka harus turun dan bergerak bersama. Dari hulu ke hilirnya, mulai dari gubernur, bupati/wali kota, camat, kepala sekolah, sampai keluarga," ujarnya.
Pemerintah, kata Zudan, berupaya memberikan hak-hak sipil terutama pemenuhan dokumen kependudukan bagi komunitas penyandang disabilitas dengan "jemput bola", yakni dengan mendatangi secara langsung sekolah luar biasa (SLB), rumah-rumah, dan komunitas.
Menurut ia, gerakan "jemput bola" pendataan kependudukan penyandang disabilitas ini telah dimulai di Jakarta, 14 Maret 2022.
Dalam jangka waktu tiga bulan bergerak, katanya, rata-rata data masuk mencapai 220.000 data per bulan.
"Maka di Jatim, dengan 38 kabupaten/kota, kalau sehari bisa mendata 100 orang saja maka se-Jatim bisa mendata 3.800 data per hari. Tapi saya minta, jangan lupa ragam tiap orang dicatat. Dan untuk penyandang disabilitas jiwa dan sensorik harus ada ahli yang mendampingi," katanya.
Zudan menekankan dilakukan pendekatan afirmasi dan prioritas sehingga harus sudah dimunculkan sejak awal perencanaan pembangunan.
Pada kesempatan yang sama juga dilakukan penyerahan dokumen kependudukan bagi penyandang disabilitas berupa Kartu Identitas Anak (KIA), KTP elektronik, dan dokumen kependudukan lainnya.
Penyerahan dokumen tersebut merupakan bagian dari acara Gerakan Bersama Bagi Penyandang Disabilitas melalui pendataan, perekaman, dan penertiban dokumen kependudukan untuk mewujudkan masyarakat inklusif di Jatim.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menegaskan pendataan kependudukan disabilitas penting, mengingat dari total 69.299 orang yang terdata di Jatim, baru 71 persen yang sudah mendapatkan dokumen kependudukan.
"Kalau mau memaksimalkan capaian SDGs maka memastikan bahwa no one left behind. Berarti penyandang disabilitas harus mendapatkan hak pemenuhan dokumen kependudukan seperti warga negara lainnya," tuturnya.
Menurut Khofifah, kelengkapan administrasi kependudukan adalah hak sipil masyarakat karena masih banyak kasus yang tidak mendapatkan berbagai program perlindungan sosial akibat terkendala pendataan kependudukan.
"Jadi, masalah KTP dan identitas ini bukan persoalan yang sederhana karena legalitas kewarganegaraan melekat di dalamnya," kata dia.
Di tempat sama, Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia menyebutkan bahwa menurut data BPS, penyandang disabilitas di Indonesia tercatat mencapai 20,9 juta jiwa.
Jatim, lanjut dia, merupakan provinsi terbesar nomor dua dalam kependudukan disabilitas.
"Dan saya lihat, Jatim yang paling semangat melakukan inovasi dan terobosan untuk disabilitas. Ini membuat kami merasa sangat diapresiasi," katanya.