Jakarta (ANTARA) - Seorang perantau di Jakarta, Laily, tidak akan pernah lupa momen shalat Idul Fitri bersama teman-temannya di atap kos-kosan setelah pemerintah memutuskan untuk melarang mudik maupun shalat berjamaah di masjid pada Lebaran 2020 guna mencegah lonjakan COVID-19.
Lebaran berikutnya, pemerintah kembali meniadakan mudik karena kasus COVID-19 yang saat itu masih tinggi. Suasana Hari Raya pun rasanya tak begitu berbeda, sama-sama tak bisa mencicipi makanan rumah khas Lebaran dan cuma bisa silaturahmi lewat sambungan telepon dan video call.
Menurut Laily, Lebaran 2021 itu tetap terasa berbeda karena harus kembali dirayakan tanpa kehangatan keluarga.
Dua lebaran itu membuat dia memendam rindu yang mendalam untuk merasakan suasana kampung halamannya. Namun seiring penurunan jumlah kasus virus corona dan peningkatan daya tahan masyarakat lewat vaksin penguat atau booster, Pemerintah akhirnya mengizinkan mudik tahun ini.
Laily tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk segera mencari tiket pulang ke kampung halamannya di Pekanbaru.
Pekerja BUMN itu berbagi kisah dia sempat stres karena kondisi pandemi COVID-19, dan kebijakan mudik tahun ini sedikit membuat dia lega. Setidaknya ia punya jeda melepas penat dari hiruk pikuk ibu kota dan tuntutan pekerjaan, merasakan lagi euforia Lebaran dengan berkumpul bersama keluarga.
Demi bisa pulang ke kampung halaman, Laily sengaja membeli tiket pesawat jauh-jauh hari agar tidak kehabisan dan menghindari lonjakan harga tiket pesawat yang tidak wajar.
Apabila pada hari biasa tiket pesawat ekonomi ke Pekanbaru hanya kisaran Rp500 ribu sampai Rp600 ribu, kini dia harus mengeluarkan Rp1,5 juta untuk sekali jalan. Total, dia harus merogoh kocek sampai Rp2,18 juta untuk pulang-pergi.
Namun Laily tak peduli, meski harus memakai uang tabungan, harga Rp2 juta itu sepadan dengan apa yang dia inginkan; melepas rindu dan berkumpul dengan keluarga tercinta.
Karena ini perdana aku bisa merayakan takbiran bareng keluarga. Mama saya khususnya setelah saya bilang mau mudik dan Lebaran bareng, dia bilang bahagia rasanya, kata Laily menceritakan.
Tidak perlu bawa apa-apa saja sudah senang mendengar kabar saya bisa Lebaran bersama. Uang Rp2,18 juta untuk enam hari (di rumah) sepadan lah. Saya selalu merindukan mendengar suara takbiran di tanah kelahiran," katanya.
Seni mudik
Kebahagiaan bisa mudik Lebaran juga dirasakan oleh perantau lainnya, Aditya. Namun berbeda dengan Laily, Aditya lebih memilih untuk pulang menggunakan kendaraan pribadi. Alasannya untuk menghemat ongkos apalagi personel keluarganya ada lima orang, termasuk istri dan tiga anaknya.
Aditya mengaku sangat antusias akhirnya bisa mudik lagi setelah dua tahun lalu tidak mudik karena larangan pemerintah.
Dia menceritakan bahwa perjalanan mudik masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Kemacetan di jalan tol dan jalan alternatif menjadi sensasi tersendiri dan unik yang hanya dapat dirasakan saat mudik menggunakan transportasi darat.
Kalau pada waktu normal waktu tempuh Jakarta-Semarang hanya membutuhkan 6-7 jam, namun saat mudik bisa menghabiskan hingga 12 jam lebih. Selain kemacetan, pemudik juga perlu berbuka puasa atau sekadar istirahat sejenak meredakan rasa lelah.
Kendati demikian, Aditya justru menikmati perjalanannya karena menurutnya capek di jalan dan bermacet-macetan itu lah yang justru menjadi bagian seni dan romantisme dari perjalanan mudik.
"Berangkat dari rumah pukul 11 pagi dan sampai rumah Semarang pukul 00.30 pagi. Macet tapi itu yang menjadi seni dari perjalanan mudik," ucapnya.
Kebijakan mudik juga disambut antusias oleh pemudik lainnya, Anisa. Penumpang kereta api (KA) di Stasiun Gambir tujuan Yogyakarta itu merasakan kemudahan untuk bepergian tahun ini meski masih dalam situasi pandemi COVID-19
Menurut dia, syarat mudik tahun ini juga sangat mudah, tidak seperti ketika akan melakukan perjalanan pada dua tahun terakhir.
Persyaratan mudik tahun ini menurut saya mudah karena hanya harus booster dan saya sudah vaksin booster sejak lama. Jadi sama aja rasanya seperti syarat saat akan melakukan perjalanan seperti sebelum pandemi, tuturnya.
Khawatir kasus COVID-19 melonjak
Meski sudah diizinkan mudik, para pemudik itu mengaku tetap khawatir seandainya kasus COVID-19 kembali melonjak. Mereka sama-sama berharap euforia mudik ini tidak membuat masyarakat lantas abai terhadap protokol kesehatan. Jangan sampai setelah bahagia merayakan Lebaran, lantas ditutup dengan panen kasus COVID-19.
Dari data survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan, total jumlah pemudik tahun ini diperkirakan 85,5 juta orang, yang artinya naik hingga 475 persen dibandingkan Lebaran 2019 sebelum pandemi yang berada di angka 18 juta orang.
Lonjakan pemudik sudah diperkirakan karena sudah dua tahun terakhir ini mudik tidak diperbolehkan dan tentu banyak masyarakat yang sudah rindu kampung halaman.
Kemenhub merinci perkiraan jumlah pemudik pada 2022 antara lain menuju Jawa Tengah sekitar 23,5 juta, Jawa Timur 16,8 juta, Jawa Barat 14,7 juta, dan Yogyakarta 3,9 juta.
Sementara jumlah pemudik yang menuju Sumatera diperkirakan 12 persen dari total 85,5 juta orang atau sekitar 10,26 juta orang.
Pemudik tahun ini diprediksi sebagian besar menggunakan moda kendaraan pribadi dengan persentase sebesar 47 persen atau sekitar 40 juta orang lebih, disusul 31 persen dengan transportasi umum atau darat.
Momok kemacetan di jalan tol, jalan utama, jalan alternatif, bahkan di sekitar pelabuhan selama mudik masih menjadi pekerjaan rumah yang harus terus dibenahi agar tidak terjadi penumpukan kendaraan dan menyebabkan kemacetan berkepanjangan.
Namun ada pekerjaan rumah yang tak kalah penting. Mudik di tengah situasi pandemi adalah pertaruhan besar, tapi pemerintah seharusnya sudah menyiapkan segala skenario dan kebijakan seandainya kasus COVID-19 di Indonesia kembali melonjak.
Namun Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy optimistis Indonesia bisa segera transisi dari pandemi menjadi endemi COVID-19 apabila pelaksanaan mudik Lebaran 2022 bisa berjalan aman tanpa adanya lonjakan kasus COVID-19.
Kesadaran untuk menerapkan protokol kesehatan selama mudik dan silaturahmi di kampung halaman menjadi kunci untuk menekan lonjakan kasus COVID-19 yang selalu terjadi dalam dua libur Lebaran sebelumnya.
Mari terus saling mengingatkan untuk taat protokol kesehatan agar lonjakan kasus COVID-19 itu terjadi dan Indonesia lulus ujian untuk masuk tahap endemi COVID-19. (*)