Jakarta (ANTARA) - Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Panutan Sulendrakusuma mengatakan sebanyak 59 desa dari 273 desa di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, tidak memiliki dana desa yang cukup untuk penyaluran bantuan langsung tunai.
Temuan tersebut didapat dari hasil verifikasi di lapangan yang dilakukan KSP di Bangkalan, Madura, Rabu.
Sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu, Panutan mendorong penambahan BLT Desa melalui APBD kabupaten dan provinsi, sesuai dengan skema yang telah ditentukan.
"Itu sudah sesuai skema. Hasil verifikasi lapangan ini akan kami sampaikan melalui Rapat Koordinasi Program Prioritas Pengentasan Kemiskinan Ekstrem bersama kementerian/lembaga dan stakeholders terkait," kata Panutan.
Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu dari 35 kabupaten prioritas penyaluran BLT Desa. Pasalnya, tercatat 20,56 persen penduduk Bangkalan merupakan penduduk miskin dengan tingkat kemiskinan ekstrem sebesar 12,44 persen.
Panutan menjelaskan, Pemerintah memberikan tambahan BLT Desa dan Bantuan Pangan Non-Tunai masing-masing sebesar Rp300.000 selama tiga bulan, khusus untuk masyarakat yang masuk kategori miskin ekstrem di 35 kabupaten tersebut.
Panutan juga menuturkan bahwa bantuan tambahan BLT diberikan kepada 694.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan ditargetkan tuntas penyalurannya akhir tahun ini.
Selain soal BLT Desa, Panutan dan tim Kedeputian III KSP juga melaksanakan monitoring penyaluran Bantuan Pangan Non-Tunai bersama perwakilan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Dalam hal ini, BRI merupakan penyalur utama BPNT di Bangkalan.
Menurut Regional Micro Banking Head BRI Surabaya Asep Nurdin, e-Warong/BRILink yang berada di Bangkalan dapat digunakan sebagai sarana penarikan uang oleh para penerima top up BPNT, sehingga KPM tidak perlu mengunjungi kantor cabang.
Adapun Panutan menambahkan, pemerintah pusat berharap program top up BLT Desa dan BPNT dapat membantu menurunkan angka kemiskinan ekstrem guna mencapai target 0 persen di tahun 2024. Terlebih, pengentasan kemiskinan ekstrem secara nasional ditargetkan untuk mencapai nol persen di tahun 2024.
"Berdasarkan data BPS, tahun ini tingkat kemiskinan ekstrem saat ini masih di kisaran 4 persen atau mencakup hampir 10 juta jiwa," kata Panutan.