Surabaya (ANTARA) - Wakil Ketua Kamar dan Industri (Kadin) Jatim Dr Edi Ortega Purwanto mengingatkan para pekerja seni agar di masa pendemi ini dijadikan momentum untuk mencoba pasar secara internasional atau ekspor.
"Kemarin saya ke Blitar dan mendapatkan info teman-teman pekerja seni di Blitar yang memprodukdi jimbe telah mampu membuka pasar ekspor ke China dan itu saat ini sudah dikirim secara reguler," katanya pada workshop musik Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) yang digelar secara daring dan dipantau di Surabaya, Selasa.
Waorkshop yang dipandu oleh Nasar Albabati itu juga menghadirkan sejumlah pekerja seni dari beberapa daerah di Jatim, yakni Joko Porong (komposer), Arik Sugiantoro (perajin alat musik tradisional), Wahyu Dwiyono (pembuat gamelan dari Magetan) dan Amirullah (Departemen Hukum DKJT).
Edi Ortega yang juga dosen bidang teknologi pangan Universitas Brawijaya Malang ini mengemukakan bahwa para pekerja seni setidaknya bisa melakukan dua hal dalam kondisi saat ini. Kedua hal itu adalah diferensiasi pasar dan diferensiasi produk.
"Diferensiasi pasar itu adalah, kita bisa mencoba menjajaki pasar ekspor seperti yang dilakukan oleh teman-teman di Blitar yang mampu membuka pasar ke China. Untuk produk, saya kira seniman adalah manusia paling kreatif di dunia. Ini adalah modal besar bagi kalangan pekerja seni," kata Presidium Koprs Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Jatim ini.
Ketua Yayasan Insan Cita Agro Madani ini mengemukakan bahwa para pekerja seni harus mampu melihat keadaan di sekelilingnya yang memungkinkan mereka untuk menciptakan produk-produk yang dibutuhkan oleh masyarakat, terutama di masa pandemi dan masyarakat lebih banyak tinggal di dalam rumah.
"Misalnya, saat ini banyak orang tua gelisah melihat anak-anaknya lebih banyak bermain gawai di dalam rumah. Ini kan peluang untuk membuat pekerja seni menciptakan produk dolanan (mainan) untuk anak-anak. Demikian juga kita melihat anak-anak muda sekarang kan sedang demam selfie. Ini peluang bagaimana kita membuat alat-alat tradisional yang bisa menjadi tempat anak-anak muda berselfie," katanya.
Edi Ortega bercerita bagaimana para seniman di Kampung Cempluk, Kabupaten Malang, juga ikut ambil bagian dalam upaya penanganan pandemi COVID-19 yang menginisasi gerakan Kampung Tangguh. Salah satu motor dari gerakan itu adalah seniman musik Redy Eko Prasetyo.
"Mas Redy itu mengornisir teman-teman seniman di Malang untuk menyuguhkan sajian yang mampu menghibur masyarakat di tengah tekanan psikis yang luar karena pandemi. Para seniman itu juga mampu membuat program bagaimana masyarakat berkomunikasi secara sehat dengan menggunakan kanal-kanal teknologi informasi yang sudah ada," katanya.
Sementara itu, Amirullah, SH (advokat yang juga pengurus di Departemen Hukum DKJT) mengemukakan bahwa UU Pemajuan Kebudayaan telah menyentil kalangan seniman bahwa hasil karya mereka bisa masuk ke dunia industri, lebih-lebih di era digital saat ini.
"Beragamnya budaya kita ini adalah modal besar yang sangat kaya. Indonesia mau mengandalkan minyak? Itu kan terbatas. Mengandalkan emas? Semua itu sekarang bukan lagi milik kita. Demikian juga dengan manufaktur. Itu sekarang milik siap? Padahal terkait dengan produk kebudayaan, kita sangat kaya," katanya.
Ia kemudian mengingatkan bahwa kalangan seniman itu masih sangat lemah di bidang perlindungan hak kekayaan intelektual, sehingga karya-karya mereka banyak yang dibajak oleh orang lain. Karena itu para pekerja seni diminta untuk mulai sadar mengenai perlindungan karya lewat hak kekayaan intelektuan (HAKI) ini. (*)