New York (ANTARA) - Dolar AS kembali melemah terhadap sejumlah mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), ketika para pelaku pasar lebih menyukai mata uang-mata uang yang terkait dengan sentimen risiko daripada mata uang aman greenback.
Selera terhadap mata uang berisiko dipicu oleh data ekonomi yang lebih baik dari perkiraan dan ekspektasi bahwa paket bantuan virus corona yang diusulkan Presiden AS Joe Biden senilai 1,9 triliun dolar AS akan membuahkan hasil.
“Dolar turun terhadap mata uang lainnya tetapi tidak banyak,” kata Oliver Pursche, presiden Bronson Meadows Capital Management di Fairfield, Connecticut. "Saya memperkirakan dolar berada di posisi sekarang di akhir tahun, dan alasan utamanya untuk itu adalah sementara saya melihat beberapa tanda perbaikan dalam ekonomi, kebijakan moneter akan tetap di tempatnya."
"Saya tidak berpikir dolar itu underpriced atau overpriced," tambah Pursche.
Untuk minggu ini, dolar turun sekitar 0,2 persen terhadap sekeranjang mata uang dunia, euro relatif datar, dan yen kehilangan lebih dari 0,5 persen. Namun pound Inggris menguat lebih dari 1,1 persen terhadap dolar, minggu terbaiknya sejak pertengahan Desember.
Bitcoin terus melambung ke rekor tertinggi. Mata uang kripto terbesar di dunia itu terakhir melonjak 6,6 persen pada 54.961,67 dolar AS, mencapai kapitalisasi pasar satu triliun dolar AS. Saingannya yang lebih kecil, ethereum, naik 0,7 persen menjadi 1.953,28 dolar AS.
Kedua mata uang digital tersebut telah menguat masing-masing sekitar 89 persen dan 1.420 persen, dari tahun ke tahun, membuat beberapa analis memperingatkan tentang gelembung spekulatif.
"Satu kekhawatiran yang selalu saya miliki (tentang mata uang kripto) adalah betapa rentannya mereka terhadap manipulasi," kata Pursche. Tapi mereka akan terus mendapatkan legitimasi.
“Meskipun Tesla sangat bagus melakukan investasi dalam bitcoin, saya lebih tertarik dengan Blackrock dan perusahaan investasi besar lainnya yang memperhatikan dengan lebih hati-hati mata uang kripto sebagai investasi yang layak.”
Dolar Australia, yang terkait erat dengan harga-harga komoditas dan prospek pertumbuhan global, terakhir naik 1,21 persen pada 0,7863 dolar AS, menyentuh level tertinggi sejak Maret 2018.
Dolar Selandia Baru juga menguat, mendekati level tertinggi lebih dari dua tahun, dan dolar Kanada juga menguat.
Sterling, yang sering mendapat keuntungan dari peningkatan selera risiko, naik ke level tertinggi hampir tiga tahun di tengah program vaksinasi agresif di Inggris. Terakhir naik 0,27 persen menjadi 1,40 dolar AS.
Euro menunjukkan sedikit reaksi terhadap perlambatan aktivitas pabrik yang ditunjukkan oleh data indeks manajer pembelian, naik 0,21 persen menjadi 1,2116 dolar AS.
Yen, menguat terhadap dolar dan terakhir di 105,495, merangkak di atas rata-rata pergerakan 200 hari untuk pertama kalinya dalam tiga hari. (*)